Bonus Chapter

5.2K 588 800
                                    

Paris, Tiga bulan berselang.

Luke mengangkat cangkir teh mendekati bibirnya, lalu sebelum menyesap, perlahan ia memutuskan memejamkan mata, membiarkan uap hangat yang membias tenang merilekskan pikirannya. Seperti selalu.

Ia menarik nafas, lalu tak lama kembali membuka mata dan bergerak menghirup cairan bening dalam cangkirnya, sambil sesekali mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan.

Tea-room Dalloyau sore itu tidak terlalu ramai. Mungkin karena ini masih jam kerja, pikirnya. Biarlah. Sehabis menggasak Opéra individuelnya, ia juga akan pergi dari sini.

Akhirnya beberapa saat kemudian, setelah menghabiskan pesanan dan menyempatkan diri membeli se-pak Macarons untuk care-taker flatnya, Luke pun melangkah keluar lalu masuk ke dalam mobil hybrid-nya yang terparkir di depan Dalloyau.

Karena tidak tahu mau kemana -jelas tidak kembali ke kantor karena pekerjaannya sudah selesai-, Luke memutuskan melajukan mobilnya pelan-pelan menyusuri Rue -jalan- St. Honore, merancang semacam self sight-seeing tour kecil-kecilan.

Lalu tak lama, tepat ketika ia melintas di depan salah satu flagshop brand fashion ternama, pemuda itu dikejutkan oleh pesan yang berkedip-kedip pada ponselnya. Email ternyata. Dari Frisca.

Seperti biasa dalam tiga bulan terakhir, email itu berisi pesan singkat dan sebuah attachment foto dari Frisca. Luke tersenyum tipis. Gadis itu masih bereksperimen dengan kamera barunya ternyata. Frisca memang jadi suka sekali memotret apa saja yang terjadi belakangan di Jakarta lalu mengiriminya pada Luke yang nun jauh disini agar tidak ketinggalan berita.

Foto itu ternyata berisi tiga orang keluarga intinya, foto yang membuat Luke merasakan kehangatan keluarga menjalari hatinya. Stefanus nampak merangkul Romi di sofa, sementara Calum berdiri sambil berkacak pinggang di belakang keduanya, berekspresi seakan ia cemburu. Frisca menulis caption pada foto itu "Padahal dia kan ada aku T-T"

Luke menahan tawa lalu terdiam, mencoba menelaah. Hubungan papa dan mamanya memang semakin menghangat sejak beberapa waktu lalu, entah kenapa. Kabarnya bahkan mereka -Stefanus dan Romi- akan berlibur, berkeliling Eropa beberapa lama, hanya berdua. Mungkin memang hanya Frisca yang tahu, sejak Stefanus melepaskan beban itu, ia mulai berniat untuk membangun semua yang tersia selama ini.

Luke berpikir lagi. Frisca dan Calum sejauh ini juga masih baik-baik saja, tidak ada ancaman keretakan, kecuali perdebatan abadi kecil yang tak perlu dipusingkan.

Pemuda itu menurunkan ponselnya, merenung. Mengingat Frisca dan ucapan terakhir gadis itu saat bersama Calum mengantarnya ke bandara.

Setelah Frisca melepas pelukannya, bening mata gadis itu menunjukkan bahwa ia serius dan tak mau dibantah "Temukan seseorang disana ya, Kak." Ucapnya pelan. "Seseorang yang cukup pantas untuk menerima semua kebaikan luar biasa Kakak."

Frisca tersenyum kecil, "Bahagialah untuk aku, untuk Kakak," ujarnya.

Luke mendesah, masih melajukan setirnya tak tentu arah, sibuk berpikir. Mungkin tidak semudah itu, Frisca. Belum sekarang, batinnya.

Pemuda itu lalu tersadar dari jerat benaknya, dan melihat seksama ke luar jendela. Ah. Ia tidak sadar sudah berkendara cukup jauh. Sudah mengarah ke Champ-élysées ternyata.

Luke menarik nafas, terus menyetir hingga akhirnya menghentikan laju mobilnya di salah satu ruas di ujung barat Champ-élysées, yang ditandai dengan berdirinya monumen besar Arc de Triomphe.

Ia lalu membuka jendelanya dan mematikan mesin, menikmati suasana sore petang menjelang musim dingin di wilayah kedelapan -8eme- kota Paris sambil mengetik balasan atas email Frisca.

Love Command [5SOS]Место, где живут истории. Откройте их для себя