Day 3 - Mysterious Land

17 5 0
                                    

Page 4
Audrey's Journal - The Camp

Kepalaku serasa mau pecah!

Itulah yang kurasakan setelah membuka mata. Kurasa, malam sebelumnya aku teler. Begitu melihat sekeliling, aku juga melihat banyak peserta lain. Akhirnya, kami sudah berada di jantung Mysterious WGALand menurut pemberitahuan kru kapal. Aku melihat-lihat sekitar.

Oh, ini yang namanya WGALand?

Yah ... Sudahlah, aku ikuti arus saja. Kapal, kru, dan sayembara ini memang penuh kejutan sejak awal, seperti hari ini, kami tiba-tiba sudah terbangun di tempat asing. Baiklah, kuikuti saja petualangan ini.

Dengan pengeras suara, para kru mengumpulkan kami semua, serta memerintahkan untuk mendirikan tenda sebagai tempat bermalam. Perlengkapan tenda, sudah disiapkan. Peserta hanya tinggal mendirikannya.

Aku sempat terpaku selama beberapa menit, memandangi perlengkapan kemah. Ada tali tampar besae dan kecil, kain tenda, paku, palu, kayu panjang, pasak kayu.

Hmm ... Masalahnya, ini diapain???

Sejujurnya, aku tidak mempunyai pengalaman mendirikan tenda. Aku sudah pernah bercerita bahwa aku selalu bekerja sejak belia, bukan?

Jangankan mendirikan tenda, ke luar kota untuk berkemah di hutan terbuka saja tidak pernah. Aku tidak pernah menginjakkan kaki ke manapun kecuali di dalam kota Rhea. Ini memang pertama kali aku berpetualang. Mau bertanya ke kru? Takut salah bertindak.  Bertanya ke peserta lain? Entahlah, aku tidak yakin.

Yah ... Pada akhirnya, aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat yang lain.

Aku kemudian memutuskan untuk memperhatikan peserta lain terlebih dahulu dan mengikuti langkah-langkah mereka. Awalnya, mereka membuat kerangka dari kayu-kayu panjang dan tali tampar besar. Hanya kerangka sederhana, sepertinya untuk penyangga. Aku melakulan hal yang sama, meskipun aku sempat kesulitan dan ketinggalan langkah-langkah mereka. Kemudian, mereka menggelar kain tenda, lalu memasangkannya ke kerangka yang sudah dibuat tadi.

Lalu, satu per satu sisi kain tenda dipasang tali tampar kecil. Ternyata, ada beberapa kain pengait di bagian sisi-sisi kain tenda. Itulah yang digunakan untuk memasang tali tampar. Awalnya, memasang tali tampar bagian depan kain tenda, lalu mengukur panjang tali tampar untuk sampai ke tanah. Setelah diukur dan menemukan titik yang pas agar tenda bisa kokoh, pasak dipasang di titik itu dengan palu, lalu membuat simpul di pasak itu dengan kuat.

Ah, aku jadi ingat pelajaran pramuka dulu. Samar-samar aku bisa memahami langkah-langkahnya. Setelah itu, aku memasang tali tampar yang lain di sisi-sisi kain tenda dan mengulang langlah-langkah tadi. Meskipun aku tidak bisa melakulan simpul menyimpul, paling tidak, akhirnya aku bisa mengetahui bagaimana mendirikan tenda.

Daann ... setelah hampir 2 jam dengan segala kebingunganku, aku bisa mendirikan tenda dengan kokoh!

Yah ... Lumayan lah sebagai pemula. Dulu, aku memang sempat ikut kegiatan Pramuka di sekolah sebelum keluar, tapi, karena sudah lama sekali, aku tidak ingat apa yang diajarkan di pramuka.

Ah, sudahlah!

Sepertinya, sekarang ilmu kepramukaan akan berguna di sini. Aku sedang berada di alam bebas, bukan di rumahku yang nyaman dan hangat. Jadi, aku harus mengingat-ingat dulu apa yang pernah diajarkan di kegiatan pramuka. Jika memungkinkan, aku juga akan bertanya kepada kru kapal.

Kami diberi waktu cukup panjang untuk mendirikan tenda. Para kru juga baik, ada beberapa yang membantu kami. Ada juga yang masih sibuk mendirikan tenda. Namun, kulihat sebagian besar sudah selesai, bahkan teelihat lebih kokoh dari tendaku. Mereka pasti sudah berpengalaman. Sambil menunggu jadwal selanjutnya, aku duduk-duduk saja di depan tenda.

Tanpa melakukan apa-apa!

Aku memutuskan merenung saja untuk membunuh waktu. Sebenarnya, banyak pertanyaan yang bercokol di kepalaku, ingin rasanya ke sana ke mari, menceritakan banyak hal. Namun, aku takut salah langkah. Bisa-bisa, nyawaku dalam bahaya bila ketemu binatang buas, atau monster hutan kalau keluyuran sendiri atau melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan.

Ya sudahlah, aku duduk, rebahan, dan menunggu instruksi selanjutnya dari para awak kapal. Lagipula, kapan lagi aku bisa rebahan?

Di tengah-tengah perenunganku, aku kembali mengingat ibu, orang yang sangat kucintai. Aku begitu merindukannya. Aku ingin mengunjungi makamnya lagi. Jika mengingat ibu, rasanya aku ingin menyusulnya saja. Aku tidak mempunyai siapapun di dunia. Namun, di sisi lain, ada harapan yang ingin kucapai.

Lah? Maunya apa, sih, Drey?

Yah, hidup segan, mati tak mau. Mungkin itu kalimat yang cocok. Kalau bukan karena utang ayah, mungkin aku sudah hidup bahagia menikmati hasil kerjaku sendiri. Aku bahkan tidak tahu ayah masih hidup atau sudah tiada. Tak pernah ada kabar apapun. Sudah lama aku bertanya-tanya, kenapa ayah tega melakukan ini padaku? Namun, hingga kini belum ada jawaban. Setidaknya, sebelum ayah mati, ayah harus memberitahuku alasannya 'menjualku' dan menggadaikan kebahagiaan kami untuk uang.

Kalau dipikir-pikir, memang ayah menggila sejak ibu meninggal. Berutang banyak untuk judi, investasi bodong, dan lain hal yang tidak berhubungan dengan keperluan rumah tangga. Apakah dia depresi karena ditinggal orang yang dia kasihi? Seharusnya, aku juga harus menjadi bagian dalam hidupnya. Seharusnya aku juga dicintai dan menjadi alasan baginya untuk melanjutkan hidup. Apakah aku benar-benar anak kandungnya?

Ah, entahlah. Aku berharap bisa bertemu ayah sekali saja.

Kali ini, aku bersyukur bisa berpetualang sendiri. Anggap saja liburan. Toh, aku juga cuti. Namun, perasaan tak enak masih menggerayangiku. Apakah perasaan itu muncul karena ini baru pertama kali, ya? Aku tiba-tiba mengingat gagak hitam yang kutemui di pemakaman. Aku kembali bertanya-tanya, apakah dia membawakan keberuntungan atau kesialan? Semoga tidak terjadi apa-apa. Aku hanya berharap itu.

Ketika hari menjelang malam, kru kapal menyiapkan kayu-kayu besar dan minyak di tengah-tengah perkemahan. Sudah bisa diduga, itu adalah bakal api unggun. Benar saja, kru kapal meminta kami bersiap-siap untuk pesta api unggu kecil-kecilan!

Kami bertepuk tangan, sorak sorai di wilayah perkemahan. Apakah akan ada pesta lagi? Membayangkan saja, sangat menyenangkan. Banyak minuman dan makanan lagi! Kapten kapal sangatlah dermawan. Kami dijamu sebaik mungkin. Kami mengitari api unggun dan bernyanyi bersama. Kami mulai merasa nyaman.

Pesta api unggun kecil-kecilan berakhir ketika kayu di api unggun sudah mulai kecil. Sebagian besar sudah menjadi abu. Kru memerintahkan kami pergi ke tenda masing-masing untuk tidur. Nah, ini yang kutunggu-tunggu. Aku sudah ngantuk dan capek sekali. Saking capeknya, aku sampai langsung tidur begitu masuk tenda.

Keesokan harinya, aku dibangunkan oleh salah satu kru kapal. Dia menyuruhku untuk menikmati sarapan. Aku segera menurut. Perutku juga sudah keroncongan. Sata itu di hadapanku, ada tiga macam hidangan yang telah disiapkan oleh koki kapal. Kelihatannya sangat enak.

Menurut kru kapal, tiga hidangan itu adalah Dead fish black curry, Grilled legs of Kraken, dan Hydra noodle soup.

Wah! Ikan dan daging!

Yummy!

Aku jarang sekali makan daging. Aku tidak mau menggunakan uangku untuk makanan enak. Makan seadanya saja cukup, yang penting tidak membuatku kelaparan. Aroma hidangan-hidangan itu sangat enak. Koki kapal pastilah sangat pintar memasak. Ngomong-ngomong soal koki kapal, aku tahu sosoknya saat perkenalan kru. Dia seorang wanita dengan rambut hitam pendek. Namanya kalau tidak salah Juniper Pimms.

Kami dipersilakan untuk memilih jenis hidangan sesuka kami dan aku memilih Dead Fish Black Curry. Aromanya sangat enak, dengan kuah kari berempah hitam.

Yummy!


The Cursed Ship of Holy SerpentWhere stories live. Discover now