7

6.1K 1.1K 108
                                    

Bye. by Mia Smith

Flashback

1923

Seorang pria tengah menatap gedung di depannya. Tatapan tajamnya begitu dingin. Wajah tanpa ekspresi itu seperti sebuah lapisan es tipis yang siap retak kapan pun jika ada tekanan tambahan. Menciptakan tsunami maha dahsyat yang akan memporak porandakan segalanya.

Pram. Berdiri dengan setelan rapi siap untuk menjalankan tugasnya.

Desas-desus bahwa Tuan Jaksa telah kehilangan tunangannya telah tersebut meluas. Tunangan yang pernah tampak di publik. Namun yang membuat orang bingung adalah sikap Pram yang seperti tidak terjadi apapun. Pria itu memang terlihat sudah hampir tidak pernah tersenyum lagi. Tapi wajah yang bersih dan sehat, pakaian rapi juga rutinitas yang dijalankan dengan terstruktur.

Pria itu lebih terlihat seperti orang yang baru bangun dari mimpi buruk ketimbang orang yang kehilangan tunangannya.

Sejak penyerangan di rumah Wedana, semuanya jadi semakin jelas. Pram menjadi jaksa yang langsung menangani kasus Raden jaya. Ia tidak memberikan kesempatan Raden jaya untuk bernafas sedikit pun.

Kesalahan sedikit pun akan dibongkarnya, awal mula kasus pembunuhan kini merembet menjadi kasus penjualan tanah sengketa kemudian merembet hingga kasus Bupati yang menjual tanah ke Belanda. semuanya pria itu permasalahkan. Banyak orang yang bilang bahwa Pram memiliki dendam pribadi dengan keluarga Bupati.

Seorang jaksa yang selalu ramah dan terbuka kini berubah menjadi pria yang dingin tertutup.

Ia akan keluar rumah setiap pukul tujuh pagi untuk menuju kantor kejaksaan. Menyelesaikan semua pekerjaannya melakukan sidang kemudian pulang pukul lima sore. Di jam-jam tersebut tak akan ada yang bisa melihatnya lagi. Ia tak pernah lagi datang ke setiap undangan jamuan yang dikirimkan ke alamatnya.

Cantika tengah berdiri di depan rumah Pram. Gadis itu tengah memegang sekotak makanan yang ingin ia bagikan. Tangannya sudah terangkat untuk mengetuk Tapi ia teringat sesuatu. Pram memang ada di dalam tapi sampai kapan pun pria itu tidak akan pernah membukakan pintu rumahnya.

Cantika memutuskan untuk langsung masuk tanpa mengetuk. Keadaan rumah pria itu masih sama. Terlihat lebih bersih dan rapi. Tumpukan buku di ujung ruangan pun sudah dirapikannya. Hanya ada tiga buku yang tercecer. Satu di lantai dekat sofa, satu di atas meja makan dan satu agi di dekat rak buku.

Pria itu bersihkan rumahnya dengan baik tapi tidak dengan tiga buku tersebut.

Ketiga buku itu juga sudah seminggu di sana dan steiap kali Cantika atau Jati berkunjung, buku itu tak pernah dirapikan oleh Pram.

"Tuan Jaksa?" panggil Cantika yang tak melihat keberadaan Pram.

"Tuan Jaksa?" panggil Cantika dengan lebih keras.

Ia mendengar suara bergerak dari dapur. Pram keluar dengan pakaian yang rapi dan berih.

"Tuan Putri?" jawab Pram yang bingung karena Cantika berkunjung lagi. "Ada apa gerangan yang membuat Anda berkunjung lagi? Sepertinya Ini yang ketiga kali Anda berkunjung dalam minggu ini saja," jawab Pram.

Pram memperhatikan wajah Cantika yang begitu mirip dengan seseorang. Cantika adalah satu-satunya orang yang ia izinkan untuk keluar masuk rumahnya. Setidaknya dengan begitu ia tidak akan melupakan bentuk wajah Jenaka.

"Saya ingin membawa kabar bahwa... saya dan Jati telah memutuskan untuk ikut dengan Tuan Hidjo ke Den Haag. Kami akan menikah di sana," ujar Cantika dengan malu-malu.

Pram tersenyum simpul.

"Kalau begitu saya mengucapkan selamat," jawabnya singkat.

"Tuan Jaksa... tidakkah Anda ingin pergi bersama kami juga? Kami akan pergi sebulan lagi setelah urusan Nyonya Kartika sepenuhnya selesai. Jati akan melanjutkan sekolahnya di sana. Dan mungkin jika Anda ikut... Anda bisa merasa lebih baik?"

Surat Dari Pram (Complete)Where stories live. Discover now