Prolog

45.7K 1.9K 33
                                    

Perutku sudah kenyang. Bukan hanya pizza yang Dean pesan; french fries, ayam goreng, nugget, ya, Tuhan..., aku tidak tahu terbuat dari apa perutnya itu. Menghabiskan dua potong pizza dan tiga potong nugget saja aku sudah tidak kuat, sementara dia? Nafsu makannya yang sebanyak itu bahkan tidak membuatnya terkena obesitas. Aku jadi sedikit iri.

"Aku rasa aku akan melewatkan makan malamku nanti," ujarku pada Dean yang masih mengunyah satu potongan pizza terakhir dari yang kami pesan.

"Kau harus makan." Dean menimpali dengan cepat.

Aku mengernyitkan dahiku, "Kau ingin membuatku gemuk? Tak lihatkah, perutku sudah buncit seperti ini karena kau memaksaku memakan ini semua?" Aku menunjuk satu-satu bungkusan-bungkusan kertas makanan yang melimpah di meja sofa.

"Kau terlalu berlebihan," kata Dean. "Kau hanya menghabiskan dua potong pizza dan tiga potong nugget saja. Sisanya, kan, aku yang makan," lanjutnya sambil terkikik geli. Perhatianku tertuju pada saus pizza yang menempel di sekitar bibirnya. Buru-buru aku mengingatkan diriku sendiri agar tidak tertular menjadi setan mesum seperti Dean.

"Lagipula, Sweetheart." Dean mulai berbicara lagi. "Kau tidak akan gemuk hanya karena makan makanan ini, asalkan kau berolahraga teratur." Pria itu lalu mengambil botol coca colanya, dan menenggaknya langsung dari botol. Melihat cara makannya, membuatku ingin makan lagi tapi perutku sudah tidak kuat. Aku hanya bisa menelan ludah melihatnya makan.

"Akuilah, Sheira...,kau sudah terjerat pesonaku." Dean mengatakan itu dengan penuh percaya diri. Sontak aku tertawa sambil memegangi perutku.

"Oh? Hahahaha! Kau membuatku inign memuntahkan makananku tadi," tawaku berderai dengan derasnya.

Dean mengangkat kedua bahunya, "Kau hanya tidak ingin mengakuinya."

Tawaku mereda, "Dengar..., kau lah yang sudah terjerat dalam pesonaku." Aku menunjuk Dean tepat mengarah ke hidungnya. "Tinggal menunggu waktu, kapan kau akan mengakui kekalahanmu."

Kemudian, tiba-tiba ia menjilat ujung jariku. Aku memekik kaget, nyaris berteriak saking terkejutnya. "What was that?!"

"Lihat, kan? Kugoda seperti itu saja kau sudah heboh." Dean mendekatkan wajahnya padaku. "Katakan, Sheira, apa belum pernah ada laki-laki yang menyentuhmu sebelumnya?"

Aku mendengus sebal, "Jangan mulai, Dean. aku tidak suka arah pembicaraan ini," kataku, sambil melirik tajam padanya yang mulai menggeser duduknya lebih dekat ke padaku.

"Aku ada penawaran," kata pria itu.

Aku menoleh, memandang Dean penuh tanya. Tanpa menunggu aku menimpali, ia berkata, "Aku akan mengaku kalah, jika kau menyatakan cintamu sekarang."

"Apa? Aku tidak akan sudi!" Aku sengaja meninggikan suaraku-tunggu..., apa dia baru saja menunjukkan ekspresi kecewa?

"Baiklah. kalau begitu kita akan tetap bersaing, entah sampai kapan." Dean berdiri. "Aku pulang sekarang."

Apa dia marah padaku? "Hei, Dean...,kau marah?" tanyaku ragu-ragu dengan penuh keheranan.

Pria itu mendengus pelan, "Marah? Untuk apa aku marah?" Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana. "Kuperingatkan, siap-siap saja dengan kekalahanmu."

Mulutkuternganga lebar karena ucapannya yang baru saja kudengar, "Kenapa kau jadisensi, sih?" Tapi pria itu tidak menghiraukan pertanyaan terakhirku. Ia pergibegitu saja tanpa mengatakan apapun lagi padaku. Bahkan, ia menutup pintu depanrumahku dengan sedikit membantingnya-Oh..., dasar cerpelai berekor keledai!

Love Game [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now