Masalah Kepribadian : Akhir Kata Opiniku Padamu & Dunia

12 1 0
                                    

Aku tidak paham dengan jalan pikiran orang Surabaya, atau mungkin Indonesia, atau mungkin semua manusia di dunia. Tepatnya, aku tidak yakin lagi kalau aku paham, atau mungkin tidak paham lagi. Aku pikir, selama ini aku selalu benar, karena selalu memandang semua hal dan semua persoalan dari dua sisi. Namun ternyata aku salah. Dua sisi itu bercabang-cabang lagi menjadi sisi-sisi lain. Bingung? Aku juga. Seperti seseorang yang punya kepribadian ganda. Sebenarnya, bukankah setiap orang seperti itu? Hanya saja, namanya hanya satu. Semua kepribadian itu masing-masing muncul pada peristiwa-peristiwa yang sesuai. Kamu jadi pintar kalau ingin dapat nilai bagus saat ulangan, kamu jadi pemarah saat hal-hal yang terjadi tidak sesuai keinginan, kamu jadi ramah kalau lagi ingin punya teman. Jadi, manusia jadi punya kepribadian ganda kalau sedang menginginkan sesuatu.

Tapi jika teori ini aku hubungkan dengan ayahku, jadi tidak nyambung. Aku mulai dari Pak Budi. Beliau sengaja bersikap ceroboh, supaya tertabrak, supaya dibayarkan uang rumah sakitnya, supaya mendapat uang sanksi ayah dari polisi? Atau memang beliau ceroboh? Atau beliau tidak sengaja-sengaja bersikap ceroboh karena tidak sadar dengan kepribadiannya sendiri? Oh ya, Pak Polisi. Pertama kalinya aku berurusan dengan penegak hukum. Aku tidak ingin menyinggung kepolisian atau negara. Aku hanya ingin menekankan bahwa tindakan Pak Polisi kemarin itu, aneh. "Pelaku" sudah terbukti tidak bersalah, tapi ketika "pelaku" meminta hukuman berupa sanksi, dihukum juga. Gimana sih? Kok nggak konsisten. Mungkin buat menambah kas kepolisian ya, tidak, mungkin untuk dirinya sendiri. Yang jelas, uang itu tidak akan diberikan ke Pak Budi. Yah, padahal sudah berharap Pak Budinya. Haha. Aku harap tidak semua polisi seperti itu. Aku yakin polisi lain lebih tegas dan serius menangani kasus lain, semoga.

Lain halnya dengan ayahku. Sikap dan kepribadian ayah muncul bukan karena menginginkan sesuatu, tapi untuk memberikan sesuatu. Maksudku, ingin memberikan sesuatu. Bersikap patuh untuk memberi rasa percaya. Berbohong untuk kebaikan. Yah, mungkin ini pandangan satu sisi lagi, tapi aku tidak peduli lagi. Intinya, kalau setiap orang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri, kepribadiannya, dan hasratnya, dunia ini akan kiamat dengan sendirinya. Ya, merencanakan kehancurannya sendiri. Bagus.

Sepertinya ada beberapa pernyataan yang dapat direfleksikan. Untukku dan untukmu. Setiap orang, terutama yang menganggap dirinya orang desa dan kota harus menjauhkan stereotipe tak berdasar dan belajar memahami satu sama lain. Setiap orang yang menganggap dirinya generasi milenial, terutama kids jaman now harus lebih banyak bersikap sopan, peduli, dan lebih banyak belajar, apapun itu. Setiap orang yang membuat konten negatif untuk "cepat kaya" harus menyadari kesalahannya dan kembali ke jalan yang benar. Setiap pejabat yang merasa dirinya korupsi harus cepat bertobat dan tidak melakukannya lagi. Setiap orang yang merasa bingung dengan kepribadiannya, setidaknya harus berusaha mengendalikannya. Sebenarnya, masih banyak yang harus direfleksikan dan dilakukan. Jika semua itu saja tidak dilakukan, tidak hanya Indonesia, bahkan seluruh dunia akan merasakan dampaknya. Singkatnya, kiamat. Dan menurutku, pernyataan itu tidak berlebihan.

Baiklah. Semua kata, kalimat, dan paragraf dalam cerita ini hanyalah pandangan satu orang yang terkadang hanya memandang dua sisi tanpa sisi-sisi lain yang bercabang dibaliknya. Percaya atau tidak, setuju atau tidak, itu urusanmu. Biarkan ini menjadi urusanku, karena ini hanya opini, opiniku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 19, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hanya Opini (Alexandrena, 9D, 3)Where stories live. Discover now