Forever & Ever

10. Sound of your heart

Ten

Sore ini Elisha merencanakan untuk makan-makan didekat pantai, sehingga rombongan mereka bersiap-siap dengan bahan untuk bakaran. Elena memutuskan keluar dari Villa lebih dahulu dan berjalan menyusuri pantai sambil menikmati sunset pertamanya di Bali. Begitu indah dan menenangkan perasaannya yang sempet tidak karuan karena Eric. Suara deburan ombak menemani kesendiriannya. Sudah lama Elena tidak merasakan liburan, dan ini saatnya ia mengistirahatkan pikirannya sejenak. Melupakan segala beban pikiran yang mengganggunya.

Ia menarik nafas perlahan, sambil merasakan angin yang menerbangkan helaian rambutnya dengan lembut. Elena juga merasakan tiba tiba ada jaket yang menyelimuti pundaknya. Gadis itu sangat terkejut hingga hampir terjatuh tetapi seseorang menahannya.

"Maaf aku mengagetkanmu."

"Ah, tidak apa-apa."

Elena menggigit ujung bibirnya. Baru saja, Eric terasa begitu dekat dengannya. Pria itu menahan pinggangnya agar tidak jatuh ke pasir. Sentuhan pria itu berhasil membuat jantungnya berdetak tak karuan sesaat hingga pikiran gadis itu terasa kosong. Elena bisa memastikan jika tidak ada suara ombak, Eric pasti bisa mendengarkan suara jantungnya yang sedang berdegub sangat kencang. Seluruh dunianya terasa berhenti.

"Kau sengaja ya mengagetkanku dengan memasangkan jaket ini?"

"Tidak. Bajumu itu sedikit terbuka dan anginnya lumayan kencang. Sebaiknya kau mengenakan jaket daripada masuk angin. Jangan sampai kau jatuh sakit, runtutan acara kita masih banyak." Baju Elena berupa dress putih selutut tanpa lengan yang terbuat dengan kain katun yang lembut. Bahannya ringan dan dengan mudah mengikuti arah hembusan angin.

Elena terenyuh ketika Eric terlihat mengkhawatirkannya tapi ia berusaha menepis pikirannya. Mungkin Eric hanya tidak ingin dirinya sakit dan merusak rangkaian acara. Elena lalu melepas jaket putih milik Eric, "tidak perlu repot-repot. Jika kedinginan, aku bisa pinjem Karina .. atau mungkin Savier."

Raut wajah Eric terlihat berubah, pria itu terlihat sedikit cemberut "aku sudah memberikan pinjaman, bukannya kau sebaiknya pakai punyaku saja." Elena tertegun, ia jadi merasa tidak enak menolak kebaikan kecil Eric. "Baiklah kalau begitu, terimakasih."

"Sebagai gantinya ayo bantu aku menyiapkan panggangan. Elisha tadi menyuruhku untuk mulai menyalakan panggangan."

Eric lalu berjalan mendahului Elena dan mulai merangkai panggangannya.

"Apa yang bisa kubantu?" tanya Elena mendekati Eric yang membongkar alat panggang. "Bantu aku mengeluarkan arang dan menyalakan api." Elena lalu membuka bungkusan arang dan membantu Eric menyalakan api dengan bantuan arang. "Semoga anginnya tidak terlalu kencang, apinya akan mati jika anginnya lebih kencang dari ini." Ujar Elena sambil menjaga api di panggangan agar tetap menyala.

"Eric!"

Suara Nadhia terdengar menyapa Eric dari arah belakang. Gadis itu membawa satu keranjang berisi berbagai lauk yang siap dibakar bersama dengan Elisha dan Christella. Mata Nadhia langsung tertuju pada Elena yang berdiri disamping Eric sambil menggunakan jaket kebesaran yang diketahuinya itu adalah milik Eric.

"Aku sudah meminta Karina, Savier, dan Leo untuk membeli minuman di minimarket terdekat, mungkin sebaiknya kita prepare ayamnya terlebih dahulu." Ujar Elisha sambil memasang sarung tangan untuk menyiapkan lauk yang akan dibakar. Elisha dan Christella membumbui ayam sementara Nadhia membantu membuat bakso bakar. Elena memutuskan untuk membantu Nadhia walau feelingnya tidak baik terhadap gadis itu. Seharusnya Elena ikut Karina untuk membeli minuman bersama, bukan malah terjebak dengan suasana canggung bersama Eric dan Nadhia. Elena merutuki kebodohannya sendiri.

"Kau seharusnya menemani Karina membeli minuman." Sindir Nadhia dengan suara yang sangat pelan tetapi Elena dapat mendengarnya dengan jelas. "Tapi aku ingin menikmati sunset disini."