PART 6

1.7K 332 34
                                    

Jari yang menggenggam pena itu bergerak, memberikan coretan-coretan diantara gambar.

Terdapat gambar kotak-kotak kecil dan beberapa jalan lurus di permukaan kertas. Persis seperti peta perumahan.

Dari lima kotak yang digambar, tiga diantaranya sudah ditutupi tinta hitam.

Libelle menekan pelipisnya menggunakan ujung pena. Gadis itu mendengus kasar seraya menghentakkan tumit sepatunya.

Tiga jalur yang bisa digunakan untuk melarikan diri—sudah diblokir petugas.

Padahal, kemarin pagi saat mengecek, tak ada yang berjaga. Lantas, mengapa hari ini ada yang menjaga tempat itu?!

"Capek gue, capek!" Gadis bersurai pendek itu membekap mulutnya lalu mengerang frustrasi.

Libelle memikirkannya. Kemana dia akan pergi setelah berhasil keluar dari asrama. Ingatan pemilik tubuh tidak ada di tinggalkan.

Selain nama lengkap, Libelle sedikitpun tak mengenal protagonis pria kedua ini.

Ada banyak hal yang membuatnya penasaran. Siapa nama asli pemilik tubuh? Mengapa dia masuk ke sekolah ini? Mengapa dia menyamar? Apakah keluarganya tak mencari?

Kepalanya berdenyut-denyut mencari jawaban.

"Jae, ke kantin yuk." Arzhel menghampiri meja temannya itu. Menilik raut lesu pemuda yang lebih pendek darinya tersebut, Arzhel memiringkan kepala.

"Jae? Kenapa?"

Libelle tak bisa menyembunyikan ketidaksenangannya. Gadis bermanik hazel itu menggoyangkan sebelah tangannya ke udara, mengkode agar protagonis utama itu pergi dari hadapannya.

"Gue ngga lapar. Lo aja, gih." Titahnya lalu menunduk—fokus pada gambar di kertas.

Arzhel yang penasaran akan aktivitas pemuda mungil itu, ikut menurunkan pandang. Tak lama, alisnya mengkerut tak mengerti.

"Jae lagi gambar apa?"

Balok-balok dan coretan itu, sulit dipahami. Arzhel membungkukkan badan. Wajahnya merendah tepat di atas kepala Libelle.

Saat hendak memfokuskan diri, sesuatu yang menempel diantara surai coklat pemuda mungil itu menarik atensinya.

Refleks, tangannya terulur guna menarik daun kering yang bertengger di pucuk kepala Libelle.

Libelle terhenyak ketika wig nya, serasa akan lepas. Dengan mata yang terbelalak, gadis itu memutar badan gesit.

"Lo apa-apaan?!" Sentaknya mencekal pergelangan tangan Arzhel. Pemuda cantik itu membeku akan gerakan yang mendadak.

Bunyi kursi yang jatuh kala badannya beranjak, tak mempengaruhi suasana yang canggung. Libelle mengeratkan cengkeraman nya.

"Jae...." Arzhel memanggil kecil. Suaranya entah kenapa memelan. Ekspresi pemuda itu tampak tercengang.

"Kamu make wig?"

Detik itu pula, rasanya waktu berhenti. Dia ketahuan? Libelle bisa mendengar detak jantungnya yang memompa gila. Pemuda ini sudah tahu!

"Alasan Rio diusir karena dia cewe!"

"Dia babak belur, masuk rumah sakit jiwa."

Ucapan Reiga terngiang-ngiang bagai kaset rusak—secara spontan memenuhi pikirannya. Kalau diusir saja sih, Libelle tak keberatan. Tapi bagian babak belur hingga masuk rumah sakit jiwa itu keterlaluan, bung!

Kedua orang itu diselimuti keheningan. Arzhel masih menunggu jawaban dari pemuda mungil di depannya.

Sedangkan Libelle, melalui sudut matanya mencari benda tumpul. Untuk apa? Entahlah, tiba-tiba saja ide untuk menghantam belakang kepala pemuda ini terlintas begitu saja.

The Second Male Lead is Actually a GirlWhere stories live. Discover now