34

6.9K 1.1K 52
                                    

Jenaka tengah menunggu kepulangan Pram. gadis itu membaca buku di sofa sambil sesekali mengintip keluar jendela menunggu Pram kembali dari kantor Mahkamah Pengadilan. Pram bilang ia harus mencari tahu pergerakan keluarga Raden Panji karena desas-desusnya, keluarga Raden Panji akan membawa kasus ini ke Mahkamah Pengadilan.

Sejak kejadian hari itu, Jenaka, Pram juga Iskandar telah kehilangan jalan untuk mencari bukti baru. Jenaka sendiri masih sering mengunjungi Raden Ajeng untuk memberikan semangat. Namun ia tidak bisa mengatakan bahwa mereka tengah berjalan di tempat saat ini. Sama sekali tidak ada kemajuan.

Jenaka meletakkan bukunya sesaat. Mengapa ini sangat rumit sekali? Ia tahu bahwa terkadang sering kali ada maksud terselubung dari sebuah kasus. Sebagai seseorang yang besar dikelilingi berbagai macam kasus, Jenaka memiliki firasat kuat bahwa ada konspirasi di balik semua ini.

"Jenaka?"

"Oh, Pram?"

Jenaka terlalu sibuk melamun hingga tak menyadari kehadiran Pram yang baru saja pulang.

"Bagaimana? Apakah ada kabar terbaru?" tanya Jenaka cepat.

"Ya, kabar buruk. Persidangaan Raden Ajeng akan dimulai minggu depan. Dan saya bukan salah satu yang dilibatkan"

Pram sempat bertanya mengapa dirinya tidak dilibatkan. Sebagai seorang jaksa pribumi dirinya merasa dirinya lebih layak untuk menangani kasus ini juga. Namun ia tidak mendapatkan jawaban apa pun. Mereka hanya bilang karena ini berhubungan dengan keluarga bupati langsung, controleur menunjuk sendiri siapa yang terlibat. Memang ini lah tujuan mereka sejak awal. Ikut terlibat dalam pelaksanaan hukum para pribumi.

Pram tidak pernah merasa apa pun sebelumnya. Namun sekarang ia merasa getir. Bisa dibilang dirinya selalu berada di pihak orang-orang Belanda, tapi sekarang darah pribumi yang mengalir di dalam tubuhnya sangat tidak rela.

"Seminggu? Itu waktu yang sangat dekat. Apa yang terjadi? Lalu siapa yang akan melindungi Cantika?"

"Jangan panik, Jenaka. Wedana juga datang. Wedana ikut menyediakan pembicara untuk membela Raden Ajeng. Iskandar telah bertemu dengan pria itu."

"Wedana?"

Pram meletakkan tangannya di atas kepala Jenaka dan mengangguk.

"Saya rasa seorang ayah tak akan benar-benar mencampakkan putri satu-satunya."

Besar keinginan Jenaka untuk menemui Wedana secara langsung. Namun mengingat kemiripannya dengan Raden Ajeng, Jenaka tidak ingin menimbulkan kebingungan atau mengungkapkan identitasnya yang asli. Jenaka.

"Jadi, apakah itu artinya kita menunggu sampai persidangan dimulai?"

Pram berpikir sejenak. Aku ingin menemui Iskandar tapi pria itu tengah sibuk. Juga, kita tidak bisa bertemu dengan Raden Ajeng tanpa bantuan Iskandar. Jadi, ya ... untuk saat ini sepertinya hanya itu yang bisa kita lakukan."

"Kita tidak membicarakan apa yang terjadi pada kediaman pengrajin berlian itu?"

"Kita akan membicarakannya itu tapi nanti. Iskandar tengah menangani dan menyelidikinya. Bersabarlah."

Jenaka merasa dirinya tidak memiliki waktu sebanyak itu untuk bersabar. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Memaksa untuk bertemu dengan Raden Ajeng? Tentu dirinya juga tidak bisa melakukan itu karena Raden Ajeng berada di bawah pengawasan yang ketat.

Setiap harinya menjadi sangat sulit untuk dilalui. Baik Jenaka atau pun Pram tidak mendapatkan informasi apa pun dari Iskandar. Dan hari persidangan Raden Ajeng tinggal dua hari lagi. Keluarga Bupati, terutama Raden Jaya, adik dari Raden Panji akan mewakili keluarganya untuk meminta hukuman yang setimpal dijatuhkan pada Raden Ajeng yang masih dalam status sebagai tersangka saat ini.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang