12. Jangan Salah Langkah

54 11 10
                                    

Adakah rasa antusias dlm dirimuuuhk
met bacak^^


***

Mama berangkat, ya. Lusa Mama sudah pulang. Kamu jaga diri baik-baik.

Juno membaca kembali pesan yang dikirimkan Mama subuh tadi. Buntut dari susahnya dia bangun pagi sehingga Mama memutuskan berangkat tanpa membangunkannya. Juno mencoba biasa saja. Namun, ketika dia baca ulang berkali-kali, pesan itu membuat hatinya mencelos, seperti ada bagian yang dilubangi sangat dalam-yang saat dia biarkan, lubang itu justru meneteskan darah dan membentuk rasa perih.

Mata Juno memanas. Entahlah, sejak semalam dirinya sentimentil sekali. Tepatnya sejak dia meminta Mama datang menghadiri peluncuran filmnya hari ini. Mama terang-terangan menolak, berkata harus pergi ke luar kota untuk menemani peserta didiknya mengikuti lomba OSN. Mama bahkan nggak tertarik meluangkan secuil saja waktu yang dipunya.

Penayangan film ini berharga bagi Juno. Film yang dia buat bersama teman-temannya menyabet juara tingkat nasional. Film pertama dan kemenangan pertama. Juno ingin menunjukkan ke Mama. Barangkali Mama bisa lihat, meski nilai akademiknya pas-pasan dan dia nggak punya pencapaian untuk dibanggakan, tapi pada akhirnya ada lho, sesuatu yang dapat dia hasilkan.

Rupanya Mama lebih tertarik menemani anak orang lain daripada anak sendiri. Mungkin bagi Mama kemenangan itu nggak berarti. Harusnya Juno sadar dari awal; memang nggak ada satu pun bagian dari dirinya yang mampu membuat Mama bangga. Jangankan bangga, melirik pun enggan.

Kekehan miris tak bisa terbendung. Diam-diam dia merutuki diri. Menyalahkan ekspektasinya yang terlalu tinggi. Kalau sudah begini, dia mau bagaimana lagi. Tantrum menelepon Mama dan mengancam Mama kemari? Gila kali. Yang ada Mama malah akan mengamuk, semakin menyebutnya seperti anak kecil.

Juno mematikan ponsel, menyusupkan ke saku celana abu-abu yang dipakai. Tatapannya terlempar pada hamparan langit biru. Padahal cuacanya cerah, tapi dunianya terasa mendung. Semacam ada hujan deras yang siap menerjang. Basah dan dingin.

Juno mengerjap. Langsung menoleh kala pipinya merasakan dua sensasi tersebut. Sekaleng minuman bersoda sengaja ditempelkan seseorang di pipi Juno. Teriknya mentari membuat Juno yang masih mendongak jadi kesulitan menerka siapa pelakunya. Namun, ketika perempuan itu menyibak sebagian anak rambut yang menghalangi wajah, senyuman tersungging di bibir Juno.

"Anteng amat," tegur gadis itu, beralih duduk di samping Juno.

Juno menerima sodoran soda tersebut. Membukanya kemudian meminum beberapa teguk. Acara penayangan film sudah dimulai. Juno memilih bertandang ke taman sekolah setelah mengikuti serangkaian sesi penyambutan. Dia nggak tertarik lagi melihat reaksi orang-orang saat menonton film besutannya.

"Kok di sini?" Juno bertanya, nggak mengira gadis itu menyusul. "Kalau dicariin gimana? Lo kan penulis script."

Gadis itu tertawa santai. Surai hitamnya yang panjang bergelombang bergerak-gerak ditiup angin. "Sutradara yang mangkir dari screening film pertamanya harusnya nggak ngomong kayak gitu."

Juno menggigit bibir bawah. Lidahnya tertahan masuk. Membisu oleh jawaban yang tak dia sangka.

"Ortu gue juga nggak dateng," kata gadis itu. Dan sebelum Juno sempat bertanya kenapa, seuntai kalimat sudah meluncur dari bibir penuh tersebut. "Orang dewasa selalu punya alasan buat kesibukan mereka. Sebagai anak kita harus ngertiin, 'kan?"

Telinga Juno nggak menerima ucapan itu sebagai pertanyaan. Mereka sama-sama tahu jika mereka terpaksa harus mengaminkan kalimat tersebut agar bisa sedikit merasakan damai. Kalau enggak, sampai nanti yang menyelimuti cuma kesedihan.

Juno's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang