5

10.6K 1.6K 68
                                    

Jena memilih sebuah restoran tempat biasa dia datang. Dia duduk di meja berhadapan dengan Kayla. Makanan sudah terhidang di hadapan mereka.

"Jadi Kay, apa kamu ada rencana buat merancang gaun pengantin?" tanya Jena. Kayla terdiam mendengar itu. Hatinya kembali nyeri mendengarnya.

"Iya. Aku baru akan mencoba," jawab Kayla. Dia berusaha untuk menormalkan detak jantungnya yang menggila dan terasa nyeri. Berusaha terlihat biasa saja walaupun dalam dirinya ada yang memberontak.

"Bolehkah aku jadi orang pertama yang memakai gaun pengantin rancanganmu? Soalnya, dua bulan lagi aku akan menikah. Dan aku yakin, gaun pengantin rancanganmu akan sangat indah." Jena berucap dengan berapi-api. Bukan tak menyadari, Jena jelas sangat tahu kalau ekspresi wajah Kayla menahan perih dan sakit. Mungkin, perih dan sakit di hatinya.

"Aku belum tahu apakah aku bisa atau tidak," balas Kayla. Jena mengangguk pelan tanda paham. Dia lalu menyeruput jus jeruknya dengan gerakan santai dan tenang.

"Kayla, aku ingin membicarakan tentang Raffa. Kuharap kau mau mendengarkan," ucap Jena memulai pembicaraan khususnya.

"Tak perlu. Aku tak perlu mendengarnya," jawab Kayla tegas. Tetapi, Jena menggeleng.

"Kamu harus mendengarkannya," ucap Jena tak mau kalah. Dia menatap Kayla dengan serius.

"Kay, sepertinya kau keliru tentang apa yang kau lihat. Asal kau tahu saja ya, aku dan Raffa itu gak ada hubungan apa-apa. Kami hanya sebatas adik dan kakak saja. Tidak lebih," ucap Jena langsung sebelum Kayla memotong ucapannya.

"Haruskah aku percaya? Bahkan aku masih ingat bagaimana kerasnya usahamu untuk mendapatkan perhatian Raffa dulu," balas Kayla sinis. Jena menatap Kayla cukup lama. Sampai akhirnya dia mengangguk pelan dan kembali menyeruput jus jeruknya.

"Aku akan bercerita padamu. Dan kau harus mendengarkan ceritaku," ucap Jena.

"Saat mendengar kabar perceraianmu dengan Raffa, jujur saja aku merasa bahagia. Aku merasa punya kesempatan untuk bisa bersama Raffa. Segala usaha aku lakukan agar bisa menarik perhatian Raffa. Mula-mulanya, Raffa menolak. Namun, setelah beberapa minggu, akhirnya aku dan Raffa menjalin hubungan." Jena memulai ceritanya. Dan hati Kayla semakin perih mendengar itu. Baru beberapa minggu bercerai darinya, Raffa sudah mendapatkan pengganti. Rupanya, dia memang sudah tak penting lagi bagi Raffa.

"Aku senang tentu saja. Hari-hari aku lewati dengan perasaan bahagia. Walaupun aku tahu, kalau sebenarnya Raffa belum sepenuhnya melupakanmu. Dia masih mencintaimu. Tapi, aku bertekad akan menggantikan posisimu di hatinya."

"Dua sampai tiga bulan aku masih berusaha mendapatkan hati Raffa. Hingga setelah enam bulan, aku mulai jenuh karena Raffa tak kunjung berubah. Puncaknya, saat dia terkena sakit tyfus. Setiap tidur, dia selalu mengigau. Dan namamu lah yang dia sebut. Bukan namaku." Jena menengok ke arah jendela. Sambil mengenang apa yang pernah terjadi padanya.

"Dan saat itu pun aku sadar kalau posisimu di hati Raffa tak pernah berubah. Kehadiranku selama enam bulan pun sia-sia karena hanya nama kamu yang terukir di hatinya. Berat memang untuk merelakan. Tapi, aku pun berusaha menjauhi Raffa. Tak enak rasanya jika terikat dalam hubungan dan pasangan kita masih tak bisa melupakan masa lalu."

"Aku pun cukup lama untuk bisa move on dari Raffa. Dan saat aku masuk kuliah, aku bertemu seseorang. Laki-laki yang ramah dan humoris. Yang membuatku jatuh cinta untuk kedua kalinya." Raut wajah Jena berubah jadi cerah. Dan entah kenapa, ada sedikit rasa lega di hati Kayla saat tahu kalau ternyata Jena bukanlah tunangan Raffa.

"Dia Alvin. Sahabat Raffa. Orangnya humoris dan asyik. Aku pun jatuh cinta padanya. Tiga bulan yang lalu kami tunangan. Dan dua bulan lagi kami akan menikah." Dengan riang, dia memamerkan cincin di jari manisnya pada Kayla.

"Jadi, sekarang hubunganku dengan Raffa hanya sebatas kakak dan adik. Sebenarnya, aku tahu kalau Raffa sering merasa terpaksa saat pergi mengantarku. Namun, dia menghormatiku sebagai tunangan sahabatnya. Tak lebih."

Kayla diam dan mendengarkan cerita Jena dengan seksama. Ada rasa lega di hatinya. Ada juga rasa bersalah terhadap Adam karena perasaannya yang belum sepenuhnya terlepas dari sosok Raffa.

"Kamu tahu, Kay? Raffa berubah drastis setelah bercerai darimu. Dia jadi sering sakit karena terlalu banyak pikiran. Dan yang dia pikirkan hanya kamu. Berkali-kali aku mendapatinya menangis di kamar dan di balkon sambil menatap foto pernikahan kalian. Aku tak bisa melakukan apa-apa selain berusaha menghiburnya. Walaupun tersenyum, nyatanya hati Raffa selalu diliputi kesedihan. Dia menyesal, Kay. Dia menyesal telah mengkhianatimu," ucap Jena. Kayla langsung memalingkan wajah mendengar itu. Entah kenapa hatinya bertambah sakit mendengar itu. Tanpa bisa di tahan, air mata pun meluncur dari sudut matanya.

"Dia menyesal karena perbuatannya sendiri," ucap Kayla dengan suara serak dan bergetar.

"Aku tahu. Raffa memang salah. Karena perbuatannya, kamu sampai keguguran. Dan dia memang pantas merasakan penyesalan tak berujung itu. Anggap saja, itu karma. Hukum sebab-akibat yang akan selalu berlaku." Jena berucap dengan tenang dan santai.

"Melupakan memang sulit. Aku tahu itu, Kay. Aku hanya berharap kamu bisa memaafkan Raffa sepenuhnya. Karena kupikir, dengan kau memaafkannya, beban hati Raffa karena penyesalan akan sedikit berkurang." Kayla masih diam tak membalas semua ucapan Jena.

"Maaf jika aku terlalu ikut campur. Aku hanya ingin yang terbaik untuk Raffa, juga untukmu."

"Yang terbaik bagiku adalah tak mengenalnya lagi."

"Itu bagimu. Tidak menurut hatimu."

"Kamu tak tahu apa-apa tentang diriku." Kayla mulai geram. Dia marah mendengar semua ucapan Jena. Padahal, pada kenyataannya, apa yang dikatakan Jena tak sepenuhnya salah.

"Aku pulang duluan." Kayla langsung pamit. Dia bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan meja yang barusan dia tempati. Jena pun hanya diam sambil memandangi kepergian Kayla.

"Hati tak akan pernah bisa berbohong, Kay. Membohongi hati sama dengan membohongi dan menyakiti diri sendiri." Jena bergumam. Dia pun langsung menghabiskan makanan dan minumannya. Setelah selesai, dia membayar pada pelayan. Dia pun bersiap untuk segera pergi. Rasanya, dia sudah tak sabar untuk bertemu Raffa. Dia ingin tahu apa yang akan Raffa lakukan setelah bertemu dengan Kayla.

Jena mengaku dia pernah melakukan kesalahan dengan mencoba menghancurkan rumah tangga Raffa dan Kayla. Namun, kini dia sudah mendapatkan cintanya sendiri. Dan dia harap, Raffa pun bisa ikut bahagia seperti dia dan Alvin. Ya, semoga saja bisa.

_______________________________________

Hai hai...
Bagaimana???
Jangan lupa vote dan komennya ya..

Second ChanceWhere stories live. Discover now