Jim William : Caught in the Lie

3 0 0
                                    

Wajah tampan itu terlihat kusut dan kelelahan. Lingkar hitam tercetak jelas dikedua matanya.

Seorang perempuan berjalan memasuki ruangan dan meletakkan satu nampan berisi makanan dan obat-obatan.

"Tuan Jim, saya membawakan anda sarapan dan obat. Bagaimana perasaan anda hari ini?" Perempuan itu duduk di salah satu bangku yang berhadapan langsung dengan ranjang Jim.

"Aku masih ingin mati" Suara putus asa diiringi gerakan kepala Jim yang terkulai lemah. Dia bahkan tidak ingat sudah berapa lama dia berada di ruangan ini dan kapan terakhir kali dia mandi, makan atau merespon dengan baik setiap orang yang datang membesuknya.

Perempuan di depannya tampak tidak terkejut sama sekali dengan penuturan Jim. Ini sudah kesekian kalinya dia mendengar Jim mengucapkan hal itu.

"Makanlah teratur dan minum obat. Mungkin anda bisa sesekali keluar untuk sekedar menghirup udara segar."

Jim hanya menatap tanpa minat, dia sudah kembali berbaring dan memunggungi perempuan yang sebenarnya adalah psikiater pribadi yang ditugaskan untuk merawat Jim.

Sudah sebulan tepatnya keadaan seperti itu terjadi. Setiap pagi Jim terbangun dengan perasaan kosong dan kehilangan. Dia resah, lelah dan juga sedih.

Waktu terus berjalan, orang-orang mencoba menghiburnya tetapi Jim tetap berada pada satu momen nun jauh dan tidak berpindah barang sehari pun.

"Aku merindukannya, tolong kembalikan dia padaku." Mata Jim berubah lebih senduh, tubuhnya ditekuk hingga melengkung dan lelehan air mata merembes pada pipi tirus itu.

"Aku merindukannya." Terdengar seperti mantra yang diulang berulang kali. Jim merasa telah kehilangan banyak hal termasuk sesuatu yang membuat lubang di hatinya menganga dengan lebar.

Rasa kehilangan yang dialaminya sungguh menyesakkan, Jim ingin menyudahi ini setiap saat. Tetapi selalu gagal, bukan seseorang mencoba menghentikannya, bukan. Tetapi tekad Jim untuk hidup yang masih begitu kuat jauh di lubuk hati paling dalam.

Jim berada dalam penjara kesakitan tiada henti yang hanya dia satu-satunya pelaku utama.

Dia berputar dalam rasa sakit yang terus menerus hadir setiap hari.

Suatu saat ketika malam tiba, dia―Jim―pernah memohon untuk ditidurkan selama-lamanya. Agar rasa sakit yang paling membingungkan dalam hatinya segera hilang.

Tetapi keesokannya dia kembali bangun dengan rasa sakit yang berbeda lagi.

"PRANGG!!!"

Maka itu terakhir kalinya kamar rawat Jim diisi dengan perabotan termasuk gelas dan piring. Setelahnya, hanya ada tempat tidur serta satu bangku dan meja.

Setiap satu jam setelah makanan Jim diantar dan jika dia belum juga menyentuhnya maka perawat akan segera mengambil kembali makanan dan nampan tersebut.Keadaan Jim akan dicek setiap satu jam sekali dan cctv diletakkan di dalam kamarnya.

Jim selalu mencoba mengakhiri hidupnya dengan apapun yang bisa dia gunakan di ruangan itu. Maka penjagaan ekstra memang benar-benar dilakukan.

Ruangan rawat itu berada di rumah Jim. Sesekali yang datang membesuknya adalah keluarganya juga.

Hingga suatu hari dia benar-benar terbangun dengan perasaan lain, sesuatu yang baru selain rasa sakit. Hal baru yang muncul setelah hampir dua bulan dia tidak melakukan apapun selain ingin mengakhiri hidupnya.

Perasaan itu adalah―

"keinginan untuk hidup."

***

Rasa suka Jim pada Tela tumbuh tanpa dia sadari. Awalnya Jim hanya tertarik dengan kepribadian Tela yang menurutnya unik. Tapi, semakin kesini semakin dia ingin memiliki gadis itu.

Tidak bisa dihentikan.

Dadanya berdenyut nyeri saat menerima undangan pernikahan Agus dan Tela. Kakaknya yang memberikan itu pada Jim.

"Kamu akan datang?"

Jim hanya diam, dia bahkan tidak berani untuk menatap Amy yang kali ini sudah mengambil posisi di sampingnya.

"Jim?" Tangan kakaknya yang kini tengah resmi menjadi istri Hoba itu menyentuh lembut tangan Jim yang bergetar.

"Aku―akan semakin menginginkan Tela kalau aku kesana, kak."

Rambut yang kini sudah berganti hitam itu tertunduk lemah. Dia merasakan belati diam-diam menusuk hatinya kembali.

Kenapa aku harus kehilangan lagi?

Bagi Jim, awalnya Tela itu terlihat sangat dekat, bisa digapai.

Tapi ternyata setelah dia tahu semuanya, Tela bahkan seperti matahari yang jika Jim mendekati dia akan terluka.

Karna hati Tela tidak pernah untuknya

"Jim, are you okay?" Pertanyaan yang beberapa tahun lalu sering sekali Amy tanyakan pada Jim.

"I will kak." Jim coba tarik sedikit sudut bibirnya.

Dia tidak akan kembali, menyakiti siapapun. Dia akan menghadapi ini.

Ini pasti akanterlewati, seperti hari-hari sebelumnya.

Dear Mas Agus (Spin Off)✔️Where stories live. Discover now