Pengakuan

161 4 1
                                    

Masih ingat awal dari bagian Baru itu?

"Sudah berapa lama ya, sejak hari itu aku rasa ada yang berbeda dengan hari-hari penuh belenggu sebelumnya. Terima kasih, belenggu itu hilang olehmu."

Kau dan segala cerita ini, adalah saksi atas adil Tuhan.
Kamulah jawaban atas tanda tanya di wajahku.

"Kamu adalah kamu. Kita ada untuk jadi saksi atas rencana-Nya."

Lalu bagaimana denganku?

"Aku menyukaimu, dan tak ada yang bisa kulakukan untuk itu."

Ketakutan lawas menjadi alasan bagiku untuk tetap diam, melanjutkan hubungan kita tanpa kejelasan.

"Itu lebih baik daripada aku harus kehilangan dirimu untuk selamanya."

Kamu tahu?
Kurasa berdiri di sisimu sebagai teman bukan pilihan buruk.

"Bahagiaku sederhana."

Selagi berbohong berpura-pura bahwa semuanya sudah cukup, ada rasa yang tak mau hilang.

Tahu kenapa? Itu karena kita masih punya waktu, masih ada kesempatan.

"Inilah darah muda. Begitu berapi-api menolak untuk diam."

Inilah kenyataannya, pilihanku hanya satu. Mengakuinya. Mengakui bahwa aku menyukaimu, Mengakui bahwa kamulah yang kuinginkan.

Bagaimana denganmu?

"Aku tahu, kamu menyukai-nya. Meski kamu tak pernah bilang, aku tahu itu. Tidak apa-apa, barangkali bukan aku yang terbaik."

Pergilah, kejar dia. Biar aku menunggumu disini.

"Jaga dirimu baik-baik. Ada yang menunggumu pulang."

Barangkali kamu ditelan kecewa karenanya, jangan lupa menoleh ke belakang. Pastikan aku ada di sana.

Jika saat itu benar-benar datang, semoga kamu mengerti arti keberadaanku. Lalu pergi denganku menjalani adil Tuhan itu.

Terima Kasih.

MonologWhere stories live. Discover now