13

5.4K 940 40
                                    

Happy reading! jangan lupa vote dna koemn dulu yaaaa, thank you ^^

***

Jenaka mendorong tubuh Pram untuk menjaga jarak.

"Aku butuh waktu, kamu bisa menunggu kan?"

Pram mengangguk dengan semangat. Pria itu memiringkan wajahnya agar bisa melihat wajah Jenaka dengan lebih jelas di bawah sinar bulan.

"Tentang Cantika. Apa yang kamu tahu tentang Cantika? Kemarin malam kamu bilang kalau kamu punya kecurigaan kan?"

"Iya. Aku memiliki kecurigaan tentang siapa pelaku sebenarnya. Mengingat... pin berlian Raden panji tak benar-benar bisa kita temukan. Bukti yang digunakan di persidangan waktu itu adalah pin berlian yang mirip milik Raden Jaya. Tapi itu tidak sama. Juga Nyonya Kartika... dia bilang bahwa semuanya terjadi karena kebetulan berada di waktu yang sama. Cantika, pelayan yang disuruh Nyonya Kartika juga Raden Jaya... mereka kebetulan ingin mengakhiri hidup Raden Panji di malam yang bersamaan. Maka dari itu konflik yang terjadi saat itu bisa saling berkaitan satu sama lain."

Jenaka memperhatikan wajah Pram yang serius menjelaskan kondisi mereka saat itu. Pria itu merk adegan dengan begitu lancar seperti dirinya memang berada di sana dalam kejadian tersebut. Jenaka semakin sulit menyangkal firasatnya. Pria itu Pram. Jelas-jelas Pram. tapi kenapa begitu sulit bagi Jenaka untuk menerimanya?

"Firasatmu benar, Pram. Cantika lah yang melakukannya."

Pram terdiam di tempat. Keheningan yang menyelimuti mereka membuat Pram jadi lebih awas. Ia menatap Jenaka untuk memastikan bahwa gadis itu sedang tidak bercanda dengannya. Cantika... rang yang mereka bela mati-matian menyimpan rahasia sebesar itu sendirian?

"Bagaimana bisa kamu tahu? Atau kamu sudah tahu sejak awal?'

Jenaka menyangkal hal itu. Ia sama sekali tidak tahu apa-apa. Cantika menyimpan semuanya seorang diri. Tangannya meremas ujung kemeja piyamanya hingga lusuh.

"Aku nggak tahu. Aku baru tahu ketika Cantika mengirimkanku sebuah kotak suratnya. Ia mengirim lewat pos untuk aku. Kotak iu disimpan di brankas kantor pos selama ini dan dikirimkan setelah waktu yang ditentukan tiba. Cantika tahu alamat rumah ini karena dulu aku pernah bercerita kepadanya. Kanu ingin melihat kotaknya?" tanya Jenaka kepada Pram.

Gadis itu bangun tanpa menunggu jawaban dari Pram. ia meraih tangan pria itu untuk segera bangun dari rerumputan dan meninggalkan buku yang baru setengah dibacanya begitu saja. Pram mengekor di belakang, membiarkan Jenaka menarik tangannya. Hangatnya jari-jari Jenaka membuat pria itu merasa bahagia.

Keduanya naik melalui tangga dan berhenti sejenak di depan kamar gadis itu.

"Um.. tunggu sebentar."

Jenaka membuka sedikit pintu kamarnya dan menyelip di sela-sela pintu seakan tidak ingin Pram melihat ke bagian dalam. Pram menunggu dengan sabar. Bibirnya membentuk senyuman ketika telinganya menangkap suara-suara gemerisik di dalam sana. Tapak kaki Jenaka juga terdengar begitu cepat seperti orang yang edang tergesa-gesa. Gadis manis itu sedang merapikan kamarnya, pikir Pram.

Setelah menunggu dengan tenang, pintu kembali dibuka. Kali ini lebih lebar sehingga Pram bisa melihat semua yang ada di dalam sana.

"Ayo, masuk. Aku mau nunjukin ke kamu sesuatu yang luar biasa."

Jenaka memiringkan tubuhnya untuk memberi jalan Pram agar masuk.

Hal pertama yang Pram perhatikan adalah deretan penghargaan yang tergantung di dinding kamar gadis itu. Sebagai seseorang yang gemar membaca, tentu Jenaka pasti akan tumbuh menjadi anak yang bperestasi.

Kamar Jenaka sendiri ternyata lebih kecil dari ukuran kamar Jetis. Ada kamar mandi dalam seperti ruang kamar yang lan. Warna cat putih gadingnya selaras dengan sprei kotak-kotak putih-pink dengan bantal yang serupa. Ia menoleh ke akan dimana terdapat meja belajar Jenaka yang terlihat penuh akan berbagai macam berkas dan peralatan kantor.

Bukan Jenaka namanya jika tidak gemar membaca. Gadis itu memiliki satu rak khusus berisikan buku-buku. Terlihat sangat penuh. Padahal di bawah, mereka juga memiliki sebuah ruangan khusus membaca. Satu ruangan penuh dengan berbagai sisi dinding dipenuhi dengan buku. Buku-buku di sana sudah terlihat seperti lapisan terluar dari dinding itu sendiri. Mengingatkan Pram akan dinding rak bukunya di rumah lama.

Jenaka berjongkok dan mengambil sesuatu dari bawah laci meja belajarnya.

"Duduk saja, aku ambilkan ini dulu."

Mengikuti perintah jenaka. Pram duduk di atas ranjang gadis itu. Sebagai seorang pria normal, duduk di atas ranjang seorang gadis tentu membuatnya gugup. Ia melihat sesuatu yang tergantung di balik pintu. Pram pun memposisikan tubuhnya ke arah lain berpura-pura tidak melihat. Jika Jenaka tahu past gadis itu akan merasa malu.

Pram tidak ingin membuat Jenaka merasa tidak nyaman.

"Lihat ini, Pram," ujar Jenaka sambil meletakkan sebuah kotak yang penuh akan benda-benda di dalamnya.

Di dalamnya terdapat tumpukkan surat yang Pram yakini adalah surat-surat dari Cantika. Jenaka mengeluarkan sebuah kotak yang lebih kecil.

"Sebelum kamu buka itu, kamuharus baca surat ini terlebih dahulu."

Pram menerima sebuah surat yang di depannya terdapat sebuah nomor. Jenaka menjelaskan jika itu adalah urutan surat yang dibuat oleh Cantika dan itu adalah surat terakhirnya. Pram membukanya dan mulai membaca. Itu adalah surat yang singkat.

Di setiap bait yang dibacanya, kerutan di kening Pram semakin banyak. Mulutnya sedikit terbuka tak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Tulis itu terukir dengan indah. Tapi tidak dengan sisinya.

Surat itu berisikan permintaan maaf Cantika juga pengakuan dosa yang selama ini dipendamnya sendiri. Dari kalimat per kalimat, Pram bisa menggambarkan situasi yang sesungguhnya. Pria itu menutup kembali masih terguncang akibat informasi yang tak pernah ia sangka-sangka.

Jenaka kemudian membuka kotak kecil lainnya dan menampakkan sebuah pin berlian berbentuk bundar dengan ukiran detail membentuk bunga. Begitu indah sampai Pram tak bisa berkata-kata. Namun indahnya berlian biru itu tercemari oleh noda merah pekat hampir kehitaman. Begitu juga dengan tusuk konde yang berlumuran noda yang sama.

"Yang selama ini kita cari ternyata ada di bawah hidung kita sendiri," gumam Pram. Jenaka menjawabnya dengan anggukkan kepala.

Awalnya dirinya juga begitu terkejut. Apalagi Cantik sejak awal hanya diam tak merespon apa-apa. Jika diingat-ingat memang gerak-gerik gadis itu sedikit mencurigakan. Selalu mengalihkan pembicaraan jika mereka sedang membicarakan kasus yang menimpanya. Dan saat itu mereka justru mengorbankan Nyonya Kartika.

"Jika saat itu kamu tahu kebenaran yang sesungguhnya apa yang akan kamu lakukan?" tanya Pram kepada Jenaka.

Gadis itu menatap mata Pram yang tajam sejenak. Ia sudah memikikkan hal ini.

"Kamu akan melakukan hal yang sama ya?"

Jenaka mengalihkan wajahnya kemudian menunduk merasa malu akan jawaban yang akan ia berikan. Meskipun begitu ia tetap mengangguk. Kala itu dirinya hanya memiliki Cantika. Ia akan melakukan banyak hal untuk membuat Cantika terlepas dari hukuman penjara.

"Tidak apa-apa. Saya bisa mengerti. Tidak ada yang benar-benar murni adil di dunia ini karena saya juga akan melakukan hal yang sama. Karena Raden Panji adalah orang yang merebut keluarga saya dengan begitu keji. Tentu saya akan melakukan banyak hal untuk menghancurkannya, Tapi sekarang semuanya sudah berlalu. Bukan waktunya untuk berkutat dengan sesuatu yang tidak bisa kita ubah."

Pram menutup kembali kotak tersebut dan mengembalikannya kepada Jenaka.

"Terima kasih sudah menunjukkan ini ke saya. Saya jadi lega."

***

Menurut kalian, ada nggak sih keadilan murni di dunia ini? Kesampingkan Tuhan yang Maha Adil. Untuk makhluk di bumi, apakah ada yang namanya adil?

Surat Dari Pram (Complete)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora