3. Gara-gara Orbit

1.5K 190 53
                                    

Sabda melemparkan diri ke sofa di kamar Orbit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sabda melemparkan diri ke sofa di kamar Orbit. Dia lebih dahulu sampai daripada yang lain. Padahal tadi Pak Min, supirnya, sudah mengemudikan mobil dengan kecepatan rendah seperti odong-odong. Tadi memang Orbit mengabari kalau ada yang harus dikerjakan sehingga Sabda pulang dengan supir, sedangkan Satria ada kumpul dengan tim futsalnya.

Sebagai Ikatan Pelajar Santai, hanya Sabda yang tidak tertarik sibuk-sibuk. Dia memilih jadi tim hore saja. Jika Satria tanding futsal, dia menonton. Jika Orbit perlu bantuan suporter di pinggir kolam, dia mendukung. Sabda tidak berminat ikut organisasi atau ekstrakurikuler. Selagi ada Orbit dan Satria, ada bas, musik, buku dan cokelat di muka bumi ini, dia merasa sudah bahagia.

Sabda meraih basnya yang ditinggal di studio Orbit. Tangan mungilnya bergerak naik turun, berlatih jari.

Bagi orang yang baru melihat Sabda mungkin menilai cewek itu hanyalah anak kecil biasa. Tetapi jika mereka pernah menonton pertunjukan band S.O.S pastilah tahu kalau Sabda tidak selugu itu.

Sabda masih ingat bagaimana ekspresi penghuni sekolah melihat dia, Orbit dan Satria berada di atas panggung Pensi saat kelas 10. Ketika Satria yang menjadi vokalis sekaligus gitaris membawakan lagu cadas dengan ketukan mengentak, sontak mulut-mulut yang pernah mencibir kedekatannya dengan dua cowok itu menjadi ternganga.

Di panggung, Satria sempat memperkenalkan dirinya dan kedua personil S.O.S. Sejak saat itu, penghuni sekolah tahu kalau chemistry antara Sabda, Orbit dan Satria bukan hanya sebuah kedekatan biasa. Orang-orang yang dahulu mengomentari Sabda akhirnya paham bagaimana Sabda sudah lama hadir di hidup Orbit dan Satria.

Semenjak itu juga mulai berdatangan paket tidak dikenal ke kelas Sabda, rata-rata berisi cokelat atau bunga. Perlakuan senior juga berbeda dengan mereka, lebih respek. Tahun ke tahun, kiriman paket mulai hilang seiring dengan lulus-lulusan senior. Sesekali saja Sabda mendapati lacinya dikirimi cokelat, masih tanpa nama.

Pintu kamar Orbit terbuka, Satria melangkah masuk. "Udah lama?" tanyanya.

"Udah, dari zaman Majapahit." Sabda masih membetot bas. Dia paling tidak suka menunggu. Bukan Sabda banget harus menunggu orang, Sabda itu ditunggu orang.

Satria hanya tertawa, ikut duduk di samping Sabda. Saat lagu selesai dimainkan, Satria mengambil ponsel dan menunjukkan sebuah pengumuman festival musik ke Sabda. "Ikutan, yuk? Orbit tadi sih setuju."

"Oh, jadi latihan siang ini buat pensi?" Orbit tadi siang mengajak mereka kumpul di rumahnya untuk latihan, Sabda pikir hanya berlatih biasa. "Kok gue baru dikasih tahu?"

"Situ pilih molor ya waktu istirahat." Satria menyalakan beberapa peralatan pendukung dan mulai menyetel gitar listriknya. "Udah alih profesi jadi jaga malam apa gimana?" ejeknya.

"Ada dua alien yang nyulik gue, pulangin jam sebelas, kalo lo mau tau!"

"Pasti aliennya ganteng, makanya lo mau diculik," balas Satria percaya diri.

SABDA [Moving]Where stories live. Discover now