Tujuh - Rahasia yang terungkap

59 1 0
                                    

"Pagi Ayla,"

"Eh Kang Joshua, pagi Kang. Denger-denger penelitian Akang sudah selesai, betul?"

Joshua tersenyum seraya menyamakan langkah Ayla, "iya Alhamdulillah sudah selesai,"

"Berarti besok Akang sudah balik ke Jakarta?"

"Hemm,"

Hening. Hanya terdengar suara langkah kaki mereka menyusuri jalan setapak di tengah kebun teh.

"Ayla, aku boleh tanya hal pribadi?"

Ayla menoleh ragu, "Hal pribadi apa ya Kang?"

"Aku lihat kamu dan orang tuamu sangat dekat. Kamu pasti bahagia sama mereka,"

Ayla kembali menoleh, namun kali ini disertai dengan senyuman lebar. Sampai matanya menyipit. "Jelas atuh Kang, biarpun mereka bukan orang tua kandung saya, tapi mereka sangat sayang sama saya. Saya sangat bahagia jadi anak mereka,"

Deg. Jantung Joshua seakan terkena pukulan keras. "Maksud kamu?"

"Kata ibu teh, bapak sama ibu nemuin saya di kebun teh. Lagi nangis. Lalu diajak pulang sama ibu,"

Joshua mengerutkan dahi. "Kamu ditemuin di kebun teh Pak Purba?"

"Iya, katanya sih di perbatasan perkebunan. Tapi maaf saya lupa kejadiannya, karena itu dulu sekali. Waktu saya usia empat tahun."

Joshua menghentikan langkahnya. Otaknya me-replay kejadian 15 tahun lalu. Namun kemudian ia menggeleng. Dirinya tak boleh buru-buru menyimpulkan. Bukan tak mungkin terjadi peristiwa yang sama di tempat yang sama. ia harus segera menemui Ibu Wiyah dan Pak Anto.

"Ay, aku antar kamu pulang ya. Udah lama ga silahturahim sama bapak ibu kamu,"

Ayla mengangguk ringan.

Sepanjang jalan, Ayla banyak bercerita. Tentang masa kecil yang keras di perkebunan. Bagaimana ia sangat merindukan suasana sekolah. Di usia sembilan tahun, Ayla terpaksa berhenti sekolah karena orang tuanya terjerat renternir. Dirinya harus membantu mencari tambahan uang supaya renternir itu tidak lagi mengobrak abrik rumahnya. Untuk makan saja masih untung kalau bisa sehari dua kali. Pernah Ayla sampai menangis karena lapar, yang akhirnya membuat Pak Anto terpaksa berhutang lagi.

Joshua menahan airmatanya. Ia terus mendengarkan setiap kata yang terlontar dari bibir mungil Ayla. Dirinya tak ingin terlewat satu ceritapun. Berharap puzzle di kepalanya bisa terangkai utuh.

Butuh sekitar 35 menit berjalan kaki dari perkebunan ke rumah Ayla. Rasanya Joshua sudah tidak sabar ingin segera bertemu Ibu Wiyah dan Pak Anto. Banyak pertanyaan muncul di kepalanya.

***

"Rea, tante sama om Roy mau jemput Joshua di perkebunan. Sekalian mau silahturahim sama Om Purba. Kamu mau ikut?". Kata-kata Maya, mama Joshua, melalui hubungan telpon tadi pagi masih terngiang di telinga Rea. Ingin rasanya ia ikut, tapi masih kesal dengan Joshua yang tak kunjung menghubunginya.

Sepanjang kuliah Dasar-Dasar Logika berlangsung, pikiran Rea melayang. Ia terus menerka sedang apa Joshua sekarang? Sama siapa? Apa dia masih setia? Atau sudah ada gadis lain yang menarik perhatiannya?

"Ehem.. Rea, ikut saya sekarang,"

Rea gelagapan. Tau-tau Yudha, Dosen Dasar Dasar Logika, sudah ada di samping mejanya. Ternyata kuliah sudah selesai sejak beberapa menit lalu. Rea meruntuki dirinya sendiri. Tak satupun pelajaran tadi yang nyangkut di otaknya. Dan saat ini dia setia mengekor berjalan mengikuti Yudha.

"Kantin?" tanya Rea melihat Yudha sudah duduk santai di bangku pojok kantin kampus, bingung.

"Makan siang yuk, aku lapar."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 06, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Gadis Pemetik TehWhere stories live. Discover now