Part II

70.3K 2.2K 15
                                    

Aku mengerutkan kedua alisku kala membaca pesan singkat yang dikirim Dean. Pesan klise sekedar mengucapkan selamat pagi dan kata-kata rayuan lainnya yang benar-benar merusak pagi hariku yang indah.

"Hoaam." kurentangkan kedua tangan dan kakiku, kemudian bangkit dari tempat tidur sembari mengucek kedua mataku yang belum terbuka sepenuhnya. Aku berjalan menuju pintu kaca yang tersambung dengan balkon kamarku. Ku buka gorden putih motif bunga-bunga vintage yang senada dengan tampilan kamarku yang juga vintage dengan warna dominan putih gading. Setelah membuka gorden yang menutupinya, aku menggeser pintu itu kemudian keluar ke balkon. Melakukan sedikit peregangan badan sembari menghirup udara pagi hari benar-benar bisa menyegarkan pikiran dan membuang sedikit tekanan yang kurasakan selama satu minggu belakangan ini.

"Hei, tukang tidur!!"

Semangat pagiku luntur begitu saja manakala aku mendengar suara Dean dari bawah balkonku, dan mendapatinya berdiri di sana. Ia melambaikan tangannya padaku, "Selamat pagi!" teriaknya.

"Mau apa kau ke sini?!" tersisip nada marah pada pertanyaanku. Aku mengamati tampilannya yang mengenakan setelan olahraga, lengkap dengan handuk kecil yang tergantung di lehernya. Sejenak aku merasakan firasat buruk. Jangan bilang dia mau...

"Ayo olahraga!"

Great! Tebakanku benar!

"Aku tidak mau!" aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Mendapatkan pesan selamat pagi darinya saja sudah cukup membuat mood-ku sedikit naik-turun, dan sekarang tiba-tiba dia muncul di bawah balkonku lalu mengajakku berolahraga? Jangan bercanda!

"Kalau kau tidak mau, ku anggap aku selangkah lebih maju darimu menuju kemenanganku!"

Astaga, apa dia baru saja mengancamku? Aku paling tidak suka diancam, tapi aku lebih tidak suka diremehkan. "Tutup mulutmu dan tunggu aku di bawah!"

Terpengaruh dengan perkataannya, aku pun segera bersiap-siap. Aku mengganti piyama tidurku dengan celana pendek yang biasa aku pakai di rumah dan kaos putih bergambar snoopy yang satu ukuran lebih besar dari badanku. Aku tidak suka olahraga, satu-satunya setelan olahraga yang aku miliki adalah seragam olahraga sekolahku dan itu belum kering. Hanya ini satu-satunya pakaian yang mendekati setelan olahraga.

Setelah mengikat rambutku, aku segera turun ke bawah. Aku memakai sepatu sneakers full black yang biasa kupakai saat ada kelas olahraga di sekolah, lengkap dengan kaos kaki semata-kaki berwarna abu-abu gelap yang baru kubeli dua hari lalu di swalayan dekat kedai. Begitu keluar dari rumah, kulihat Dean sedang melakukan pemanasan yang kemudian segera ia hentikan karena menyadari kehadiranku. Kedua matanya yang sedikit sipit itu mengamati penampilanku dari ujung rambut sampai ujung kaki, sebelum lari lebih dulu meninggalkanku tanpa mengucapkan apapun.

Setelah melakukan pemanasan kaki sebentar, dengan malas aku berlari menyusulnya. Ini pertama kalinya aku melakukan jogging di sekitar rumahku setelah aku dan kedua orangtuaku tidak lagi tinggal bersama. Mereka menetap di Rusia karena pekerjaan mereka sekarang. Seharusnya aku ikut pindah bersama mereka, tapi aku terlalu sayang dengan Amerika. Belum lagi, aku tidak bisa bahasa Rusia dan malas sekali jika harus mempelajarinya. Meskipun Mom menjamin tidak butuh waktu lama agar aku bisa menguasainya. Bagaimanapun, beradaptasi dengan lingkungan baru itu bukan hal yang mudah.

Setiap paginya di daerah rumahku, banyak sekali yang melakukan jogging tak terkecuali saat hari libur dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan remaja seusiaku. Sudah kuduga Dean akan menarik perhatian mereka. Setiap mereka berpapasan dengan Dean, mereka akan terpesona dengan ketampanannya. Iya, kuakui dia memang tampan. Salah satu faktor kenapa dulu aku bisa jatuh cinta padanya. Jadi benar kata orang yang selalu bilang dari mata turun ke hati. Jujur saja, dia pernah menjadi penyemangatku untuk selalu masuk sekolah sekalipun sakit. Bahkan, aku yang tadinya tidak suka makan di kantin, rela mengubah kebiasaanku untuk selalu makan siang di sana agar bisa melihat Dean.

Love Game [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now