Sejarah

3.8K 185 8
                                    

Puluhan tahun yang lalu, seorang gadis penyihir klan Queen Māg, klan penyihir terkuat, jatuh cinta kepada seorang pria penghianat dari bangsa peri.

Diujung tebing perbatasan antara bangsa peri dan penyihir menjadi saksi bisu pertemuan antara dua ras berbeda itu. Mata hijau terang nan bulat menatap dalam mata biru bak lautan yang penuh akan kesedihan, berusaha menembus bagian terdalan jiwa sang empedu.

"Apa yang kau cari?" Tanyanya dingin, mata birunya menatap tajam gadis itu, namun tak dapat melahap tatapannya.

"Kenapa kau ada disini?"

"Menurutmu kenapa yang mulia Caley?" Ujar pria itu dengan seringaiannya. Bulu kuduk gadis itu, Caley, meremang karena rasa takut yang sekejap menyambarnya.

"Tidak, aku hanya melihat" jawabnya asal dengan mengalihkan arah pandang matanya.

"Melihat? Apa yang ingin anda lihat di jurang itu?" Ujar pria itu dingin

Caley terdiam, iya kembali menatap pria diujung sana dengan mata hujaunya, sedih, marah, kecewa, terlukis didalam mata biru tersebut, membuat hati Caley tersentuh, rasa ingin melindungi muncul didalam benaknya.

"Jarak"

Pria itu mengangkat wajahnya, memandang Caley yang juga menatapnya.

"Tebing itu, adalah jarak, memisahkan antara aku dan kau, tebing itu, membuatmu jauh."

Kerutan dalam muncul didahi pria itu, ucapan gadis disebang tebing itu terlalu ambigu untuknya, namun hatinya terasa hangat secara mendadak.

"Andai ada jembatan disini, maka aku akan bersedia berjalan kearahmu dan duduk disampingmu" tambah Caley dengan senyum hangatnya.

"Bukankah ini adalah perbatasan? Karna itulah tebingnya begitu dalam dan besar. Bangsamu dan bangsaku, sudah sejak dulu membuatnya" ucap pria itu

Caley mengerutkan keningnya "Ohya? Jika aku membuat jembatan, apakah ini bukan tebing lagi?" Tawa cekil muncul dari bibirnya "tetap tebing bukan? Aku hanya menambahkan aksesoris, agar wujudnya tidak semengerikan itu" lanjutnya dengan senyum lebar.

Pria itu terkekeh pelan "menarik, tapi kurasa, jembatan terlalu lama, bagaimana dengan terbang?"

Caley mengerutkan bibirnya "kau tau sendiri aku tidak bisa terbang" ucapnya sebal

"Ohya? Kalau begitu, aku saja yang menghampirimu" dengan sekejap sayap muncul dikedua punggung pria itu, kilauan emas berpendar disekitar sayapnya yang panjang dan runcing.

Caley memandang terpesona akan pandangan jauh didepannya. Pria itu mulai terbang menyebrangi tebing dengan santainya, tak ada satu katapun yang keluar dari mulut Caley hingga pria itu berdiri tepat didepannya.

"Hai yang mulia Caley, perkenalkan, aku Robby Anggel, dari bangsa peri" ucap pria itu, Robby, dengan senyum lebarnya.

Masih dengan wajah kagumnya, Caley mengangguk pelan, "Caley Larmond" gumamnya tanpa sadar.

"Sejak saat itu, ibu dan ayah menjadi dekat, banyak hal yang kami lalui, bangsa penyihir menerima ayahmu dengan lapang dada, tetapi bangsa peri tidak pernah melupakan ayahmu, nama penghianat dan pemberontak tak pernah hilang dari Robby. Bagi bangsa peri, ayahmu tidaklah pantas hidup. Dan untuk kedua kalinya, bangsa penyihir dan bangsa peri membuat sebuah jarak."

Caley menggela napas, ia menolehkan pandangannya, menatap putrinya yang hanya diam mendengar cerita masa lalunya.

"Tak lama setelah itu, kami memilikimu, seorang putri dengan darah dua ras yang bercampur didalamnya." Caley mengangkat tangannya, mengelus pelan puncak kepala Ryris, "kau begitu kuat, banyak kemampuan yang tertanam didalam tubuhmu, karna itu, bantulah ibu memenangkan perang ini, maka kita akan menjadi yang tertinggi" senyum lembut terukir dibibirnya, mengakhiri ucapannya.

Ryris menatap dalam ibunya, mata yang serupa sepertinya itu menatap dengan semangat yang begitu besar. Membuatnya bertanya tanya, apa yang harus ia lakukan?

Caley kembali mengelus lembut rambut putrinya "tidak perlu terlalu dipikirkan, ibu akan membantumu" ucapnya menjawab tarapan bingung putrinya.

Keheningan menghampiri Ryris tepat setelah ibunya meninggalkan ruang baca dengan senyum lembutnya.

Helaan napas keluar dari mulutnya, ia sungguh tidak bisa memahami situasi yang ada saat ini, banyak hal yang masih tidak ia ketahui.

Kembali helaan napas keluar dari mulutnya, iya memejamkan mata, mengistirahatkan sejenak pikirannya yang kacau.

"apa yang harus kulakukan?"

=_=_=_=

"Terima kasih atas kerja samanya tuan Hery"

"Tentu Mixander, senang bekerja sama denganmu"

Hery, sang raja Vampir menunjukan taring runcingnya membalas senyuman Xander. Mereka berjabat tangan untuk mengakhiri perbincangan mereka.

Xander berbalik dan berjalan pergi melewati gerbang tinggi milik istana Vampir. Ia mengangguk pada John yang berdiri siaga tak tauh didepannya, memberi tanda bahwa mereka harus segera pergi.

"Apa yang harus kita lakukan setelah ini?" tanya sang Beta dengan serius.

"Untuk saat ini kita akan kembali ke Goldmoon Pack" Xander berbalik, melihat kearah istana besar Vampir "Kita harus bisa menemukannya"

Segera ia beralih menjadi Rex diikuti yang lainnya dengan tubuh serigala masing-masing.  Mereka berlari kencang menembus pepohonan lebat dengan Rex yang memimpin mereka dan Joy, serigala milik John, tepat berada dibelakangnya.

Tak butuh waktu lama mereka telah sampai diperbatasan negri Vampir, namun Rex tiba tiba saja menghentikan larinya, membuat para warior dan sang beta ikut berhenti dan memandang  bingung sang  pemimpin.

"Aku menciumnya" mindlinknya pada yang lain, menimbulkan tanda tanya pada mereka.
Joy yang merasa bingung mengenduskan hidungnya keudara, mencari sendiri jawaban atas tingkah sang Alpha.

Bau pepohonan khas dihutan masuk kedalam penciumannya, namun kerutan muncul didahi joy saat ada bau pohon pinus bercampur bunga tulip yang tak asing menusuk penciumannya, membuatnya seketika fokus dan mencari-cari bau itu.

Rex menoleh kearah kiri dan kanan, menelusuri hutan dengan mata emasnya, hidungnya mengendus kuat, berusaha mencari asal bau yang dirindukannya. Namun seketika kekecewaan menyerang jiwanya saat tak ada lagi bau yang ia inginkan masuk dipenciumannya.

Bersama kegelisahan hatinya ia terus berusaha mengendus, menemukan barang sedikit bau yang sangat ia kenal dan ia puja. Namun sia-sia, ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Bau itu hilang tak berbekas layaknya agin lalu, muncul hanya bagikan mimpi.

Joy menatap Alphanya, memberi tanda bahwa ia juga tidak merasakan bau itu lagi. Kembali Rex menoleh sekeliling dengan tatapan kecewanya. Menyerah, ia tahu bahwa saat ini ia tidak akan mendapatkan apapun jika ia bertindak gegabah.

Dengan perasaan kecewa Rex dan anggotanya meninggalkan hutan milik bangsa Vampir itu, melewati perbatasan dan masuk kedalam hutan bangsa Wolf. Namun tanpa mereka sadari, dibalik salah satu pepohonan hutan milik bangsa Vampir, seorang pria dengan baju panjang dan topi runcing hitam dikepalanya menatap tajam kearah mereka dengan pandangan perasaan kesal.

Ia menghilangkan sihir kecil yang sendari tadi melayang diatas telapak tangannya. "Mereka tidak terpengaruh sihir pembau miliku" cicitnya kesal

Kembali ia mengucap sebait mantra, memunculkan cahaya redup ditelepak tangannya. "Tuan muda Mixander tidak terpancing, yang mulia" lapornya pada seseorang ditempat yang berbeda melalui cahaya ditangannya.

"Tidak apa, Deni. Kembalilah" sahut seseorang tersebut. Deni mengangguk pelan diiringi ahanya ditangannya yang ikut menghilang. Untuk yang kesekian kalinya, ia mengucap kembali sebait mantra yang berbeda dan tubuhnya hilang didalam kepulan asap putih.

=_=_=

Vote, comen, next>


She is Soulmate the AlphaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora