45. Lena

1.5K 401 22
                                    

Syelamat Rabu malem!

Pa kabar kalian? Capek karena udah mulai masuk kerja. Hehehe ... bersyukurlah, karena cuma orang hidup yang masih bisa capek. Uhuy!

So, Diana dan Tyo manggung di hari ini, semoga bisa nemenin kalian menjelang istirahat. Lagi-lagi eike juga mau ngajak kalian buat mampir di podcast eike, Winnyraca di Spotify. Kalian bisa dengerin kisah motivasi dan juga mulai awal bulan depan bakal ada cerita baru yang eike bacain alias dongengin di sana. Cuss, eike tunggu.

Now, enjoy.

BAGIAN EMPAT PULUH LIMA: LENA

Berto melirik punggung istrinya yang melangkah lewat bahkan tanpa menoleh. Wanita cantik yang juga sosialita kelas atas itu mengenakan pakaian yang mengekspos tubuhnya yang sintal, dan saat dia lewat, Berto bisa mencium bau alkohol menguar dari napasnya. Kesal dia mendengkus. Lena sangat menyukai pesta, dan alkohol adalah bagian dari pesta-pesta tersebut. Meski Berto tidak ingin usil dengan apa pun yang dilakukan perempuan itu, tapi dia tak bisa. Ada reputasi yang harus dijaga, dan kepedulian karena wanita itu bukan hanya istri sah, tapi juga adalah sahabatnya. Untuk beberapa waktu, entah sudah berapa kali Lena hampir melewati batas.

“Mabok?” tanyanya dingin sambil menghampiri Lena yang membuka lemari dan mengeluarkan pakaian ganti.

Lena mendengkus. “Memangnya gue bisa pulang, kalau enggak mabok dulu?” tanyanya balik.

Berto memutar mata. “Apa lagi kali ini?”

Lena termangu. sejenak dia menggigit bibir dan menghela napas berat, lalu berbalik. “Mantan lo ketemu Papi, kan? Dan lo ngambil kesempatan ngomong sama dia?” tuduhnya.

Berto ternganga, sejenak kehilangan kata. Lalu dia mendengkus dan tertawa sinis. “Didi ketemu dengan semua orang yang jadi sasaran netizen karena artikelnya, dan memberi mereka kesempatan untuk menjelaskan. Kalau aku ketemu dengannya, itu bukan hal aneh. Aku satu kantor dengan papimu. Ingat?”

Lena berdecak. “Lo sendiri yang mengantar dia ke ruang Papi. Apa itu perlu? Ada banyak karyawan di sana.”

“Aku kenal dia secara pribadi, aneh kalau aku enggak ketemu dia.”

“Aneh? Lebih aneh lagi, lo malah ngajak dia ngomong secara pribadi di dekat tempat parkir. Lo kasih kesempatan buat orang ngambil gambar lo dan bikin gue malu!”

Berto terpana. “Kamu … nyuruh orang mata-matain aku?” tanyanya tak percaya.

Lena menggeleng putus asa. “Gue enggak perlu nyuruh, Ber. Itu kantor Papi, semua yang ada di situ tahu siapa lo. Lo pikir gue peduli lo ketemu siapa? Gue enggak terima karena lo bikin gue malu! Lo bikin orang kantor ngegosip soal elo di belakang gue, but guess what? Gosip itu nyampe di kuping gue. Di kuping teman-teman gue. Lo mau hancurin harga diri gue?”

Berto termangu dan langsung merasa bersalah.

Lena mendorongnya menjauh lalu melangkah ke kamar mandi, tapi belum sempat dia mengunci pintu, Berto menerobos masuk dan langsung menciumnya hingga kehabisan napas. Marah, Lena meronta dan mendorongnya hingga jatuh.

“Ngapain lo?” teriaknya, marah.

Berto bangkit, lalu merangsek ke arah Lena, memojokkannya hingga ke dinding, tepat di bawah keran pancuran.

“Maaf, aku memang ketemu Didi, tapi enggak ada apa-apa, Len. Aku enggak sempurna, tapi enggak pernah berpikir untuk selingkuh,” katanya dengan suara serak. Ada luka di sorot matanya, juga sesal  yang membuat Lena termangu. Pergolakan batin terlihat nyata, gairah yang terpancing setiap kali istrinya marah, bercampur dengan perasaan bersalah yang Lena tahu, selalu menyiksanya.

Diana, Sang Pemburu BadaiWhere stories live. Discover now