19 (18+)

8K 982 116
                                    

Aku kasih warning 18+ buat jaga-jaga. ini masih 18 + dulu yaa, yang 21+ nya nanti tunggu aku berani nulisnyaa wkwk.

Happy reading. jangan lupa vote dna komen yang abnyak yaaa!!

Pram menyentuh kedua pipi Jenaka dan meremas kencang-kencang membuat Jenaka kesakitan. Gadis itu hampir meninggikan suaranya kembali ketika wajah Pram semakin mendekat.

Aroma laut bersatu dengan aroma parfum pria itu. sebuah kecupan seringan bulu hingga tak lama. Bahkan belum Jenaka menutup matanya, kecupan singkat itu telah berakhir. Bibirnya terasa tergelitik. Sapuan lembut itu menyisakan jejak yang dalam di hatinya.

Saat Pram tak lagi memegang pipinya, Jenaka meriah kerah pria itu. Ditariknya dengan kekuatan penuh agar Pram membungkuk. Kakinya menjijit. Namun tekstur pasir yang tidak padat membuat ujung kaki Jenaka kehilangan keseimbangan. Gadis itu hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya jika Pram tidak segera meletakan tangan di balik punggung Jenaka.

Pandangan Pram bertahan di riis hitam Jenaka yang indah. Matahari sudah hampir tenggelam sepenuhnya. Cahaya jingga menyinari wajah Jenaka untuk terakhir kalinya. Pandangannya turun untuk melihat bibir ranum gadis itu. Jenaka mengalungkan kedua tangan di leher Pram dan menarik pria itu untuk lebih mendekat.

Mereka masih berada di luar. Jenaka membalas Pram dengan sebuah kecupan di pipi kirinya. Pram memejamkan matanya untuk meresapi kehangatan gadis itu. Belasan ciuman kecil Jenaka limpahkan di pipinya. Ia ingin Jenaka melakukan hal yang sama pada bibirnya. Namun pantai adalah tempat umum dimana banyak orang yang bisa saja mengganggu mereka.

Cahaya jingga telah padam sepenuhnya. Meninggalkan Jenaka dan Pram yang kini kaki mereka telah tenggelam oleh air pasang.

Pram kembali menegakkan tubuhnya. Meraih tangan Jenaka, menggandengnya untuk kembali ke mobil. Di dalam mobil keduanya hanya saling diam. Diruang gelap dan sempit itu, Pram meraih tangan Jenaka untuk menghadapnya.

"Jenaka," panggil Pram dengan suara serak.

Pram tertawa kecil ketika Jenaka naik ke atas tempat duduk kemudian melangkah untuk naik ke atas pangkuannya. Pria itu sengaja memundurkan kursinya untuk memberi ruang Jenaka pindah ke atas pangkuannya.

"Jenaka, kita bisa cari tempat yang lebih baik dari pada tempat parkir." goda Pram. Meskipun begitu di dalam lubuk hatinya tak ingin membuang waktu untuk mencari tempat yang lebih kayak. Adrenalinnya sudah terlanjur terbakar oleh sensasi dikejar jika mereka ketahuan.

Jenaka tak mengizinkan Pram menyelesaikan ucapannya. Pram memejamkan matanya ketika tangan lentik gadis itu menyapu sisi wajahnya. Ia menerima bibir gadis itu dengan senang hati. Kedua tangannya di letakkan di atas pinggul juga punggung gadis itu. Menekan tubuh Jenaka untuk semakin melekat pada dirinya.

"Mmm... Jenaka..." Pram tak bisa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum ketika Jenaka menggigit bibirnya lembut. Tangan besarnya mendorong tubuh Jenaka untuk semakin mendekat. Lumatan lembut diakhiri dengan sebuah kecupan ringan.

Jenaka menarik wajahnya dan melihat wajah merona Pram yang ada di bawahnya. Jenaka meletakkan telunjuknya di atas bibir Pram. Mengusap kehangatan yang tersisa di sana.

"Maaf," ujar Jenaka dengan lesu.

Pram hanya tersenyum. Gadis itu tak sepenuhnya tidak peka. Hanya tidak tahu cara menyampaikan perasaannya dengan baik. Kutu bukunya sedang belajar mengangkat wjaahnya daru umpukan baris kata buku. Melihat dunia dengan cara yang canggung. Pramemamafakan Jenaka.

"Maaf juga sudah meninggikan suara hari itu."

Jenaka mengangguk. "Kamu nyeremin kalau marah. Lebih seram dari papa."

Surat Dari Pram (Complete)Where stories live. Discover now