Jacky : Little Wings

4 0 0
                                    

"Brengsek emang mas Agus!"

Jeka keluar dari parkiran sekolah sambil mengendarai motornya pulang ke rumah. Baru saja dia dapati kabar jika abang satu-satunya akan melanjutkan sekolah ke luar negeri secara tiba-tiba.

Sesampainya di rumah, orang pertama yang dicarinya pastilah abangnya.

"DIMANA MAS AGUS!" berlari ke kamar abangnya dan mendapati lelaki pucat itu tengah memakai jaket, bersiap ingin ke bandara.

"Brengsek emang lo mas!"

Meninju pipi abangnya walaupun itu tak seberapa. Yang dipukul tampak tak bergeming. Agus bangkit memperbaiki jaketnya.

Dia total mengabaikan Jeka yang tengah mengamuk, dengan santai menenteng tasnya dan turun dari kamar. Jeka mencak mencak melihat hal itu.

"MAS!!! LO KENAPA GINI?!"

"Bukan urusan lo" Agus dengan cepat berlalu, mengabaikan Jeka yang masih berusaha menahannya.

Kedua iris mereka bertemu, dan mata lelaki yang lebih tua dari Jeka itu seakan berisi perintah "Diam dan jangan banyak tanya!"

Cengkraman Jeka pada kerah jaket Agus terlepas perlahan, dan dia sungguh tidak bisa berbuat apapun saat abang satu-satunya itu pergi dengan mendadak ke Singapura untuk melanjutkan sekolah.

Punggung itu berjalan menjauh, menenteng tas dan menarik koper. Agus tidak menoleh, tidak mengucapkan sepatah kata perpisahan. Nyatanya dia bukan sehari dua hari disana, tapi bertahun-tahun hingga Jeka sering dikira temannya sebagai anak tunggal di rumah.

Pasti itu karena aku yang lemah!

Jeka yang terlalu muda, Jeka yang masih kekanakan, dan abangnya harus menanggung ini semua.

Agus terdeteksi menyukai seorang gadis, begitu perkiraan Jeka. Tapi mungkin gadis itu memang terpaksa dia tinggalkan demi memenuhi tugas meneruskan perusahaan Papa.

Memang bodoh si Agus ini!

Jeka kadang merasa tidak berguna di depan abangnya itu, Agus begitu sempurna dan Jeka adalah remah roti yang suka berkeliaran membuat onar di sekelilingnya.

Agus tidak pernah menghubungi rumah kecuali itu urusan pekerjaan dan yang dia telfon pastilah Papa nya saja. Mama menjadi sedikit murung semenjak kepergian Agus, tapi sedikit dia sembunyikan.

Mas Agus memang sangat pendiam, dia tidak banyak bicara lebih banyak bertindak. Tapi hal itulah yang kadang membuat Jeka tidak menyukainya.

Agus suka bertingkah semaunya dan tidak pernah memberi aba-aba apakah keputusan itu adalah hal baik untuk orang lain atau bahkan dirinya sendiri.

"Mas―ini gue Jeka." Jeka pernah mencoba menelfon Agus dengan memelas nomor pada Papa.

Degup jantung Jeka sungguh tidak bisa ditahan, entah kenapa itu adalah momen sangat penting baginya. Sudah 3 tahun tidak bertemu Agus.

Kira-kira gimana ya tampangnya?

"Mas Agus, gue nih adek lo. Jeka si pembuat onar hehe . Gimana kabar lo mas?" Jeka masih tidak bisa menangkap suara apapun di indra pendengarannya.

Orang di seberang diam tak bergeming.

Jeka mengecek handphonenya berulang kali, tapi disana masih terlihat menit percakapan yang sedang berlangsung.

Abangnya ini memang sangat kurang ajar! Pikirnya

Tapi dia sangat menyayanginya.

"Mas, gue sebenernya susah banget lho dapetin nomor lo ini dari Papa. Ampe diledekin gue seharian, tapi gapapa gue tetep pengen ngobrol sama lo!"

Jeka memulai monolognya. Dia cek lagi layar handphone, dan memang benar itu masih tersambung dengan Agus di seberang.

"Mas Agus, gue sebentar lagi bakal naik kelas nih. Sebenernya gue pengen banget kalau lo yang ambilin rapor gue haha. Betewe mas, Singapura gimana? Sekali-sekali gue juga mau liburan kesana tau!"

Tapi orang disana memang benar-benar tidak merespon apapun.

Menyebalkan memang!

"Bulan depan pas liburan sekolah, gue mau tatoan di tangan―"

Jeka mendengar suara bedebam dari seberang, Jeka menyeringai lebar lalu tetap melanjutkan.

"Iya mas, tatoan di tangan aja kali dulu yang kecil. Terus gue mau buat sebelah tangan full kalau udah lulus. Setelah itu gue mau tindikan juga di mana ya? di bibir? mungkin di alis? Menurut lo kalau gue―"

"Bajingan emang lo Jek!" Agus menyela dengan cepat, dan Jeka tidak bisa untuk tidak tersenyum.

Akhirnya abangnya itu merespon juga.

"Satu aja bagian tubuh lo gue nemu tato, gua samperin lo dan gue hajar!"

"Haha―" Jeka menjadi geli sendiri. "Udah dulu ya mas." Jeka mengakhiri telepon sepihak, tidak lama setelah itu ide gila memang benar-benar menghinggapi isi kepalanya.

Tepat ketika liburan sekolah, bermodalkan kenalan dan berguru pada pada salah satu temannya di sekolah Jeka memasang tato palsu pertama di tangan.

Foto tatonya dia sebar di instagram dan akibat kelakuan Jeka itu, Agus benar-benar datang dua hari setelah memberikan tanda like terlebih dahulu pada postingan tersebut.

Jeka sudah menduga hal itu!

Dia memilih duduk santai di ruang tamu. Menunggu abangnya yang sangat dia rindukan―untuk menghajarnya.

Agus memasuki rumah dan hal pertama yang dia lakukan tentu memberikan sapaan tinju pada pipi Jeka.

Bungsu Dharmawangsa itu menyeringai, bibirnya sedikit sobek dan mengeluarkan darah segar. Mama datang dari kamar dengan berteriak panik.

Jeka benar-benar di hajar Agus mati-matian hari itu, dan anehnya anak itu tidak melakukan perlawanan apapun.

Pasca pergulatan tunggal yang dipimpin oleh Agus, mereka berbaikan dengan ditraktir Papa makan di tempat masa kecil. Jeka tidak bisa untuk berhenti tersenyum walaupun wajahnya sudah babak belur.

Agus mendelik pada Jeka, sudah menduga kalau anak itu pasti hanya mengakalinya. Lalu Agus berakhir harus membawa Jeka ke Singapura karena adiknya itu terus menempelinya dengan alasan ada tugas sekolah selama liburan dan dia harus observasi di Singapura.

Jeka memaksa Agus untuk tinggal 1 hari saja di rumah, tapi permintaan itu ditolak mentah-mentah.

Malamnya setelah dinner keluarga, Agus dan Jeka langsung berangkat kembali ke Singapura dengan wajah Jeka yang masih babak belur.

"Brengsek emang masAgus!"

Dear Mas Agus (Spin Off)✔️Where stories live. Discover now