Part IV

52K 2K 28
                                    

                  

Hari ini, sudah masuk daftar hari yang paling menyebalkan selama 17 tahun aku hidup. Karena kakiku terkilir, semua yang kulakukan mnghabiskan waktu lebih lama dari biasanya. Akibatnya, aku terlambat ke sekolah karena bis yang biasa kunaiki sudah berangkat. Sialnya lagi, tugas yang akan dikumpulkan hari ini tertinggal di rumah. Dan seakan Dewi Nasib belum puas mempermainkanku, seharian ini Dean selalu menempel padaku. Saat istirahat, dia pergi ke kelasku. Membawa banyak makanan yang tentu saja tidak akan sanggup kuhabiskan sendiri.Tapi, bukan itu saja yang jadi masalahku.

"Sheira! Ada hubungan apa antara kau dan Dean?!"

Aku menatap sinis pada gerombolan perempuan yang mengerubungi mejaku. Agaknya para pencinta Dean tidak rela jika pangeran mereka berdekatan denganku, Sheira Frans yang notabene bukan siapa-siapa di sekolah ini. Apalagi jika  dibandingkan dengan  Flo, yang barusan membentakku. Florida Eleanor, ayahnya adalah penyumbang terbesar untuk yayasan sekolahku. Dia selalu menggunakan nama ayahnya untuk memperbudak hampir seisi sekolah ini. Mereka semua takut pada Flo. Kecuali aku, tentu saja. Ancaman akan dikeluarkan dari sekolah dan sebagainya tidak mempan sama sekali.

"Apa urusanmu? Kenapa kau selalu ingin tahu urusan orang lain?" ucapku, malas. Kedua tanganku sibuk membereskan buku-buku yang ada di atas meja. Siap kumasukkan ke dalam tas.

Flo tahu aku tidak takut padanya, dan aku tahu dia tidak suka jika tidak kupedulikan seperti sekarang. Ia merampas tasku lalu melemparnya kasar ke lantai sampai isinya berhamburan keluar. Ia bahkan meginjak-injak buku pelajaranku. Oke, dia menantangku. Kakiku memang susah dipakai berjalan, tapi aku masih cukup kuat untuk berdiri. Segera saja kutarik rambutnya yang dicat merah burgundy itu.

"Kau! Jangan macam-macam, ya!" hardikku.

Flo meringis menahan sakit di rambutnya. Tangannya berusaha melepaskan cengkraman tanganku pada rambutnya, tapi aku lebih kuat darinya. Anggap saja, ini bantuan kekuatan dari mereka yang selama ini ia tindas.

Teman-teman Flo berusaha membantu Flo. Salah satu dari mereka datang dari arah kanan. Ia mengangkat tangannya. aku terlambat menyadari maksudnya yang hendak menamparku. Aku tidak cukup siap menerima serangan itu. Ku pejamkan mataku sampai suara tamparan terdengar begitu kerasnya tanpa rasa sakit apapun.

Dean berdiri di depanku. Noda merah tercetak jelas di pipi kirinya. Flo dan teman-temannya, tak terkecuali aku, terperangah kaget melihat aksinya menjadi tamengku. Tanganku spontan melepaskan rambut Flo, lalu membalik tubuh Dean menghadapku. Aku mengamati pipi kiri Dean yang terkena tamparan. Makin lama makin terlihat jelas bekasnya.

"Dean?! K-kau tidak apa-apa?!" Aku meraba pipinya pelan. Ia meraih tanganku, lalu menggenggamnya erat sembari menatap tajam Flo.

Aku bisa lihat bagaimana putri sok kaya itu menelan ludahnya susah payah sebelum meninggalkan kelasku diikuti para pengikutnya. Saat menatap kepergian mereka, aku baru menyadari kehadiran banyak orang yang menyaksikan pertunjukan drama kami tadi. Mereka melihat melalui jendela kelas yang tidak ditutupi gorden. Menjadi pusat perhatian bukan sesuatu yang aku suka. Situasi ini mengingatkanku pada hari dimana Dean menolak sekaligus mempermalukanku.

Tiba-tiba Dean bersikap layaknya ksatria berkuda putih yang menyelamatkan putrinya. Ia memungut tas dan buku-bukuku yang berserakan lalu memapahku keluar meninggalkan atmosfir yang tidak nyaman ini. Bersamaan dengan keluarnya kami dari kelas, seketika kerumunan orang-orang yang menonton drama antara aku dan Flo pun bubar. Meski sebenarnya mereka tidak benar-benar bubar. Aku memergoki beberapa dari mereka yang -masih saja melirik ke arahku dan Dean. Aku juga mendengar kasak-kusuk mereka yang tidak terima Dean merangkulku mesra.

Aku sengaja tidak protes saat Dean mengatakan akan mengantarku sampai rumah. Jujur, aku membutuhkannya saat ini. Memakai tongkat ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Tanganku pegal menahan berat badanku, dan ketiakku jadi sedikit nyeri. Lagipula, aku tidak ingin mendengar protes dari para penumpang bis yang tidak sabar menungguku menaiki tangga bis seperti tadi pagi. Kini, ada Dean yang membantuku. Well, ternyata cecunguk ini bisa sedikit berguna juga.

Love Game [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang