Part 22 - Ceasefire

185 24 0
                                    

Akhir-akhir ini Arga tampak jauh lebih bersahabat dengan Erina

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Akhir-akhir ini Arga tampak jauh lebih bersahabat dengan Erina. Entah kenapa ia jauh lebih bisa mentolerir kelakuan absurd gadis itu, kebawelan, ocehannya, tingkah lakunya yang biasanya menurut dirinya sangat menyebalkan.

Ia sadar dirinya banyak berubah setelah beberapa kejadian yang memaksa mereka untuk saling pengertian satu sama lain dan tentu saja, ada sedikit rasa bersalah darinya yang beberapa kali nyaris mencelakai Erina.

Yang paling parah tentu saja, ketika Erina mabuk gara-gara dia. Tak hanya Raka dan Papa yang marah-marah, bahkan mamanya yang biasanya tenang, terlihat kecewa sekali dengan ulahnya.

"Sebenci-benciya kamu sama Erina. Tidak sepantasnya kamu memperlakukan perempuan baik-baik seperti itu. Adikmu atau bukan, Erina tetap perempuan." Miranti memandang Arga dengan tatapan penuh kekecewaan. "Kali ini mama benar-benar kecewa sama kamu."

Arga tahu dirinya salah. Tidak seharusnya dirinya menjerumuskan perempuan seperti Erina ke dunia yang sama dengannya. Tadinya Arga bermaksud mendebat Miranti, bahwa tidak semua yang pergi ke kelab adalah perempuan tidak baik, Vera contohnya. Namun, melihat tiga pasang mata yang memelototinya. Ia mengurungkan niatnya.

Semakin cepat, ia mengiyakan dan mengaku salah. Semakin cepat sidang ini berakhir. Toh, ia sudah berjanji, tidak akan membiarkan Erina menyentuh minum-minuman keras seperti kemarin lagi. Sumpah, mengurusi orang mabuk itu menyebalkan. Untungnya gadis itu tidak sampai muntah. Bayangkan, kalau Erina muntah.

Erina pasti kesusahan sekali mengurus dirinya di kala mabuk. Arga tahu beberapa kali, dia bahkan tak bisa berdiri tegak dan harus menyandarkan 70%, bahkan 90% berat tubuhnya pada Erina. Ada pula hari dimana mabuknya sangat parah, sehingga membuatnya muntah-muntah dan herannya Arga selalu bangun dalam keadaan bersih. Ia yakin gadis itu yang membersihkan semuanya tanpa rasa jijik. Mungkin karena ia kuliah kedokteran, jadi sudah terbiasa menghadapi hal-hal yang menjijikkan seperti itu.

Arga saja, kalau teman-temannya mabuk sampai muntah. Ia hanya akan mengantarkan temannya ke rumah, dan melemparkan mereka begitu saja di ranjang. Masa bodoh, mereka harus tidur dengan baju bekas muntahan dan sebagainya.

Sekarang, netranya memandang gadis yang sedang menangis di kursi penumpang mobilnya. Kenapa para gadis ini hobi sekali menangis tiba-tiba? Perasaan suasana sebelumnya terasa tenteram dan damai dengan Erina yang cerewet seperti biasa. Kemudian sepulang dari makam, ia malah terus menangis sambil mencerocos.

Arga kesal, tapi juga merasa bersalah mendengar penjelasan Erina. Ia hanya diam, mendengarkan gadis itu meminta maaf sambil menangis tersedu. Badan mungilnya itu bergetar dalam isakan dahsyat yang muncul tiba-tiba dan belum berhenti sampai sekarang.

Sejujurnya saat ini Arga bahkan sudah lupa, kenapa dirinya begitu benci dengan gadis yang berada di sampingnya. Lambat laun ia mengingat semua perbuatannya yang sering menyusahkan Erina, kata-katanya yang menyakiti dan mempermalukan gadis itu, serta hal-hal jahat lainnya yang Arga lakukan. Dan sekarang ia menyesal telah berbuat sebegitu jahat, padahal alasan dari kecurigaannya pun kalau dipikir-pikir tidak masuk akal dan kekanak-kanakan.

Thank You, Erina! (Sudah Terbit) Where stories live. Discover now