Part 18 - (Not) The Real Erina.

211 23 0
                                    

____________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

____________________

"Sadar juga kamu." Arga menyahut dengan nada yang terdengar sedikit ketus setelah menarik wajah ke belakang.

Erina memukul belakang kepala Arga tiba-tiba, lalu terkekeh meskipun mata sayunya menangkap delikan sebal lelaki tersebut. Dengan gelagat khas orang teler, ia bertanya, "Emangnya aku kenapa? Aku baik-baik aja kok, Mas."

"Gigimu gendut baik-baik aja! Ngerepotin, sih, iya!" Tatapan Arga seolah ingin menelan Erina hidup-hidup.

Erina meringis, memamerkan deretan gigi putih dan rapinya. Ia menunjuk alat pengoyak itu menggunakan telunjuk kanan. Tiga detik setelahnya, ia berkata, "Mas Arga nggak lihat gigiku itu gigi kelinci?"

Arga menoyor kepala Erina. "Bukan urusanku!"

Erina mengaduh karena baru sadar jika semua benda yang jatuh di retinanya bergerak-gerak. Keningnya mengernyit, sedangkan telunjuknya mengarah ke badan tegap lelaki itu. "Sssst, diam! Mas Arga jangan goyang-goyang! Aku pusing lihatnya."

Vera dan seorang lelaki yang tidak terlalu mabuk terkekeh mendengar ocehan itu.

"Heeh, kalian!" Erina yang merasa ditertawakan pun menggeser arah telunjuk ke mereka. "Siapa suruh kalian tertawa, ha? No, no!"

"Sumpah, Gra! Adikmu lucu. Boleh kubawa pulang?"

Erina menaikkan kedua sudut bibir mendengar pujian seperti itu. Lantas tertawa kecil saat melihat Arga melemparkan beberapa butir kacang kulit ke arah lelaki itu. Detik berikutnya, sisi sofa kirinya yang kosong terasa ditempati seseorang. Saat menoleh, ia melihat Aji tengah membuka plester luka.

"Eh, eh, mau apa kamu?!" tanya Erina galak saat melihat tangan Aji bergerak ke wajahnya.

"Menutup lukamu," jawabnya ringan.

Erina beringsut, menggeser pantat hingga mepet ke Arga. Dengan wajah masih menguarkan aura waspada ke lelaki itu, ia melingkarkan kesepuluh jemari ke lengan atas Arga.

"Erina?" Suara Aji melunak dan sedikit mencondongkan tubuh untuk lebih dekat dengan gadis tersebut.

"Stop, stop!" cegahnya cepat dan meluruskan tangan kanan ke arah Aji. "Kamu mau ngapain aku? Kamu mau sentuh-sentuh aku, ya? Emangnya aku perempuan gampangan bin murahan, ha?! Sembarangan kamu! Aku aduin ke Mas Arga biar ditonjok, mau?!"

Aji menghela napas, tetapi menahan tawa. Ia mengibas-ibaskan plester itu ke depan wajah Erina. "Aku cuma mau masangin ini ke pelipismu."

Erina menggeleng dan menatap tidak percaya, lalu mendongak ke Arga yang ternyata sedang menunduk ke wajahnya. Ia mengganti air muka ke mode memelas. "Mas Arga, tolong! Ada yang mau gangguin aku karena imut. Aku nggak mau sama om-om ting-ting kayak dia. Aku nggak kenal dia. Dia orang asing. Aku nggak mau"

Erina butuh segera bantuan, tetapi Arga hanya menaikkan kedua alis dan menahan tawa. Sementara itu, terdengar lagi tawa untuknya dari arah lain dan kali ini lebih kencang. Membuatnya merasa seperti badut saja. Sesaat kemudian, kedua matanya mulai berkaca-kaca.

Thank You, Erina! (Sudah Terbit) Where stories live. Discover now