PART 5

1.7K 324 36
                                    

Di bawah langit berwarna orange, kedua orang berbeda gender itu baru selesai menyantap makanan masing-masing.

Libelle mengusap perutnya yang sedikit membesar. Kemudian gadis itu bersendawa pelan, tak memperdulikan Deo yang mengernyit jijik menonton tingkah nya.

Jika dipikir-pikir, alur novel baru berjalan. Jadi, kemungkinan besar, perasaan Alfarezeel mulai berkembang.

Melalui peristiwa-peristiwa yang kedua protagonis itu lalui bersama, benih-benih obsesi akan muncul. Maka dari itu, mengantisipasi keikutsertaan pemilik tubuh di masa depan, Libelle akan tetap mengusahakan pelarian dirinya.

Hembusan nafas panjang dari pemuda di sampingnya itu terus-menerus terdengar. Mau tak mau Libelle melirik kilas padanya.

Deo tampak muram dengan kepala yang tertunduk. Digenggaman pemuda itu, benda persegi yang menampilkan artikel—gambar satu keluarga yang terdiri dari pasangan paruh baya dan dua orang pemuda.

Nah, karena sudah membaca novelnya, tentu dia tahu apa itu. Gambar di dalam berita elektronik itu berisi keluarga Deo.

Foto keluarga yang memancarkan kebahagiaan dari raut keempatnya.

Setiap tokoh penting didunia ini, memiliki kesulitan dan permasalahan masing-masing. Begitu pula dengan Deo. Setahu Libelle, keberadaan pemuda ini tidak di perdulikan oleh orang tuanya. Sosoknya bagai kasat mata.

"Gue bener-bener ngga dianggap." Suara serak pemuda itu mengalun di kesunyian sore.

Deo lelah.

Deo dibesarkan tanpa kasih sayang. Ayah nya terlalu sibuk mendidik Laskar agar menjadi penerus yang sempurna dan sang ibu, terlalu mengutamakan adik Deo yang sakit-sakitan.

Ya. Deo adalah si anak tengah. Dia lahir sebagai penengah di rumah. Itu mengapa, tugasnya selalu mengalah.

Kalau kata ayahnya 'mengertilah, dia kakak mu'
Kalau kata ibunya 'mengalah lah, dia adik mu'

Seringkali Deo bertanya pada dirinya sendiri, apa gunanya dia hidup di dunia ini. Dia memikul dua peran dalam tubuhnya.

Sebagai adik yang selalu harus bisa mengerti dan sebagai kakak yang selalu harus bisa mengalah setiap hari.

Jika bisa ditimbang, apakah yang selama ini dia terima bisa seimbang? Seimbang seperti dia yang menengahi segala kesenjangan?

Di lain sisi, Libelle yang duduk di sana, mengatupkan mulut. Jangan salahkan keterdiaman nya, oke? Libelle memang tak pandai dalam menghibur orang yang bersedih.

Menghibur dirinya saja dia tak bisa, apalagi orang lain? Lagian, ini bukan tugasnya. Ini tugas Arzhel sang protagonis utama!

"Gue udah berjuang buat dapat perhatian. Gue selalu ngelakuin apa yang mereka minta. Dikit aja, sekalipun usaha gue ngga pernah dihargain." Tawa sumbang pemuda itu terdengar. Rahang yang biasa mengeras itu—kendur seolah tak memiliki emosi.

"Kadang gue mikir, apa gunanya gue hidup?"
Pemuda itu mengacak-acak kasar rambutnya. Agak lucu baginya yang dengan mudah menuangkan isi hatinya kepada pemuda mungil di sebelahnya ini.

Membasuh kilas bibir bawahnya, pemuda itu berucap, "Gue keliatan lemah banget--"

"Gapapa. Lo hebat." Libelle memotong cepat. Menekuk kedua kakinya, gadis bermanik hazel itu memeluk lututnya.

Sebenarnya, itu adalah kata-kata yang selama ini ingin dia berikan kepada dirinya sendiri.

"........"

"Lo bertahan sampe sekarang aja, lo udah termasuk di jajaran manusia-manusia kuat." Libelle yang hidup sendirian, jatuh dan bangkit tanpa pertolongan atau bantuan orang lain, tentu mengerti perasaan Deo.

The Second Male Lead is Actually a GirlWhere stories live. Discover now