Engentado

29.6K 2.4K 237
                                    


METANOIA SEASON I

"Ayolah berikan setengah harga padaku. Kau tidak akan rugi banyak."

"Kau tidak pernah berdagang, Nak. Kau ingin membunuhku dan juga keluargaku. Ingin makan apa kami jika tidak punya untung."

"Aku hanyalah orang miskin, Nek. Makan saja sulit bagiku. Hanya padamulah aku meminta belas kasihan," mata warna tembaganya memelas. Raut wajahnya terlihat dia benar-benar kelaparan.

"Sekali ini saja, setelahnya tidak akan lagi!"

Pria itu tersenyum dan menerima sepotong roti gandum yang masih hangat. Dia memberikan uangnya meskipun uang itu tidak cukup seharga satu roti. Dia kembali berjalan dan memakan roti itu dengan sangat lahap. Dia tertawa dalam hati, betapa manusia itu mudah sekali ditipu. Hanya perlu memasang wajah memelas dan kasihan pun diberikan. Ya, baginya rasa sosial itu sudah lenyap. Dia benci dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Tapi pengecualian untuk satu orang yang sangat dipercayainya, tapi sepertinya sebentar lagi akan menjadi dua jika dia benar-benar ingin memercayai temannya itu.

"Harry!" pria yang dipanggil itu menoleh. "Aku mencarimu ke mana-mana, sialan!"

Yang dipanggil tidak acuh sambil tetap memakan sisa rotinya. Dia berlengak seperti panggilan itu hanyalah raungan kucing. Sementara orang yang memanggilnya harus susah payah mendekat ke arahnya di tengah kerumunan orang. Setelah berhasil menarik bahu pria itu dia mendesah kesal dan mengambil sisa roti dari tangan pria satunya.

"Kau siap untuk mati," ucapnya sambil mencari belati miliknya. "Di mana aku meletakkan belatiku?" dia terlihat bingung karena tidak menemukan belati di saku miliknya.

"Aku berani bertaruh kau mendapatkan roti ini dengan cara menipu. Jadi kau tidak pantas membunuhku hanya karena roti," ujarnya sambil memasukkan sisa terakhir roti. "Belatimu pasti tinggal. Kau selalu ceroboh. Demi Tuhan, aku yakin kau memang bodoh!"

"Diam kau keparat! Aku akan menjebloskanmu ke penjara kerajaan suatu hari nanti karena menghinaku."

"Kau ingin menjebloskanku? Memangnya kau siapa?" ejeknya.

"Menurutmu aku siapa?"

"Kau hanyalah penipu licik dan bodoh."

"Baiklah, rajamu adalah penipu licik dan bodoh. Kau pantas masuk penjara."

Temannya itu kemudian tertawa terpingkal-pingkal. "Demi para peri Atmos yang katanya hanyala mitos, kau sangat lucu!" dia masih tertawa sampai tidak menyadari ada batu di depannya. Akibatnya dia tersandung dan jatuh terjerembab.

"Mitos peri Atmos melayangkan kutukan padamu karena berani menghinaku, Kawan," ucapnya sarkastik. Dia melanjutkan perjalanan tanpa membantu temannya.

"Leluconmu dari dulu tidak pernah berubah. Kau masih bermimpi menjadi raja. Kawan, tidurlah dan lanjutkan mimpimu. Akan aku bangunkan nanti setelah kau puas menjadi raja di mimpimu," ujarnya masih mengejek.

"Mimpi adalah harapan yang tidak pernah tidur, Adam Glandwin."

Harry Gabrielle Hawthorne melompati tumpukan kayu di pinggir jalan. Pasar rakyat selalu seperti ini. Ramai dan sumpek. Tidak ada karpet berbulu tebal yang membentang bagai permadani, tidak ada cawan emas berisi anggur merah, tidak ada pakaian indah menyilaukan mata. Biasa. Pemandangan yang sudah melekat di matanya semenjak lama. Luntur sudah semua kemewahan yang dulu selalu menghiasi harinya. Dia sekarang hanyalah pria yang baru beranjak dewasa. Kemarin sore umurnya masih belasan, sekarang dia sudah berkepala dua. Artinya sudah belasan tahun semenjak dia dinyatakan hilang dari Mazahs. Sang pangeran yang hilang. Itu dirinya.

METANOIAWhere stories live. Discover now