R. [06] Panggilan Baru.

80 7 0
                                    

Setelah satu hari berlalu, berita Emma yang di hukum tersebar begitu cepat. Bahkan sampai ada cerita yang dibuat-buat jika Emma dipecat karena ulah Kay.  Faktanya, Emma dihukum karena kesalahannya sendiri dan kebetulan saat itu Emma memang ingin agar Kay yang dihukum karena membawa proposal yang isinya tidak rapih. Tapi dugaan Emma salah, Deon tidak menghukum Kay, justru dirinya yang justru terkena imbasnya.

Saat jam istirahat, Kay memilih pergi ke rooftop tanpa makan siang. Ia terus memikirkan gosip tidak mengenakan tentang dirinya.

Brak!

Kay terkejut dan langsung menoleh pada pintu rooftop, keadaan Vyca penuh dengan peluh keringat yang membasahi pelipisnya dan napas yang tersendat. Vyca menghampiri Kay yang terdiam melihat dirinya.

"Gue tahu rumor itu nggak bener," kata Vyca setelah sampai di depan Kay.

Kay merapihkan rambut hitam Vyca yang sangat berantakan, sepertinya Vyca habis bertengkar dengan karyawan lain. "Makasih udah mau belain gue. Sedangkan gue pengecut, gue nggak berani marah sama mereka."

Vyca menggelengkan kepalanya tidak setuju, "Gue tahu lo kayak gimana, jadi gue yang balesin omongan mereka."

"Vyca, apa keputusan gue ini udah tepat?"

"Lo milih jalan yang bener, Kay. Mereka cuma bisa berspekulasi, dan spekulasi itu dianggap fakta sama si pendengar. Di sini lo nggak salah." Vyca memegang bahu Kay dengan kuat, ia menatap tajam pada temannya, "Percaya sama gue kalau mereka pasti dapet hukuman yang sepadan juga dari Pak Deon karena udah nyebarin gosip nggak bener."  

"Kenapa lo seyakin itu?"

"Karena Pak Deon udah mulai suka sama lo?"

∘∘∘

"Pak Deon, ini berkas dari kepala tim pemasaran." Kay meletakkan berkas hitam di meja Deon.

Deon mengambil berkas itu dan membaca ulang isi berkas itu, ia langsung mengambil pulpennya dan menggoreskan tinta di atas nama miliknya, Direktur Radeon Brimantyo.

Kay menghela napas setelah Deon menandatangani berkas itu tanpa ada masalah, ia takut kejadian kemarin terulang lagi.

"Nanti malam, kau jadi ikut ke pesta bukan?" Deon memberikan berkas itu kembali pada Kay.

"Iya, Pak."

"Setelah jam pulang kantor sudah selesai, datanglah kemari." Deon menopang dagunya dengan kedua tangan yang saling bertautan, satu pulpen yang tadi ia gunakan untuk tanda tangan masih terselip di antara jari-jarinya.

"Baik, Pak." Kay mengangguk sekali dan izin pamit pada Deon. Deon balas pamitan Kay dengan menganggukkan kepala dan tersenyum kecil menatap punggung Kay.

∘∘∘

Sesuai perintah Deon, Kay datang ke ruangan Deon setelah jam pulang tiba. Saat Kay masuk ke ruangan itu, Deon sedang menelpon seseorang melalui ponselnya, kaki jenjangnya ia letakkan di atas kaki lainnya

"Duduklah dulu," kata Deon dengan gerakan mulut dan menunjuk sofa di depannya.

Kay mengangguk dan duduk di sofa dengan tenang. Kay hanya diam dan sesekali melirik Deon yang terlihat masih begitu sibuk dengan pekerjaannya. Alis Deon tiba-tiba akan menukik tajam saat bertelepon, dan raut wajahnya akan kembali datar. Sesekali ia mengangkat alisnya dan mengucapkan sesuatu pada orang di seberang sana. Kay tersenyum melihat semua raut wajah yang baru ia lihat tadi, ternyata Deon adalah orang yang ekspresif, ia baru menyadari hal itu.

Setelah Deon selesai bertelepon ia bangkit dari duduknya dan memakai jas putihnya, Deon berjalan menghampiri Kay yang sudah berdiri. "Ayo ikut denganku." Deon berjalan ke arah pintu kaca dan menyuruh Kay untuk keluar lebih dulu.

RadeonWhere stories live. Discover now