#5

36 2 0
                                    

Akhirnya kehidupan gue yang biasanya kembali berjalan seperti semula. Sekolah, ballik ke rumah, nugas dan tetek bengeknya kembali gue jalanin. Dan masalah percintaan gue masih tetep pada tempatnya, gak maju ataupun mundur sedikitpun. Gue masih dikelilingi sama cewek-cewek cantik yang membuat keimanan gue tergoda buat bisa macarin salah satu dari mereka. Atau kalau bisa gue mau macarin mereka semua. Anehnya, akhir-akhir ini gue jadi gak terlalu tertarik kepada mereka. Perjanjian antara gue dan bokap bisa dijadikan alasan, tapi entah kenapa hati gue ngerasa hal itu kurang kuat buat dijadikan alasan.

Gue terus kepikiran perkataan cewek waktu dipantai hari itu.

"Selagi masih ada kesempatan, jangan disia-siain. Hati emang gak bisa dipaksain buat berlabuh dimana."

Apalagi ditambah dengan ingatan yang samar-samar saat gue masih kecil dulu. Gue ngeliat anak kecil tersenyum kearah gue sambil bilang kalau dia sayang sama gue, dia gak mau kepisah dari gue. Tapi siapa? Ingatan gue gak sebagus itu buat mengingat muka anak itu. Selama ini gue gak pernah tau kalo gue punya temen kecil selain Fitri dan Indra. Gue juga gak pernah tau kalau gue pernah punya pertemanan yang begitu intim seperti di ingatan gue kemaren. Padahal seinget gue, gue gak pernah deket banget sama Fitri ataupun Indra.

"Rav, lo mau makan apa? Nyokap gue lagi gak ada dirumah, biar gue yang masakin."

Gue tersadar dari lamunan gue gara-gara suara Alfan yang nawarin gue buat makan.

Alfan...

Ngomong-ngomong soal Alfan, gue jadi rada curiga sama dia. Dia tau gue suka yang manis-manis, dia tau gimana caranya ngatasin keegoisan gue, dia tau kebiasaan gue, dia tau hal-hal apa aja yang gue suka, dia bahkan tau caranya nyentuh gue—

Shit.

Gue malah­­­ keinget dengan malam dimana dia ngebantuin gue ngeluarin sesuatu. Sentuhannya masih bisa gue inget dengan jelas. Lembut nan gentle. Ciumannya pun entah kenapa kerasa manis—

"Raven, lo mau makan apa? Kok malah ngeliatin gue?" tanya Alfan lagi yang berhasil membawa gue ke dunia(lagi).

"E-eh, gue terserah lo aja. Kalo enak pasti gue makan kok." Kata gue enteng.

"Oh, oke."

Alfan balik ke dapur buat masakin sesuatu. Selain jago dalam olahraga, ternyata Alfan jago juga dalam mengerjakan urusan rumah tangga. Masak contohnya. Gue pernah makan masakan Alfan dan itu diluar ekspetasi gue sebagai cowok. Enak banget sumpah! Rasanya kayak yang dibikinin sama chef profesional. Gue meragukan mukanya yang sama sekali gak cocok buat jago dalam bidang ini.

Selang beberapa menit, Alfan balik dengan membawa nampan yang berisikan dua mangkok nasi + sayur asem.

Wah, kebetulan gue suka sayur asem.

"Lo suka ini kan? Nih gue buatin yang spesial buat lo." Kata Alfan sambil naruh mangkok di meja. Setelah itu dia ngambil tempat didepan gue.

Gue menaikkan sebelah alis, "Sejak kapan, ya lo tau gue suka sama sayur asem?"

Alfan tampak mikir sejenak. "feeling mungkin?" jawab Alfan asal.

Gue mendengus ketika Alfan dengan pede nya ngomong begitu.

"Emangnya kenapa? Daah... makan tuh keburu dingin." Ucap Alfan tersenyum sambil menyendokkan makanan kedalam mulutnya.

Gue juga ikutan menyendokkan makanan dan tersenyum karena rasa makanannya kayak ngembaliin gue ke jaman-jaman dimana gue bisa makan masakan nyokap.

.

.

.

"Raven, bangun! Dah mau siang ini." Ucap Alfan lembut seraya menepuk pundak gue berkali-kali.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Playboy(s)Where stories live. Discover now