Tiga

19.7K 810 8
                                    

Rafi menjejalkan roti dengan kasar ke mulutnya. Matanya membesar menatapku yang duduk di hadapannya. Tampak sekali amarahnya masih tersisa.

Ya, dia habis marah-marah padaku. Alasannya simpel, nasi goreng yang kumasak rasanya tak enak. Aku memang tak bisa memasak. Tak terbiasa. Di rumah, selalu ibu yang menyiapkan segalanya. Di rumah orang tua Rafi, sudah ada pembantu. Dan kini, begitu kami tinggal sendiri, Rafi dengan entengnya bilang kalau dia tak ingin menyediakan pembantu. Dengan kata lain, aku disuruhnya menjadi ibu rumah tangga tulen. Kejam sekali dia! Bukannya aku tak mau, tapi mengurus rumah yang besarnya tiga kali lipat dari rumah keluargaku, sendirian, bukankah itu sama halnya dia menyiksa ragaku? Dan satu hal lagi yang membuatku kesal adalah dia melarangku melanjutkan studi. Bayangkan saja, aku yang tengah berencana untuk S2 supaya bisa direkomendasikan menjadi dosen, kini dengan santainya Rafi berujar kalau aku harus berhenti jadi asdos dan fokus berumah tangga saja. Dia benar-benar sangat menyebalkan.

"Ya sudah, kamu bisa terus jadi asdos. Tapi aku nggak mau lihat rumahku berantakan gara-gara kamu nggak becus mengurusnya. Satu hal lagi, belajar memasak!"

"Baiklah." aku sedikit bernapas lega karena dia akhirnya luluh juga setelah aku menghiba-hiba.

"Tapi aku tetap tak mengijinkanmu kuliah lagi." tegasnya.

"Tapi...."

Uft! Hampir saja aku senang. Hobi sekali dia mematahkan harapanku. Apa dia tak berpikir, sebagai seorang pengusaha bukankah akan lebih bonafid kalau punya istri berpendidikan tinggi? Ah, persetanlah! Aku ingin melanjutkan pendidikan kan memang karena ingin menggapai impianku. Tak peduli dengan status istri pengusaha atau apalah itu.

"Jangan membantahku, Intan!"

Ya, ya. Aku sudah hafal betul kalimat pamungkasnya. Ya Tuhan, mimpi apa aku? Kenapa Kau ciptakan laki-laki seperti ini untuk mendampingiku? Menyesal? Ah, tak ada gunanya. Mau tak mau aku memang harus menikahinya.
**

SAAT KAMU BUKAN DIRIMUWhere stories live. Discover now