Day 8 - The Last

7 1 0
                                    

Page 9
Audrey's Journal - Last but not Last Battle

Gelap.

Dingin.

Sudah berapa lama aku berlari?

Saat itu, aku berpikir bahwa aku sudah berada di jalan menuju firdaus. Jalan yang tadi kupilih di gua itu seperti labirin yang tidak ada habisnya. Aku sudah kehabisan permata dan hanya bisa mengandalkan cahaya langit yang kadang nampak ketika melewati atap gua yang berlubang. Namun, matahari sepertinya juga beranjak ternggelam. Jadi, tak banyak cahaya yang bisa diandalkan.

Suara napasku menggema di dalam gua. Badanku rasanya remuk, perih di sekujur tubuh. Aku menangis. Perjalanan ini tidak seperti yang kubayangkan. Rupanya, ini adalah pertaruhan hidup dan mati. Sambil terus berjalan, aku berpikir apakah aku bisa keluar dari sini hidup-hidup? Apakah aku bisa menemukan jimat suci yang keberadaannya saja aku tidak tahu?

Oh, ayolah! Kau mempertaruhkan hidupmu untuk benda yang keberadaannya dan bentuknya saja tidak kau ketahui, Audrey?

Aku memang sudah gila!

Namun, sepanjang perjalanan ini, aku juga berpikir bagaimana jika hidupku berakhir di sayembara ini? Apakah aku dimakamkan dengan layak? Apakah jenazahku diketemukan? Apakah aku bisa tenang tanpa memikirkan utang ayah jika aku mati?

Aku tidak tahu apa yang akan kuhadapi setelah kematian. Apakah ada dunia lain setelah mati? Ataukah firdaus dan dunia bawah itu ada seperti yang kuyakini saat ini?

Astaga, aku benar-benar tidak tahu apapun! Mungkin juga ini yang dipikirkan orang yang akan mati. Dia bertanya-tanya tentang dunia setelah kematian. Dia mengingat dosa. Dia mengingat banyak hal yang belum dilakukannya seelama hidup. Dia akan mengalami penyesalan tiada akhir.

Yah ... Jika memang aku ditakdirkan mati, maka itu akan terjadi. Namun, saat ini aku hanya ingin berusaha semaksimal mungkin. Jika memang jimat suci itu ada dan dapat kutemukan, setidaknya aku sudah berusaha menemukannya dalam keadaan hidup atau mati.

Tak lama, aku bisa melihat cahaya. Namun, rasanya kaki sudah mati rasa. Dengan tenaga tersisa, aku mempercepat langkah hingga ke jalan keluar gua. Saat keluar dari gua, aku terkejut  berada di padsng rumput luas dengan udara sejuk, tak ada pepohonan bessr, tak ada hewan mematikan, sangat bertolak belakang dengan tempat-tempat sebelumnya.

Di pinggir, ada anak sungai dari sungai Sierra yang mengalir. Mengetahui itu, sontak saja aku langsung menghampiri air. Aku haus dan perlu membasuh tubuh. Persetan dengan akibatnya! Jika sungai itu beracun, aku sudah siap mati saat itu juga. Kulihat pantulan diriku di air, rupaku sudah tidak karuan.

Haaha, aku benar-benar putus asa saat itu.

Melihat sekitar, ternyata aku bisa menemukan pohon buah-buahan, mulai dari pisang, berry, plum, jeruk, mangga, dan lain-lain. Aku menyempatkan diri mengisi perut. Sudah seperti manusia gua yang lama tidak makan. Selain itu, di tempat ini juga terdapat bunga-bunga warna warni, membuat sekitarnya berbau sangat harum. Ah, seperti surga.

Ketika menulis jurnal ini, aku akhirnya tahu bahwa itu adalah Heavenly Tomb, pusat wilayah Green Mist Forest.

Aku kemudian menjelajah dan perhatianku tertuju kepada sebuah reruntuhan berundak yang di puncaknya terdapat pohon jakaranda dengan bunga-bunga ungu yang cantik. Indah sekali. Lalu, mataku menangkap sesuatu yang bercahaya di sana, tepatnya di dalam reruntuhan. Apakah ada sesuatu di sana? Apakah ada harta tersembunyi di sana? Ketika sedang bertanya-tanya apa itu, aku mendengar suara mengaduh yang berasal dari belakang, tak jauh dari tempatku.

Sontak aku bersembunyi di balik pohon dan memperhatikan asal suara. Aku terkejut ketika tahu asal suara itu dari seseorang yang kukenal. Rambut merah terangnya sangat mencolok.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 02, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Cursed Ship of Holy SerpentWhere stories live. Discover now