Haiku

378 23 12
                                    

Kamu harum,

serupa mawar di tepi kebun.

Sebuah post it menempel di ujung sepatu Zetta. Sebuah puisi. Zetta memiringkan kepalanya, 'Dari siapa, ya?'

Mengirim puisi diam-diam bukan gaya Armon. Dia lebih suka mengutarakan segalanya secara langsung, 'Ngga gentle!' menurutnya. Tapi kalau bukan pacar sendiri yang mengirim puisi pujian seperti ini, lalu siapa lagi?

"Pujian, kamu bilang?" Armon malah balik bertanya ketika Zetta bercerita tentang post it di ujung sepatunya siang ini.

"Ya, kan aku dibilang harum, pujian, kan? Pacar sendiri aja ngga pernah bilang aku harum," Zetta mendapat kesempatan merajuk.

"Kamu harum. Udah, kan?"

"Ih, romantis dikit, napa," satu cubitan yang lebih mirip tusukan mendarat di pinggang Armon.

"Kaya gitu dibilang romantis. Coba baca lagi. Kamu dibilang 'mawar di tepi kebun'. Di tepi, Zetta Sayang, berarti terpinggirkan. Apanya romantis? Buatku, kamu mawar yang mewarnai hatiku," sok romantis.

"Gombal!"

"Lah, puisi dari orang ngga jelas dibilang romantis. Pujian dari pacar sendiri dibilang gombal. Salahku apa???" lanjut makan tahu bulat.

Zetta terdiam, menatap post it merah muda di tangan. 'Yeah! Kenapa harus sibuk dengan orang ngga jelas.' Satu sentilan melayangkan post it merah muda ke lantai.

Bel berbunyi, jam istirahat usai sudah. Armon membawa sisa tahu bulat untuk persediaan di kelas. Jam pelajaran berikutnya Matematika, sama dengan 90 menit penuh berlari bersama angka. Jelas-jelas butuh energi lebih, 'Lari sendiri aja capek, apalagi lari sama angka, dobel capeknya. Capek lari dan capek liatin angka.'

Seorang lelaki memungut post it merah muda di lantai. Ekor matanya mengikuti Zetta sampai hilang di koridor kelas 1.

***

Di lantai dingin,

kau tinggalkan aku bersama angin.

Puisi lagi, dua baris lagi. Kali ini di mejanya.

"PR Fisika, dong, plis," Lily langsung menghadap dengan wajah mengharap belas kasihan.

"Gue blom bikin," Zetta meletakkan post it biru muda di meja dan langsung duduk, bersiap mengerjakan PR Fisika.

"Wow! Haiku!" mata Lily berbinar menatap post it di meja, "Armon bisa bikin haiku juga?"

Zetta mengernyit, tak mengerti, "Haiku apaan?"

"Puisi Jepang, cuma dua baris doang. Biasanya ngomongin perasaan. Tapi isinya daleeeemmm. Keren, ya orang Jepang. Bisa ngomongin tentang perasaan yang daleeemmm cuma dengan dua baris!" kalau Lily sudah bicara tentang Jepang, bisa panjang kali lebar kali tinggi. Andai ada dimensi keempat, Zetta yakin, penjelasan Lily akan sampai kesana juga.

"Jadi yang nulis ini, pasti tahu Haiku, ya?"

"Pastinya."

"Berarti anak Klub Jepang, dong?"

"Bisa jadi."

"Siapa?"

"Meneketehe!" Lily mengangkat bahu dan mulai membaca soal nomor 1.  

Mawar Di Tepi KebunWhere stories live. Discover now