0. Tujuh

6.2K 574 126
                                    

"In every weekend, he comes to me again.

While in everyday, I am waiting for him patiently more than a saint."

**

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

**

Bagian nol.

Hari Senin ; Seseorang bernama Tujuh.


MABEL

Saat itu umur gue masih 17 tahun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat itu umur gue masih 17 tahun. Tepat tiga tahun lalu. Lucunya, cerita ini gak akan dimulai dari gue, ataupun dia.

"Siapa nama bapaknya?"

"Tujuh."

"Tujuh.. Angka gitu? Angka tujuh?" Gue menunjuk jari jemari gue sejumlah angka tujuh untuk memastikan Ayah gak salah sebut.

"Iya, waktu Ayah tanya namanya siapa.. dia bilangnya Tujuh. Jadi namanya Bapak Tujuh."

Gue mengangguk-angguk antusias sambil mengunyah Roti Bakae Srikaya buatan Bunda. "Antik juga namanya, Yah."

"He eh." Ayah masih sibuk bolak-balik koran. Penasaran kali kemarin City menang berapa dari Tottenham.

"Baru banget pindah kemarin?"

"Iya tuh. Cuma katanya... Dia masih lihat-lihat dulu? Trial seminggu?"

Kening gue berkerut lagi. "Emang ada apa sih pindah rumah trial dulu?"

Kedua pundak Ayah naik dengan mulut yang manyun kasih tanda bingung, "Tau deh."

TIN! TIN!

"Nah nah nah kan ih Bel! Bilang sama si Prio itu kalo dateng ketok aja sih pager.. Jangan kasih hujaman klakson gitu. Tetangga sekomplek denger tuh dia dateng."

Heuuuh, Ayah gak tau aja kali ya Prio sama tembok tuh sama? Diomongin ratusan kali juga gak bakal mempan. Bukan karena bandel... Emang dasar ya gampang pikun aja orangnya.

"Maklum memang anaknya suka atensi.. Jadi kalau dateng yang nyambut harus sekompleks," timpal gue sarkastis.

"BEEEEEL AYO BERANGKAAAT!"

her everyday, his weekendWhere stories live. Discover now