#10-Our Feelings (END)

2.9K 194 11
                                    


LIZZY

Jadi, Lizza dari masa lalu Afnan adalah Kak Lizza? Orang yang sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri, yang notabene adalah saudara Ikrar?

Tuhan, semua kebetulan ini terlalu mengagetkan. Lingkaran yang tercipta membuatku pusing dan rasanya, semua yang kulihat berputar-putar. Tapi, aku menguatkan hati. Hati yang sedih dan sesak akibat melihat bagaimana Kak Lizza barusan memegang tangan Afnan dan cowok itu bertemu dengan mantannya lagi.

Mantan yang sangat dicintai oleh Afnan, sehingga pernah membuat cowok itu susah untuk move on dan selalu bersikap dingin padaku hanya karena persamaan wajah dan nama kami. Dan sekarang, apakah Afnan berniat kembali pada Kak Lizza? Karena, aku mendengar suami Kak Lizza sudah meninggal dunia.

Kalau itu yang akan terjadi, entah aku bisa menerimanya atau tidak. Yang jelas, kedua tanganku mengepal sekarang, mataku memanas dan pandanganku mulai memburam akibat lapisan bening yang menggantung di pelupuk mata.

"Liz, dengar," kata Afnan dengan nada yang sulit kutebak. Bisa kudengar nada takut dan kaget bercampur menjadi satu, tapi aku tidak tahu mana yang lebih dominan. Jika nada takut yang lebih dominan, apakah dia takut aku pergi meninggalkannya atau takut perselingkuhannya terbongkar?

Perselingkuhan? Apakah selama ini, Afnan berselingkuh di belakangku? Dengan Kak Lizza?

"Gue nggak ada apa-apa sama Lizza. Hubungan kita udah berakhir waktu itu. Yang gue mau saat ini cuma lo, Liz. Cuma lo yang gue mau di masa depan gue!"

Aku tetap diam. Menatap kedua matanya yang terlihat sungguh-sungguh. Tapi, kesungguhan Afnan belum memiliki banyak efek pada hatiku, karena hatiku masih ragu sekarang. Kenapa Afnan tidak pernah bilang padaku kalau dia akan bertemu dengan Kak Lizza? Kenapa Afnan menyembunyikannya?

Tangan Afnan memegang lenganku. Kutundukkan kepala, menatap tangan besar dan hangat yang selalu mengusap rambutku dan memeluk tubuhku itu dengan tatapan datar. Lalu, buliran kristal itu jatuh dari rongga mataku. Tidak sanggup kutahan lebih jauh lagi.

"Liz...," lirih Afnan. Sepertinya, cowok itu sudah melihat air mataku yang menetes. Kutarik napas panjang dan memejamkan kedua mata. Memikirkan semuanya baik-baik. Aku harus berpikiran bijak, mencerna semuanya dengan kepala dingin dan dewasa. Lalu, kuangkat kepala dan menatap Afnan.

"Sori, tapi bisa tinggalin gue sendiri dulu? Gue butuh waktu untuk mencerna semuanya."

Suaraku terdengar normal di kedua telingaku. Bagus! Tapi, ketika melihat bagaimana Afnan menampilkan wajah khawatirnya, wajah takutnya kepadaku, lalu menatap Ikrar seolah meminta bantuan, aku menjadi sedih. Kutarik lenganku dari tangan Afnan dan tersenyum.

"Sori," kataku pelan.

Kuputar tubuh dan berjalan menuju pintu. Aku menghapus air mata yang membasahi wajah. Tidak lagi menoleh ke belakang, karena sudah bisa dipastikan aku akan langsung memeluk Afnan jika menoleh ke arahnya. Aku butuh waktu untuk berpikir jernih.

Tapi, suara Kak Lizza membuatku berhenti melangkah.

"Afnan, kamu bisa liat kalau Liz nggak menginginkan kamu, kan? Mungkin rasa sayang kamu, rasa tertarik kamu ke Liz karena nama kami sama dan wajah kami mirip. Karena kamu melihat aku pada diri Liz. Kamu dibingungkan dengan semua itu, sehingga beranggapan kalau kamu mencintai Liz."

What the f*ck?!

Rasa sesakku lenyap sudah, berganti dengan amarah. Enak saja Kak Lizza! Meski dia sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, meski dia adalah saudara dari sahabatku, aku tidak sudi mendengar kalimat sialan keparat tadi dari mulutnya. Jadi menurutnya, Afnan jatuh cinta padaku karena melihat dirinya pada diriku?!

FEELINGS (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now