Cerpen - Erebus

4K 220 64
                                    

Genre: Fantasi
April 2015

=====

Tertatih-tatih, aku berupaya meloloskan diri. Napasku tersengal tak karuan. Di belakangku, sesosok makhluk sedang memburuku. Satu-satunya senjata yang kubawa telah hancur. Dalam upaya terakhirku, aku terus berlari mencari jalan keluar dari hutan terkutuk ini. Sebentar lagi... Sedikit lagi makhluk itu akan menangkapku!

Dalam kegelapan malam yang pekat, tidak mampu memperhatikan jalan, aku tersandung dan tersungkur ke hamparan tanah. Makhluk itu sudah semakin dekat. Jemari hitam bercakar panjangnya mengulur kepadaku...

Tolong aku!

***

Aku tidak pernah suka hutan. Bukan karena desas-desus tentang adanya penyihir, monster, hantu, dan sejenisnya, namun semata karena binatang-binatang melata yang kadang kutemukan di dalam sana. Kendatipun aku tidak suka memasuki hutan, aku mau tidak mau harus melakukannya, demi profesi baruku. Mengumpulkan buah beri, tanaman herbal, dan tumbuhan-tumbuhan lain yang sekiranya bisa dijual. Setidaknya seminggu empat kali, sejak menjelang siang hingga matahari nyaris terbenam, aku menjelajahi hutan ini, mengacak-acak isinya untuk menemukan kekayaan alam tidak bertuan –sumber penghasilanku. Selain berbekal sebuah karung besar, aku membawa serta sebilah celurit tua, menggunakannya untuk menebas semak-semak penghalau, atau bila sedang sial, untuk menebas ular yang berkeliaran di dekatku –karena itu aku benci binatang melata, mereka mengotori celuritku.

Selain aku, tidak ada penduduk desa yang segan memasuki hutan. Terlalu berbahaya, kata mereka. Sarang monster, penyihir, dan hal-hal jahat, desas-desusnya. Semua penduduk desa percaya akan keberadaan makhluk-makhluk itu. Beberapa --kebanyakan para penebang pohon-- pernah berkata tidak sengaja menemukan suatu penampakan di sana, dan sejak itu tidak sudi memasuki hutan lagi. Perihal benar atau tidaknya, sementara ini aku tidak ambil pusing tentang hal tersebut, yang penting perut-perut kelaparan yang menungguku dapat terisi.

Ya, uang untuk menyambung hidup keluargaku, itu saja yang kubutuhkan.

***

Sudah lama Erebus memperhatikan gadis itu. Muda, enerjik, dan kuat. Barangkali baru berusia dua puluh tahun atau sedikit lebih muda. Usia yang sangat muda dibandingkan usianya sendiri yang sudah mencapai beberapa milenium, Erebus bahkan lupa hitungan persis saking lamanya. Mulanya Erebus bingung dengan apa yang gadis itu lakukan di hutan tempat tinggalnya, sebelumnya dia tidak pernah melihat ada manusia yang cukup berani untuk memasuki hutan ini. Hari demi hari, Erebus mulai mengerti apa yang gadis itu cari. Dia membiarkan si gadis memetik tumbuhan-tumbuhan yang dia tanam sejak lama di seluruh penjuru hutan, sembari diam-diam mengamati si gadis dari kejauhan.

Erebus jarang berinteraksi dengan manusia; dia teramat penasaran untuk mengenal mereka secara langsung, bukan melalui kabar burung yang dia dengar. Kendati Erebus memiliki fisik yang serupa dengan manusia, namun dia paham bahwa mereka adalah entitas yang teramat berbeda. Cara manusia berbicara, berpikir, dan berperilaku... Erebus ingin mengetahui lebih dalam tentang mereka, tetapi manusia-manusia itu selalu ketakutan begitu Erebus mencoba mendekati. Kalau saja dia punya kesempatan...

***

"Mana lagi?" cercaku pada kelebatan hutan.

Aku kesal sendiri. Akhir-akhir ini, kawasan hutan tempatku biasa memanen tanaman dan buah mulai kehabisan stok; sudah cukup banyak yang aku petik, membuatku harus menyusuri area hutan yang lebih dalam.

Semakin dalam, semakin dekat hutan berbatasan dengan pantai. Dari tepi hutan yang menyatu dengan tebing menjorok, aku dapat melihat deburan ombak di bawahku. Di daerah ini rupanya banyak buah beri yang lebih ranum. Aku bisa membayangkan keping-keping logam yang menantiku.

Lutalica (Cerpen+Puisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang