Perang Batin

28 2 0
                                    

Semenjak gue di PHK, Kehidupan gue berubah sangat drastis. Banyak sekali pengeluaran dan kebutuhan hidup yang harus gue penuhi. Gue mungkin tak sehebat paman yang bisa membuka bisnis industri perlimbahan. Terkadang gue bingung dan cemas terhadap masa depan gue nanti. Saat itu gue bertemu dengan kawan lama gue. Namanya Sheila Larasati. Dia baru saja lulus di Universitas Negeri Semarang Jurusan Manajemen Bisnis. Jauh – jauh dari Semarang merantau ke Surabaya, Sheila tergiur dengan tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan investasi emas. Gajinya sebulan bisa mencapai lima belas juta, bahkan bisa lebih kalau dapat komisi.

Gue gak sengaja bertemu Sheila di Taman Bungkul. Penampilanya sekarang sudah sangat jauh berbeda. Setahu gue, waktu sekolah taman kanak - kanak Sheila pernah kencing di celana, terus dimarahin sama mamanya. Nah, saat itu gue pernah mengejeknya dengan sebutan "Putri Ngompol". Gue pangkling melihat penampilanya saat ini. Wajahnya terlihat lebih bersih dengan rambut poni lurus sampai ke alis mata. Dia memakai kaos berwarna merah jambu disitu ada tulisanya "I'm Single Be Happy".

"Gimana kabarnya, Shel?" tanya gue dengan wajah ceria

"Baik, sekarang lho kerja dimana?" Sheila balik bertanya. Itulah pertanyaan yang masih menjadi misteri buat gue. Sejenak gue diam, lalu menghela napas sejenak.

"Gak ada pertanyaan yang lain mungkin."

"Punya anak berapa?" Kayaknya pertanyaan Sheila mulai ngaco

"Gue belum nikah, Shel." ucap gue dengan wajah datar

"Kirain udah nikah."

"Masih ngompol di celana?"

"Gak ada pertanyaan yang lain mungkin." wajah Sheila tampak merengut

"Sorry, kirain masih ngompol."

Tak terasa obrolan gue dengan Sheila semakin asyik. Walau sudah berpisah cukup lama, tapi Sheila dan gue seperti orang yang sudah lama kenal. EGP (Emang Gue Pikirin). Pengangguran tetaplah pengangguran. Saat ini gue masih menganggur. Gue sudah masukin dua puluh surat lamaran pekerjaan. Tapi, sampai sekarang belum ada jawaban. Setiap harinya gue membantu Cak Kamto membuat berbagai macam kerajinan tangan dari botol Aqua. Rasanya enak kalau gue udah punya perusahaan sendiri. Gue bisa memperkejakan siapa saja. Lihat saja Cak Kamto, di usianya yang sudah mulai memasuki kepala empat ini, dia sudah mempunyai perusahaan sendiri. Rencananya tahun depan, dia akan membuka cabang di Kota Semarang.

Sore itu, gue duduk melamun di depan teras rumah. Tak ada kopi dan tak ada camilan yang menemani. Hidupku terasa hampa. Penyakit kanker alias kantong kering kumat lagi. Tak ada asap putih yang mengepul di udara. Yang ada hanyalah siulan mulut lagu terajana. Hati gue berdegup kencang ketika Cak Kamto datang dari arah belakang lalu menepuk bahu gue sekencang – kencangnya.

"Whoi...!" teriak Cak Kamto. Gue terkejut

"Untung jantung gue gak pocot, eh salah. Copot – copot." ucap gue sedikit latah

"Udah nglamar kerja kemana aja kamu?" tanya Cak Kamto sambil ngrokok

"Kemana – mana, Cak."

"Kamu itu lulusan sarjana. Masak cari kerja gitu aja lama banget."

"Sabar, Cak. Mungkin belum waktunya di panggil."

"Di panggil yang maha kuasa?" ejek Cak Kamto

"Kok ngomongnya gitu, sih." sanggah gue

"Pokoknya kamu harus dapat kerja. Paman sudah membiayai kamu kuliah mahal - mahal. Kalau tak ada hasilnya mending kamu ikut nenekmu saja!" Kali ini Cak Kamto sedikit agak serius.

Malam ini gue bingung. Cak Kamto sudah mengancam gue seperti itu. Gue sebenarnya masih ingin tinggal disini. Gue gak mau ikut nenek ke desa. Disana sepi gak ada siapa – siapa. Teman – teman sebaya gue sudah banyak yang merantau di luar jawa. Kalau gue tinggal di desa, mungkin teman gue salah satunya adalah kambing. Nenek gue punya banyak kambing disana. Lihat kambingnya saja gue udah nek, apalagi kalau terciup bau kotoranya. Mungkin gue bisa langung muntah – muntah. Dari kecil gue paling phobia dengan yang namanya kambing. Gue pernah diseruduk kambing sampai berdarah – darah terkena tanduknya. Sampai saat ini sebenarnya gue masih takut. Mungkin masih trauma saat kejadian waktu itu.

Gembel BerdasiWhere stories live. Discover now