Tikus-Tikus Berdasi, Pejabat Bukan?

9 1 0
                                    

Tiga jam kemudian, tugasku sudah selesai semua. Aku juga sudah belajar IPS dan menata semua perlengkapan sekolahku untuk besok di tas ransel biru favoritku.

"Akhirnya aku bisa rileks. Rebahan, ah." 

Kulihat jam dinding kamarku yang menunjukkan pukul 9 malam.

"Hmm, masih jam 9. Ngapain, ya? Oh, ya, nyanyi saja!" 

Aku berpikir untuk menyanyi sambil diiringi gitar. Kata orang, musik bisa membuat tubuh lebih rileks. Biasanya aku kontra, tapi kali ini aku setuju saja karena faktanya gitu, aku bisa merasakannya sendiri! Aku langsung turun dari kasur dan mengambil kantong berisi gitar yang tergantung di dinding. Lalu duduk lagi di kasur.

"Main lagu apa, ya? Lagu mallow? Tapi, kok lagi ngga mood main lagu gitu, ya. Oh, gimana kalau lagu "sindiran pejabat" yang kemarin aku denger itu. Ya, ya, boleh juga." 

Maksudku adalah lagu yang dinyanyikan seorang anak pengamen yang dikirimkan bunda lewat WhatsApp. Liriknya sih sederhana, tapi sangat mengena bagi yang mendengarnya dengan cermat. Nadanya juga berasal dari lagu yang dinyanyikan band Koes Plus, band lama favorit kakekku di Solo. Lucu, deh. Coba aku nyanyikan. Eh, tapi ayah-bunda-adek sudah tidur sepertinya, tidak ada suara dari luar kamar soalnya. Ya sudah, pelan-pelan saja. Tanganku sudah siap memetik senar. Aku menghirup nafas dan mulai menyanyi.

Kolam Susah

(Nada : Kolam Susu, Koes Plus)

Bukan lautan, hanya kolam susah

Indonesia selalu banyak masalah

Dari kasus KKN sampai narkoba

Dari Maluku sampai malu semua

Orang bilang tanah kita tanah surga

Kok korupsi dan kolusi membudaya?

Orang bilang negeri ini reformasi

Masih banyak tikus-tikus berdasi

Ini salah siapa? Ini dosa siapa?

Anda tak bisa jawab, kami pun geleng kepala

Coba anda tanyakan, sama tukang teh kotak

Apa itu teh kotak? Teknologi bodo dan botak

Selesai. Aku jadi kepikiran lagi sama isi lagunya. Bener-bener mengena gitu. Lagu ini menurutku sebagian besar fakta, tapi sifatnya juga masih "pendapat", karena hanya perorangan dan tidak resmi. Hah. Tapi ada satu kalimat yang dilihat secara langsung berupa pendapat, tapi faktual, menurutku sih. "Masih banyak tikus-tikus berdasi". Ya, yang dimaksud tikus di sini adalah para pejabat yang korupsi. Pejabat kan berdasi, dan korupsi itu seperti tikus yang suka mengambil yang bukan miliknya. Jadi, ya pejabat yang suka korupsi, lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan bangsa dan negara. Masih banyak pula di Indonesia. Banyak kasus pejabat, bahkan menteri yang dipenjara karena korupsi. Kalau gini terus, Indonesia kapan majunya?

"Eh, sudah jam segini, tho. Ya udah lah, tidur dulu. Besok kan sekolah, harus bangun pagi." 

Dan aku pun tidur, mengumpulkan energi untuk besok. Siapa tahu ada yang bisa dikritik lagi, hehe. Selamat malam.

Kurasakan hangatnya sinar mentari pagi menerpa wajahku. Hanya sedikit cahaya sudah bisa membangunkanku. Sepertinya aku lupa menutup selambunya kemarin malam. Sebenarnya, akan sangat nyaman kalau aku tidur lagi. Tapi, tidak! Aku harus bangun untuk sekolah. Semangat Dhea!

Aku segera bersiap-siap untuk sekolah, mandi dan sarapan, seperti biasa. Aku diantar ayah naik mobil ke sekolah, seperti biasa. Aku menyalimi bunda dan segera menuju mobil. Ayah pun segera menjalankan mobilnya. Semua berjalan seperti biasa. Tetapi hari itu, hal yang sangat tidak terduga terjadi. Untuk pertama kalinya, aku merasakan secara nyata, sesuatu yang dinamakan ketidakadilan, yang akan mengubah pandanganku untuk seterusnya.

Hanya Opini (Alexandrena, 9D, 3)Where stories live. Discover now