R. [07] Tunangan.

80 7 1
                                    

"Memangnya saya boleh memanggil Bapak seperti tu?"

"Tentu saja boleh. Memangnya siapa yang mau melarang seorang calon istri memanggil suaminya dengan sebutan 'sayang'?" kata Deon dengan senyum yang mengembang pada Kay.

Senyuman itu membuat Kay merasakan degup jantungnya berdetak begitu kencang. Tangannya langsung memegang erat tali seat belt dan menatap ragu, bisakah dirinya mengatakan satu kata itu saat memanggil Deon nanti?

"Coba kau panggil aku dengan kata itu sekarang."

Kay semakin dibuat bungkam, bahkan kini ia tidak berani menatap manik mata hitam Deon.

"Kay?" panggil Deon yang mulai gemas dengan Kay karena wanita itu tidak menjawab perkataannya. "Apa kau malu?"

"Bagaimana jika saya memanggil anda dengan sebutan 'Mas' saja?" kata Kay mencoba bernegosiasi pada Deon.

"Baiklah, dan jangan terlalu formal jika berbicara denganku di depan orang lain, lakukanlah aku selayaknya kekasihmu."

"Baik." Kay mengangguk mengerti.

Deon mulai menyalakan mesin mobil dan menginjak gas meninggalkan garasi rumah.

∘∘∘

Sesampainya di halaman rumah yang begitu luas, Deon turun dari mobilnya dan berjalan menuju pintu mobil sampingnya dan membuka pintu mobil itu untuk Kay. Deon mengulurkan tangannya agar Kay tidak terjatuh. Kay menerima uluran tangan itu dan tersenyum dengan hangat.

"Terima kasih," kata Kay setelah Deon menutup kembali pintu mobilnya.

Deon hanya tersenyum dan mengeratkan genggamannya dengan Kay dan menuntun wanitanya ke arah pintu yang dijaga oleh dua orang bodyguard.

"Ini terlalu ramai," Kay tanpa sengaja meremas tangan Deon.

Deon menepuk tangan Kay dengan tangannya yang lain untuk menenangkan Kay. "Tidak apa-apa, ada aku di sini Kay. Kau cukup melihatku saja, jangan melihat yang lain."

Kay menoleh ke arah Deon dan mengangguk, "Baiklah."

Saat memasuki area ruang tamu yang disulap menjadi aula, Kay begitu terkagum dengan interior yang begitu mewah. Ini benar-benar sangat tidak cocok dengannya, semua itu terlalu mewah untuknya, dan Kay melirik Deon yang tengah memasang wajah dinginnya seperti saat ia sedang berada di kantor.

"Radeon! Akhirnya kau datang, nak?" Radean yang melihat anaknya datang langsung menghampirinya dan memeluk Deon begitu saja tanpa melirik Kay di sampingnya. Pegangan tangan Kay tidak terlepas, karena tangan Deon semakin menggenggam tangan Kay dengan begitu erat.

Radean melepas pelukannya, "Dimana calon menantuku?"

"Belum sampai tiga bulan tapi Papah sudah menagih hutangku?"

"Ayolah, Deon. Papah benar-benar tidak bisa menunggu terlalu lama lagi," Radean melirik tangan anaknya yang sedang menggenggam tangan seorang wanita yang begitu cantik. "Apa dia calon menantuku?" Radean menunjuk Kay tetapi tatapan matanya masih tertuju pada Deon.

"Ya, dialah calon menantu Papah dan calon istriku." Deon melepas genggaman tangannya dan memeluk pinggang ramping Kay.

"Wah. Dia sangat cantik, dari keluarga mana dia?" Radean memperhatikan Kay dengan begitu intens, dari atas sampai bawah.

"Dia bukan dari keluarga konglomerat."

Radean menatap anaknya tidak percaya, "Lalu? Kau memilihnya dengan asal?"

"Tentu saja tidak. Dia adalah orang yang sudah membuat aku merasa hidup kembali di masa lalu."

Radean dan Kay sama-sama mengerutkan alisnya karena bingung dengan ucapan Deon barusan.

RadeonWhere stories live. Discover now