BAB 6: {Apocrypha}

510 53 21
                                    

Sementara itu, Lúcás tersenyum miring pada tegukan terakhir martininya. Ia kembali menyangga dagu setelah meletakkan gelasnya. Matanya menatap Finnegan penuh eksaminasi. Kemudian, lagi-lagi, ia mengutarakan sesuatu yang mengejutkan. "Kau juga seorang pewaris darah Dewa, bukan, Finnegan?"

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
—🍀Tale of Demigod🍀—
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Aku terkejut bukan main. Kutatap kedua orang itu bergantian. Lúcás masih tersenyum hiperbolis. Sedangkan Finnegan, kupikir dia juga sama terkejutnya denganku.

Tetapi ternyata, Finnegan lebih mampu mengatasi situasi. Dia lah yang kemudian buka suara terlebih dahulu. "Itu adalah hal yang berbahaya." Ia terkekeh. "Tidak baik membicarakan hal tabu seperti itu ketika masih ada manusia di sekitarmu."

Lúcás mengedikkan dagunya ke arahku. "Kalau yang kaumaksud adalah gadis ini, tenang saja. Beberapa jam yang lalu dia baru saja tahu ibunya adalah seorang Dewi."

"Kau gila?! Apa yang sedang coba kaubicarakan?" Mataku serta-merta membeliak pada Lúcás. Aku tak habis pikir ia mengajak bicara orang lain mengenai hal itu. Untukku saja masih belum bisa sepenuhnya kupercaya.

Sementara itu, aku nyaris terlupa bahwa Lúcás juga menyebut Finnegan memiliki darah Dewa. Pemuda itu tiba-tiba mengalihkan pandangannya kepadaku, terlihat terkejut. "Tidak, maksudku akan konyol jika Manajer yang mendengar pembicaraan ini—tapi mengesampingkan hal itu—Kupikir kau sudah tahu sejak awal, Sullivan."

"Tahu apa?" balasku sekenanya.

"Bahwa kau seorang Demigod!" jawabnya.

Aku menekan keningku. Jadi selama ini Finnegan sudah menyadari hal itu? "Jangan bilang tekanan aneh yang kurasakan darinya adalah karena dia seorang Demigod," cercaku pada Lúcás.

Ia mengernyit. "Aku tidak bilang bahwa temanmu ini seorang Demigod."

Alisku tertaut secara impulsif. "Lalu?"

"Aku seorang Apocrypha." Finnegan berceletuk. "Masih punya darah Dewa, tapi bukan Demigod seperti kalian."

"Ya, ya, kita bisa bicarakan itu nanti," potong Lúcás. "Seperti yang Finnegan bilang, ini adalah pembicaraan yang cukup tabu jika ada manusia di sekitar kita. Mari perbincangkan ini di lain hari."

Bersamaan dengan itu, pintu bar mengayun terbuka. Lúcás benar. Pelanggan mulai berdatangan ke bar kami.

🍀🍀🍀

Empat jamku berlalu dengan begitu inferior. Lúcás yang hanya berputar-putar di dalam bar sembari mengamati dekorasi malah membuatku semakin keki. Finnegan justru terlihat seperti tak peduli. Seolah percakapan tadi hanya sekadar angin lalu belaka. Ini benar-benar menjengkelkan. Lagi-lagi aku dibiarkan tergantung dengan seribu pernyataan dan keping-keping penggalan jawaban yang acak berceceran.

Akhirnya kuraih mantelku setelah menanggalkan apron yang sebelumnya kukenakan. Manajer masih belum pulang. Setidaknya yang terpenting dia tahu aku masuk kerja hari ini. Mataku pun melirik ke arah Finnegan. Dia terlihat sibuk membuatkan koktail untuk salah satu pelanggan. Terlepas dari paranoiaku padanya selama ini, aku jadi punya begitu banyak hal yang ingin kubicarakan dengannya. Tentu saja karena diawali oleh celotehan Lúcás sore ini.

"Kita pulang sekarang?" Sebuah suara berceletuk di sebelahku.

Kutolehkan kepalaku padanya—Lúcás, tentu saja. "Sebenarnya berapa lama kau ditugaskan untuk mengawasiku? Aku jadi merasa seperti kehilangan privasi di sini."

Tale of Demigod: As The Banshee SingsWhere stories live. Discover now