Bermain Peran

111 5 1
                                    

"Akhir seperti apa yang kita harapkan?"

Hari itu aku mengakui perasaanku, sekaligus mengucap pamit undur diri. Tahu kenapa? Disana bukan tempatku. Aku tersisihkan. Kamu sendiri yang tidak pernah yakin dengan pilihanmu.

Aku atau dia?

Kamu kira aku akan tetap bertahan padamu? Berharap aku akan tetap di sana sebagai pilihan kedua? Berharap dengan begitu, kamu tidak perlu repot-repot menyakitiku dengan penolakan mentah begitu?

Atau aku yang sok tahu?

Jangan pura-pura baik. Aku tidak menganggapmu jahat atau apa, rasanya percuma aku dibuat mati suri olehmu.

"Kamu tergila-gila olehnya. Apapun yang aku lakukan tidak akan mengubah apa-apa."

Apalagi yang bisa aku lakukan? Tidak ada. Lalu apa? Aku hanya bisa jujur pada diriku sendiri, lalu pamit undur diri. Dengan begitu, hari ini ada karena tindakanku.

Sekarang, apa yang kamu harapkan?


Maaf untuk semuanya. Baik aku maupun kamu, sama-sama tersakiti disini.

Maaf sudah membuatmu menanggung semuanya.


Jangan begitu, aku tau aku begini karena kamu, tapi jangan meminta maaf. Kamu sendiri jadi begitu karena dia.

"Lalu siapa yang akan meminta maaf padamu? Dia?"

Percuma, dia tidak akan datang untuk sebuah maaf. Kamu tahu? Semuanya terasa tidak masuk akal, semuanya menjadi campur aduk. Repot sekali rasanya memilah siapa yang salah disini.

"Semua kegilaan ini, lebih baik diakhiri. Masih ada akhir yang perlu kita capai. Jangan berpikir bahwa semuanya sudah berakhir."

Jadi bagaimana? Akhir seperti apa yang kamu harapkan?


Kamu tahu? Sejak dia pergi, belenggumu begitu mengikatku. Aku tidak tahan, aku bersyukur bisa bertemu denganmu hari ini.

"Aku benar-benar minta maaf. Semuanya pasti terasa sulit selama kepergianku."

Aku benar-benar menyesal, aku akui bahwa semua asumsi mu benar. Kupikir dengan mengesampingkanmu, kamu bisa tetap di sisiku meski hanya sebatas teman. Aku terlalu keras kepala, dengan begitu kupikir semua akan tetap baik-baik saja walau aku memilih dia.

Kamu tahu kenapa? Kupikir, kamu tidak akan punya nyali untuk jujur pada dirimu sendiri. Kupikir, kamu tidak akan berani menyatakan perasaanmu padaku. Ternyata aku salah, hari itu kamu tiba-tiba mengakui perasaanmu. Lalu apa? Kamu pergi.

Sejak hari itu, memang benar aku memilih dia. Tapi rasa bersalah ini selalu ada.

"Dan dia pergi, tinggal aku sendiri. Demi siapa aku sampai begini? Aku membuang semua tentang kita."

Entah kebetulan seperti apa ini, hari ini aku bertemu denganmu. Dan kamu masih mau berbicara dengan ku.

Maaf.

Setelah semuanya, apa kamu masih mau memperbaiki cerita kita? Apa hatimu benar-benar mampu memaafkan aku?


Tidak perlu meminta maaf, semuanya sudah terjadi. Dan aku masih disini. Bukan karena kuat, aku sudah lupa rasanya sakit.

"Aku menyerah pada konspirasi ini. Aku menolak untuk peduli pada diriku."

Aku sudah memaafkanmu, terlepas dari siapa yang salah aku menolak untuk peduli. Kamu ingat? Hari itu aku berharap kamu kembali dan menjalani adil Tuhan bersamaku.


Jadi setelah semua ini, sebenarnya dari awal kamu berharap akan jadi seperti ini?


Entahlah, kurasa iya.


Kamu memang jahat.


Terserah. Aku begini juga karena kamu.


Jadi, maukah kamu
memperbaiki cerita kita?

ーfin.

MonologWhere stories live. Discover now