Part I

129K 2.6K 24
                                    

"Aku dengar kau suka bermain game," kataku padanya.

"Lalu? Kau ingin mengajakku bermain game?" Dia menelengkan kepalanya ke kanan, tersenyum sinis, dan entah kenapa itu malah menambah ketampanannya. Aku mengirimkan sugesti pada otakku, aku tidak boleh terpesona padanya.

"Ya, aku ada permainan yang menarik." Aku berjalan lebih dekat ke arahnya, pinggang kami hampir merapat.

"Apa itu?" Seakan menantangku, dia maju lebih dekat padaku, meniadakan jarak antara kami. Aku berusaha menutupi kegugupan yang melandaku, dengan memberanikan diri membalas tatapannya lebih tajam. Lalu, jawaban itu lolos dari mulutku...

"Permainan cinta"

***

"Sheira, dia menunggumu di depan."

Aku sedang memasukkan buku-buku ke dalam tasku, saat Viona memberitahukan kalau Mr. Popular itu sudah menungguku di depan kelas. "Trims, Vion. Biarkan saja dia menunggu di situ," kataku, cuek.

Viona kembali duduk di kursinya di depanku. Memasang wajah tidak setuju dengan perkataanku tadi, "Tega sekali kau membiarkan malaikat itu menunggumu di depan—"

Aku memotong kalimat Viona, "Malaikat? Dia itu iblis—"

Berganti Viona yang memotong kalimatku, "Yah..iblis yang tampan."

Aku memutar mataku malas, mendengar kata "tampan" ditujukan untuk laki-laki itu membuatku mual. "Whatever." Aku berdiri dari dudukku, menyampirkan tasku di pundak, dan berjalan keluar kelas tanpa menoleh lagi pada Viona.

Lepas dari Viona, sudah ada buaya darat-yang tadi Viona sebut malaikat-menungguku tepat di depan pintu kelasku. Dia menyambutku dengan senyuman mautnya, yang selalu ampuh membuat perempuan manapun bertekuk lutut memujanya. Kecuali aku, tentu saja.

"Halo, Sayang!"

Oh, sungguh. Aku tak pernah suka dipanggilnya dengan sebutan itu.

"Namaku, Sheira. Bukan 'sayang'," kataku, sinis. Tapi, makhluk ini tidak tersinggung sama sekali dengan kesinisanku. Dia malah mengambil tas dan beberapa map yang ku bawa, oh.. dia benar-benar menikmati perannya.

"Perempuan tidak boleh dibiarkan membawa barang-barang berat," katanya, sambil mengangkat kedua alisnya yang tebal itu.

"Oh, begitukah? Terserah kau saja, Tuan Populer."

"Nama itu memang sesuai dengan kenyataannya, tapi itu bukan namaku, it's Dean."

Ya, lelaki buaya darat ini, bernama Dean. Terkenal bukan hanya di seantero sekolahku saja, tapi sampai ke sekolah lain juga. Atau mungkin dia sudah lebih terkenal lagi, setelah memenangkan ajang model di salah satu majalah populer Amerika. Semua orang menyukainya. Dia pintar, tampan, kaya, ya....dia segala-galanya. Mungkin hanya aku satu-satunya orang yang membenci Dean. Bukan karena aku iri terhadap semua yang dimiliki olehnya. Aku memiliki alasan tersendiri. Alasan yang memalukan, sebuah aib dan kesalahan yang paling buruk dari semua kesalahan yang aku lakukan.

"Apa kau sudah makan siang?" tanya Dean, saat aku membuka loker sepatuku.

"Belum, tapi aku tak mau makan siang denganmu," jawabku, ketus.

"Kenapa tak mau?" tanyanya lagi, sambil mengenakan sepatunya.

Aku menutup loker sepatuku dan menguncinya, "Karena aku tidak mau melihatmu sibuk tebar pesona dengan perempuan."

Dean mengulum senyumnya, "Kau cemburu?" Matanya menatapku menggoda.

Aku melengos, "Jangan mimpi!"-aku mengambil tas dan mapku yang dia bawakan-"Sudah, ya.. masih banyak yang harus kukerjakan. Bye." Kutinggalkan dia di depan gerbang sekolah. Tanpa melihatnya atau sekedar melambaikan tangan, Aku buru-buru naik ke dalam bis menuju tempat kerjaku.

Love Game [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now