Chapter 4

298 82 61
                                    

Bagi Sashi Nararya, ini adalah bencana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi Sashi Nararya, ini adalah bencana. Sementara bagi orangtua Sashi, hal ini tentu saja keberuntungan. Dua orang dewasa paruh baya itu memang sudah lama berencana untuk meninggalkan Sashi sejak gadis itu duduk di kelas 12. Mereka hanya menunggu momentum yang tepat dan sepertinya apa yang mereka harapkan terjadi.

Sulit diterima, kondisi finansial orangtua Sashi tidak bisa diharapkan lagi. Mereka hanyalah agen penjual telur keliling dan tidak banyak yang diharapkan dari sana. Mereka sadar, semakin Sashi dewasa, semakin banyak pula pengeluarannya. Uang sekolah yang harus dibayar tiap bulan, uang gedung, uang buku, dan uang untuk kebutuhan lainnya dari anak itu.

Awalnya, semua baik-baik saja. Mereka pikir, dengan mengangkat Sashi sebagai anak, gadis itu bisa membalas budi pada suatu hari dengan membawa rezeki ataupun prestasi, layaknya investasi. Setidaknya, mendapat beasiswa mungkin sudah cukup membantu finansial mereka. Sayangnya, ekspetasi tidak sesuai realita. Sashi tumbuh menjadi anak gadis yang berbeda dengan apa yang mereka harapkan. Anak perempuan itu tidak cantik, bahkan tidak pernah juga mendapatkan prestasi. Mereka tidak pernah melihat Sashi punya bakat yang bisa dikembangkan. Bagi mereka, gadis itu adalah gadis biasa-biasa saja yang menumpang hidup dan sekarang hinggap bagai parasit di keluarga mereka.

Untungnya, Sashi sedikit tahu diri karena anak itu mau membantu pekerjaan mereka sebagai penjual telur. Bisa dibilang, satu-satunya keahlian Sashi hanya pintar berbicara dan banyak akal. Ketika hari pertama mereka menjual telur, pendapatan mereka jauh di atas yang diharapkan karena Sashi pintar mempermainkan pelanggan. Tapi, bagi orangtua Sashi, jelas itu nggak cukup. Menjual telur setiap hari tidak akan membuat mereka terlepas dari hidup susah.

Maka dari itu, mereka memutuskan untuk menjauhkan diri dari Sashi. Walau terdengar jahat, tapi hanya inilah yang bisa mereka lakukan untuk menyelamatkan hidup mereka dari kemiskinan. Entah ini memang suatu kebetulan atau tidak, tapi mereka sangat bersyukur telepon dari orang tak dikenal yang mengaku sebagai penculik Sashi datang. Mereka tidak perlu repot-repot meninggalkan Sashi, karena anak itu sudah meninggalkan mereka duluan. Ditambah besok, Ayah dan Ibu Sashi akan berangkat ke Malaysia bersama imigran gelap lainnya untuk bekerja sebagai TKI di sana. Kesempatan yang sangat bagus untuk kabur dari rumah kontrakan yang mereka huni ini tanpa membayarnya lagi.

"Ini barang-barang yang nggak kepake digimanain?" tanya Ayah Sashi pada istrinya ketika berkemas.

"Lo masukin karung goni aja terus letak di mana kek, apa kek. Mikir pake otak, jangan pake mulut," balas Ibu Sashi galak. Waktu mereka tidak banyak. Malam ini mereka harus berangkat ke pelabuhan karena kapal dari Indonesia akan berangkat ke Malaysia besok, dini hari.

"Galak amat neng," rutuk Ayah Sashi. "Ini barang si Sashi gue buang semua?"

"Ya, jangan, lah. Lo taro di karung juga, terus letakin di teras. Biar di ambil sama dia noh kalau dia ke sini. Sayang tuh duit gue beli seragam sekolah dan buku-buku dia, masa mau dibuang?"

Instant PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang