00.

17.3K 1.4K 15
                                    

Setelah sekian lama− setelah keduanya tak pernah bertatap muka ataupun mengobrol bersama, akhirnya mereka bertemu dalam kesempatan yang benar-benar tak diduga. Bertabrakan satu sama lain. Gadis yang berjalan sambil fokus pada layar ponselnya itu menabrak bahu Jungkook. Hingga mereka jatuh dengan kedua tangan Jungkook yang menahan lengannya agar tidak ikut ambruk−

"Astaga! mian...hae..." Ia memekik namun suaranya memelan begitu matanya bersirobok dengan manik kelam pemuda itu. Sadar bahwa kegugupan melanda dirinya, dengan susah payah ia menelan ludahnya.

"Jungkook-ah?" panggilnya dengan suara tercekat.

Sudah lama sekali tidak berada dalam dekapan Jungkook. Entah darimana asalnya, potongan kenangan mereka waktu masih bersama terlintas di memorinya seperti kaset yang diputar. Hening melanda, sementara Jungkook sendiri masih mendekapnya. Bahkan ia bisa mencium harum tubuh Jungkook yang khas dari jarak yang minim itu. Aromanya masih sama seperti beberapa bulan yang lalu.

Ia rindu sekali, ia ingin menghentikan waktu− kalaupun bisa.

Baru saja berharap, Jungkook sudah melepas genggaman pada dirinya. Menimbulkan segelintir rasa kecewa yang menggerogoti relungnya.

Ia limbung sedikit sambil menatap kosong tubuh Jungkook yang tak jauh dari jangkauan matanya. Meski lelaki itu tinggi dan ia perlu mendongak untuk sekedar mengamati wajahnya yang rupawan, itu semua tidak begitu menyulitkan. Malah lebih sulit untuk menghindari keberadaan Jungkook. Ia tidak bisa berpura-pura tak mengenalnya yang pernah mengisi hati kosongnya dengan berjuta-juta warna.

Jungkook berbalik sedang ia berteriak dalam hati, jangan pergi. Lalu Ia menatap nanar punggung yang menjauh itu dengan hati pilu.

Ia tahu, ia tak berhak mengharapkan datangnya Jungkook kembali. Tapi tidak bolehkah ia percaya pada satu keajaiban? Ia ingin Tuhan mengirimkan Jungkook lagi agar hari-hari yang ia lalui bertambah cerah. Semenjak berpisah, ia seperti abu-abu− terkadang hitam, terkadang putih.

Pernah sekali ia mencoba untuk berpindah saat menyadari bahwa Jungkook juga memiliki kebahagian yang baru− memiliki cintanya yang baru.

"Jungkook-ah!"

Suara seorang gadis membuat Jungkook tersenyum. Ia bisa mengerti bagaimana cara Jungkook tersenyum meski hanya lewat punggungnya. Ada yang menyayat hatinya kala tahu bagaimana cara gadis itu memanggil nama Jungkook. Ia meringis− tersenyum kecut− begitu melihat lengan Jungkook menjadi sandaran gadis lain.

Jungkook pasti telah menghapusnya, menjadikan ia bagian dari kepingan puzzle masa lalunya.

Jadi, ia berusaha keras untuk menjalin hubungan dengan siapapun itu− selain Jeon Jungkook. Ia iri pada Jungkook yang bisa bahagia tanpa dirinya, sukses berkelana tanpa sesekali rindu akan dirinya.

Namun tidak bisa. Walau beberapa teman laki-lakinya menaruh perhatian pada dirinya, hatinya tetap tidak berdesir, terasa biasa saja. Hatinya menolak jika itu bukan Jeon Jungkook. Intinya, hanya dirinya yang merana− bahkan setelah sekian lama Jungkook pergi dari sisinya.

DAYS: FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang