PART 2

1.7K 334 7
                                    

Ruangan kamar itu berantakan. Baju-baju berserakan diatas lantai. Furnitur yang semulanya tersusun rapi, kini memencar ke segala arah.

Gadis bersurai hitam panjang sepinggang itu terdiam bisu. Terduduk lemas di ubin, kedua tangan yang menggenggam tampon dan obat penyeri haid itu bergetar.

"Lo beneran cewe, Javvier."

Tak pernah terbayangkan, jalan cerita yang disusun penulis memiliki plot twist semembagongkan ini. Libelle yang merupakan fans dari Javvier tak tahu harus menangis atau tertawa.

Menangis karena mengetahui jika lelaki idamannya merupakan perempuan atau bahagia karena Javvier adalah perempuan.

Mengapa dan kenapa? Mengapa penulis tidak menyatakan hal besar ini? Kenapa tidak diungkapkan sama sekali?

Ending dari cerita ditutup dengan Arzhel yang memilih Alfareezel sebagai kekasihnya dan Javvier yang mati saat mencoba membantu Arzhel ketika ingin melarikan diri.

Salah satu adengan yang paling membuat Libelle kesal! Kalau ujungnya Arzhel tetap memilih Alfareezel sebagai pemenang, mengapa pemuda itu ingin melarikan diri?!

Jika saja Javvier tak menolong, maka nyawa pemuda itu tak melayang!

Dia bahkan menangisi tokoh favorit nya selama dua hari penuh!

Nah, Libelle tak mau mengikuti skema penulis!

"Gue harus ngejauhin mereka semua." Tekad dalam suaranya tak terbantah. Ayolah, siapa yang ingin mati mengenaskan? Tentu saja dia menyayangkan takdir yang menjerat para tokoh namun keselamatannya lebih penting!

Gadis itu menyatukan kedua telapak tangan. Memejamkan mata seolah berdoa, bibir ranumnya berbisik memohon.

"Pleasee! Penulis yang terhormat, biarin gue melenceng dari cerita! Gue bersumpah bakal menjauh! Gue mohon jangan hukum ataupun libatin gue!"

Gadis itu membungkuk dan bersujud pada angin.

Sendirian, kalimat yang berulang menguasai ruangan.

______________

Persetan!

Segala umpatan dan makian berada diujung lidahnya. Dia merasa seakan penulis sedang tertawa terbahak-bahak sembari menampar wajahnya.

"Jae, kamu ngga papa, kan? Aku khawatir loh, kamu tiba-tiba pergi gitu aja." Suara lembut Arzhel menyadarkan gadis itu.

Pemuda cantik itu meletakkan segelas susu coklat hangat didepan Libelle.

"Jae, lo tau main gitar, ngga?" Reiga yang duduk berpangku gitar di sebelahnya, menyikut pelan gadis itu.

"Serius! Sekali lagi loker gue penuh, bakal gue matiin mereka!" Deo yang membuang segala jenis coklat dan bunga dari pelukannya ke tong sampah, menyiram bensin ke dalamnya. Pemuda itu membakar segala jenis hadiah dari para penggemarnya.

"Al, mau minum apa?"

"Engga usah."

Libelle menengadah pada hamparan langit hitam. Dia melakukannya agar air mata yang memaksa turun tetap terkunci.

Libelle menahan agar tak menangis saat ini. Dia yang tadinya menyusun segala strategi agar pergi dan mengundurkan diri menjadi siswa, diseret oleh Arzhel ke roof top.

Terlebih, tatapan dingin dari pemuda di sebrang mejanya ini, tak tertahankan. Harus berapa kali Libelle membuang muka hanya untuk tak bertemu mata dengan Alfareezel?

Tatapan gigih yang terus-menerus, seolah pemangsa yang sedang mengamati buruannya. Jika matanya adalah laser, mungkin sejak pertama kali mereka bertemu, wajah Libelle sudah berlubang.

The Second Male Lead is Actually a GirlWhere stories live. Discover now