Chapter 45

145K 4.6K 673
                                    

That's the wedding dress.

Aku menundukan kepalaku ketika aku dan Sean berada di bandara, paparazzi dengan hebohnya mengikuti mobil kami sampai di bandara dan segera menyerbu kami sebelum kami masuk di bandara, Melisa sudah memperingatkan tentang hal ini dan aku menyesal karena menganggapnya remeh. Lengan Sean melingkar dengan erat dipinggangku ketika dia membawaku masuk kedalam bandara. Mereka bersahutan menanyakan tujuan kami pergi tapi Sean tetap saja membisu dan berusaha sekeras mungkin membawaku pergi dari tempat ini.

"Hei! Jauhkan tangan sialanmu darinya!" Sean membentak kepada salah satu pria yang berusaha untuk menyentuh lenganku untuk menarik perhatianku. Wajah pria itu langsung pucat pasi dengan sesegera mungkin dia menjauhkan tangannya dariku. Aku menoleh pada Sean lalu mengecup lehernya berharap itu bisa menenangkannya, aku tidak perduli dengan paparazzi sialan yang berusaha mengabadikan momen tadi, yang aku inginkan hanya Sean tidak menghajar pria tadi dan menjadi tontonan gratis.

Beberapa menit kemudian aku dan Sean telah memasuki pesawat, aku dan Sean duduk nyaman di bangku kelas satu, aku melihat Sean yang masih telihat sangat kaku dan cemas. Dia sadar ketika aku memperhatikannya dan dia mengalihkan perhatiannya dengan mengutak-atik ponselnya, aku mengulurkan tanganku untuk menggapai dagunya lalu mengelusnya perlahan.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku sambil mengecup dagunya yang masih tegang, matanya bahkan waspada saat menatapku, kejadian sialan itu benar-benar sudah merubah suasana hatinya.

"Tentu" dia berbohong, dia bahkan tidak menatapku saat mengatakannya. Aku tersenyum dan meraih tangannya dan mengecupnya berulang kali, aku berhasil membuatnya tertawa ketika aku melakukannya, dia juga terlihat lebih rileks daripada sebelumnya. Suasana tenang kami diganggu oleh pramugari berambut merah dengan dada besar yang sedikit membungkuk ke arah Sean, dia memasang senyum sempurnanya.

"Apakah anda membutuhkan sesuatu sir?" tidak bisa dipercaya dia bahkan melupakan aku yang ada di samping Sean.

"Adakah yang kau butuhkan sayang?" Sean mengabaikan pramugari tadi dan mengulurkan tangannya untuk menaruh sebagian rambut bergelombangku ke belakang telingaku, aku mendekat kearahnya lalu berbisik.

"Segelas anggur putih?" aku berbisik sambil merayunya untuk mengiyakan permintaanku, tanpa perduli dengan pandangan si rambut merah itu. Sean terlihat cemberut mendengarkan permintaanku, oh astaga... dia benar-benar sangat menggemaskan saat ini.

"Kumohon..." aku memohon padanya. Dia menampakkan wajah menyerah kemudian meraih daguku untuk menanamkan ciuman singkat di bibirku tanpa perduli pramugari yang sedari tadi menyaksikan aksinya dengan tatapan yang sungguh sulit untuk kumengerti.

"Segelas anggur putih untuk wanita menawan ini" Sean berkata serak pada si rambut merah sebelum si rambut merah itu tersenyum menawan pada Sean dan menggoyangkan pinggulnya secara berlebihan ketika dia meninggalkan kami untuk mengambilkan minuman yang kupesan. Apa-apaan!.

"Jangan sampai terlalu lelah" Sean berkata sambil menanamkan ciuman berulang kali di telapak dan punggung tanganku, aku menghembuskan nafasku dengan berat saat mendengarnya mengatakan hal itu, dahi Sean segera saja mengerut melihatku, jemarinya menyentuhku dengan sangat lembut seolah aku barang paling berharga yang mudah pecah. Saat dia akan bicara si rambut merah datang dengan membawa anggur putihku, aku tersenyum dan menggumamkan terima kasih padanya meskipun tatapan si rambut merah itu tertanam pada Sean, aku melirik Sean dari sudut mataku yang masih menatapku dengan intens, dia bahkan bersikap seolah-olah si rambut merah itu tidak ada di antara kita.

"Ada lagi yang anda butuhkan Mr Blackstone?" pramugari itu kembali menanyai Sean dengan senyuman sempurnanya, pandanganku bertemu dengan pandangan Sean aku mendapatinya masih memandangku tanpa bergeming sedikitpun.

Forever MineWo Geschichten leben. Entdecke jetzt