Delapan

14.6K 698 2
                                    

Klek.

Pintu kamarku terbuka. Tampak Rafi dengan wajah kusut memeluk bantalnya. Aku bangun.

"Kenapa, Raf?" tanyaku khawatir.

"Boleh aku tidur di sini? Aku nggak bisa tidur, Tan." ucapnya gelisah.

Ha??! Apa yang harus kulakukan sekarang? Menolaknya? Atau membiarkannya tidur bersamaku? Kalau aku menolak, Rafi pasti akan bertanya-tanya.

"Aku hanya ingin ditemani." katanya lagi.

Aku mengangguk. "Baiklah." kataku sambil bergeser ke samping untuk memberi ruang padanya.

Rafi merebahkan badannya di sebelahku. Ini bukan pertama kalinya aku tidur seranjang dengannya, namun kenapa rasanya deg-degan begini?

"Intan..." panggilnya.

"Ya?"

"Kamu bahagia bersamaku?"

Pertanyaan-pertanyaan semacam inilah yang paling tak ingin kujawab. Tapi Rafi selalu saja menanyakannya.

"Kamu ngomong apa sih, Raf? Tentu saja aku bahagia."

"Aku juga bahagia memilikimu." Ucapnya tersenyum sambil menoleh padaku. Kubalas senyumnya, lalu kucoba memejamkan mata. Pura-pura tidur agar dia tak bicara lagi.

Pelan-pelan aku berusaha memiringkan tubuh membelakanginya. Aku tetap tak bisa tidur. Hening. Mungkin Rafi juga sudah tidur. Aku tak berani menoleh ke belakang. Biar saja dia menganggap kami sudah sama-sama tertidur.

Tak lama kemudian kurasakan napas hangat mengendus tengkukku. Oh! Kenapa Rafi jadi tidur sedekat ini? Aku tak berani bergerak. Tiba-tiba kurasakan belaian dan kecupan ringan di rambutku. Membuatku tersadar jangan-jangan Rafi belum tidur.. Ya Tuhan, apa yang lelaki ini lakukan?

Tubuhku kembali menegang seperti saat di sofa tadi. Kini kurasakan sebelah tangan Rafi memeluk tubuhku dan kakinya pun menindih kakiku. Dia pikir aku guling apa? Kugerakkan sedikit tubuhku untuk menghalaunya. Rafi masih bertahan pada posisinya.

"Raf..." kucoba memanggilnya.

"Hemm.."

Benar! Rupanya dia tidak tidur.

"Lepasin aku, Raf..." aku kembali menggerakkan tubuhku.

"Biarkan aku memelukmu, Intan..." Rafi kembali mengecupi rambutku.

Ah, laki-laki ini benar-benar membuatku pusing tujuh keliling. Apa dia tak sadar kalau jantungku saat ini berdetak tak tentu arah? Apa dia tak sadar perasaanku makin sakit dengan keadaan yang seperti ini? Rafi! Rafi! Rafi! Aku tak kuat lagi menahan.

"Lepasin aku, Raf..." aku masih sempat bergumam lirih dengan air mata yang menetes membasahi bantal. Rafi masih mendekap tubuhku dari belakang.
**

SAAT KAMU BUKAN DIRIMUWhere stories live. Discover now