36

6.1K 1.1K 37
                                    

Jenaka berdiri dengan resah di tempatnya. Ia sedang mendaftar tiga kursi untuk mengikuti permainan kartu. Itu adalah salah satu tempat perjudian. Ia berdoa meminta maaf kepada semua keluarganya. Dia sama sekali tidak berniat untuk berjudi. dirinya hanya mendaftarkan diri saja. Karena Jenaka tengah menyamar menjadi seorang pria, ia menuliskan nama Jetis di sana.

"Kakak, maaf aku catut namanya. Semoga ini bukan jadi bagian dari sejarah jadi kakak nggak perlu tahu kalau nama kakak aku catut di daftar tempat perjudian ya kak..," do'a Jenaka di dalam hatinya.

"Tuan Jetis, ini minumannya. Apakah Tuan butuh ruangan untuk menunggu bersama temannya?"

Jenaka berdeham untuk memberatkan suaranya.

"Tidak, saya tunggu di ruang tunggu saja," jawabnya cepat.

Jenaka dan Iskandar kemudian duduk di sebuah kursi kayu dengan bantalan busa berwarna hijau tua. Di depan mereka terdapat vas kayu dengan ukiran bunga berisikan beberapa rangkaian berbagai macam bunga lokal.

"Sekarang yang kita lakukan adalah menunggu sampai kurir itu datang," bisik Iskandar.

Jenaka mengangguk dengan gugup. Baik Jenaka dan Iskandar tetap mengenakan topi mereka meskipun mereka berada di dalam. Mereka tidak ingin ada yang melihat wajah mereka. Jauh di sebrang, tempat empat kursi yang melingkari sebuah meja kaca duduk seorang pria menunggu mereka. Pria lain berdiri di belakang. Sepertinya itu adalah tuan dan pelayannya tengah menunggu seseorang juga.

Pintu penginapan kembali dibuka. Adik kepala Pelayan itu datang dengan pekat di tengahnya berjalan ke arah dua pria penjaga penginapan. Iskandar menggerakkan tubuhnya begitu juga dengan Jenaka ketika mereka menyadari bahwa pria yang berdiri di depan mereka mengikuti kehadiran kurir pelayan itu.

Pria yang duduk di depan mereka berdiri meninggalkan penginapan begitu juga dengan pelayannya. Ternyata mereka bukanlah orang yang mereka cari. Mereka hanyalah tamu biasa.

"Jenaka, kamu masih ingat wajah yang ada di potret itu kan?"

"Ya."

"Bagus. Perhatikan dengan seksama, Jenaka."

Kurir itu berbincang sebentar agak lama dengan penjaga penginapan untuk mengulur waktu. Tak ada satu pun dari orang banyak di sekeliling mereka yang memperhatikan anak itu. Apakah mereka gagal? Mungkin rencana mereka salah?

"Sepertinya kita butuh mengevaluasi lagi-"

Jenaka memegang tangan Iskandar menyuruh pria itu kembali duduk ketika pintu terbuka. Pria tadi yang pergi meninggalkan penginapan kembali muncul. Kini mereka bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas. Wajahnya terlihat merah menahan emosi.

Itu dia! Jackpot! Mereka harus bergerak cepat sebelum pria itu meninggalkan Barataadem.

Kepala Pelayan telah menunjukkan batang hidungnya. Pria itu berjalan cepat kepada sang adik. dan menyeret adiknya untuk berlari meninggalkan penginapan.

"Berhenti! Tangkap mereka segera!" teriak Iskandar rmembuat beberapa polisi dua polisi yang menjaga mengejar keduanya ke arah pintu masuk. Jenaka dan iskandar ikut berlari mengejar. Dan saat mereka keluar dari pintu penginapan, ia melihat Pram yang memeluk tubuh adik Kepala Pelayan itu yang terjatuh di pelukan Pram.

Meskipun di luar gelap tapi cahaya terang dari penginapan membantu mereka melihat betapa banyaknya darah yang keluar dari punggung anak itu.

Iskandar dan polisi yang lain pergi berlari mencari keberadaan kepala Pelayan yang menghilang begitu saja. Pram menunjuk arah lari pria itu. Jenaka terduduk di tanah melihat anak yang membantu mereka kini tengah sekarat di pelukan Pram.

Surat Untuk Jenaka (Complete)Where stories live. Discover now