9. Wavering

4 0 0
                                    

Nine

Eric memberhentikan mobilnya di basement perlahan. Ia melepas seatbeltnya dan sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara, karena gadis yang duduk disebelahnya kini tertidur lelap. Elena secara ajaib terlelap di mobil Eric, padahal sebelumnya gadis itu tidak pernah tenang berada disamping Eric. Mungkin hari ini dia terlalu lelah berkeliling dengan Karina.

Eric memperhatikan Elena dalam diam. Perlahan mendekati gadis itu, ingin menatapnya dari dekat. Tangannya terarah merapikan anak rambut yang menutupi wajah gadis itu. Akhir-akhir ini Eric menyadari bahwa ia tertarik pada Elena. Gadis itu entah kenapa akhir-akhir begitu berbeda dari ingatannya dulu. Gadis yang dulu tak pernah menatap matanya kini matanya terlihat indah saat bertatapan dengannya. Sewaktu SMA, Eric selalu berpikir mungkin Elena hanya menganggapnya sebagai saingan sehingga tidak pernah terang-terangan memandang matanya ketika mereka berbicara satu sama lain.

Elena lalu berbalik menghadap Eric. Wajah mereka kini bertemu pandang walau gadis itu tidak berniat membuka matanya, tidurnya terlalu nyenyak. Perasaan asing kembali merasuki hatinya. Eric tidak tahu harus berbuat apa dengan perasaannya. Ia menarik nafas panjang, lalu terkesiap ketika Elena bergerak mengusap kedua matanya.

Ia lalu mengerjapkan kedua matanya, mengumpulkan kesadarannya sambil memperhatikan sekelilingnya dan menyadari bahwa ia tertidur di mobil Eric. "Maafkan aku, aku ketiduran." Ujar Elena meminta maaf. "Apa kita sudah sampai daritadi?" tanya Elena merasa tidak enak.

"Ah kita baru saja sampai."

"Kau seharusnya membangunkanku.. aku jadi tidak enak."

"Tidurmu nyenyak sekali, aku tidak tega membangunkanmu."

Kalimat terakhir Eric diiringi dengan tawanya yang dibalas dengan senyuman canggung dari Elena. Gadis itu lalu buru-buru mengambil tasnya, berusaha menghilangkan perasaan gugupnya.

"Terimakasih atas tumpangannya hari ini." Ujarnya lalu hendak keluar dari mobil Eric. Ia merasa malu sekaligus canggung karena dengan bodohnya ia tertidur pulas di mobil pria itu. Bagaimana jika Eric melihat ekspresi wajahnya yang tidak terkontrol saat tidur. Itu sungguh memalukan.

Elena terburu-buru hendak keluar, tetapi ia tertahan oleh sesuatu. Eric tertawa kecil "Kenapa buru-buru?"tanyanya sambil mendekati Elena membukanya melepaskan seatbelt. Elena semakin malu dibuatnya. Ia tampak konyol dihadapan Eric. "A-Aku tiba tiba ingin makan mie instan saat hujan seperti ini." Jawab Elena asal. Elena semakin merutuki dirinya sendiri karena jawabannya terdengar tidak masuk akal.

"Mie instan? Aku juga tiba tiba lapar, bagaimana jika kau makan di apartemenku?"

"Apa?"

Elena benar-benar tidak menyangka akan seperti ini. Niat hati ingin menghindari Eric untuk sesaat dan mengurung diri di apartemen karena perasannya yang sudah tidak karuan dibuat oleh pria itu.

"Makan mie instan bersama di apartemenku. Bagaimana? aku tidak terlalu suka makan sendiri."

Elena mengangguk ragu. Ia tidak bisa menolak permintaan pria itu. Eric tersenyum hingga matanya membentuk lengkungan bulat sabit.

"Ayo?"

"O-Oke.."

**

Elena dengan canggung menikmati mienya yang baru matang di ruang makan Eric. Ini pertama kalinya ia masuk ke dalam apartemen Eric. Apartemen pria itu didominasi warna hitam yang menenangkan. Matanya menyusuri setiap inci dari apartemen Eric dari ruang makan. Untuk ukuran seorang pria yang hidup sendiri, unit apartemen Eric terlihat sangat nyaman dan rapi.

Eric lalu tiba tiba datang dari arah belakang membawakannya segelas teh hangat. "Ah, terimakasih. Maaf merepotkanmu." Ujar Elena lalu perlahan menerima secangkir teh hangat itu sambil meniupnya. Pria itu lalu duduk di sebrang Elena. Menikmati mie instan kuahnya dengan lahap.

Forever & EverWhere stories live. Discover now