Reyhan

37 2 0
                                    

           " Gue Reyhan. Anak paling populer di sekolah ini. Gue adalah ketua osis di sekolah. Menjadi pacar gue adalah impian banyak cewek di SMA ini. Gimana? Apa lo bisa dapetin hati gue?"

                                                                            -Reyhan Astrowinando-



      Mungkin kebanyakan orang mengatakan bahwa hal yang sangat membanggakan adalah menjadi orang yang paling populer di sekolah. Tapi tidak untuk Reyhan. Kebanyakan orang melihat bahwa Reyhan seperti senang diperebutkan banyak kaum Hawa. Tapi kejadian yang sebenarnya adalah ia sangat lelah dengan semua itu.

" Rey? Kenapa lo?" Fero mendekat, melihat Reyhan yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

" Tadi gue ketemu Sandra. Pusing gue sama dia. Gak tau lagi harus gimana." Reyhan menarik nafas. Diluar panas makin terik. Lingkungan sekolah sudah semakin sepi. Jam sekolah sudah berakhir. Dan yang tersisa tidak bisa dikatakan banyak. 

Fero tertawa renyah, " Hahaha. Mampus, lo. Tuh cewek kayaknya emang cinta mati sama lo, Rey. Gak nyangka gue sampe segitunya. Lagian, kenapa gak lo terima aja cintanya dia? Dia jugakan cewek paling populer di sekolah." Fero menghentikan kalimatnya, melihat sekitarnya apakah ada orang atau tidak, dan berbisik, " Populer galaknya, sih."

" Ah, lo kira terima cinta segampang itu? Gue gak cinta sama dia, bro." Reyhan mengusap wajahnya kasar. Fero mangangguk kecil dan mengambil tas abu-abunya. Ia melihat kejendela luar. Suasana sudah semakin sepi. Fero memutuskan untuk pulang lebih dulu, sementara Reyhan memilih untuk tetap berada di sekolah. Ia memutuskan untuk bermain basket sebentar untuk menghilangkan rasa stress yang ada pada dirinya.

" Ah! Emang, ya. Jadi orang ganteng itu gak seindah yang gue pikirin." Reyhan beranjak berdiri dan mengambil bola basket yang berada di dalam tasnya.

" Idih, pede banget, lo."  tiba-tiba suara yang terdengar seperti perempuan memenuhi seluruh ruangan kelas yang sudah sepi. Reyhan memutar badan, melihat siapa yang datang.

" Wenda?" Reyhan memutarkan bola basket dijari telunjuknya, " Gue kira siapa." lanjutnya. Wenda tertawa dan mendekati Reyhan.

" Gue udah tau kalo lo bakal main basket dulu disini, jadi gue samperin lo. Gue ikut main, ya?" mata indah Wenda menatap Reyhan. Reyhan menarik nafas, dan mengangguk pelan. Ia langsung berjalan mendahului Wenda.

   Wenda adalah sahabat masa kecilnya yang paling setia dibandingkan teman kecil lainnya. Jika kalian tahu, bahwa semasa kecil Reyhan sering sekali dibully. Dibully karena bentuk fisiknya yang gendut, hitam, pendek. Namun, siapa sangka ketika besarnya menjadi cowok paling populer karena ketampanannya? Begitulah kehidupan. Terkadang ada saatnya berada dipaling bawah dan ada saatnya berada dipaling atas. Begitupun sebaliknya.

  Di lapangan basket hanya ada Reyhan dan Wenda. Sekolah sudah semakin sepi. Hanya tukang sapu sekolah, guru-guru yang masih mengerjakan tugasnya yang belum selesai, serta beberapa siswa-siswi yang mungkin masih betah berada di dalam sekolah.

" Lo lucu, ya. Di depan orang-orang lo kayak sombong karena banyak cewek yang ngejar lo. Gak nyangka kalo dibelakang lo stress kayak gini." Wenda mencoba menghalang Reyhan yang hendak menshoot bola ke dalam ring. Reyhan tak menghiraukan perkataan Wenda. Dengan cepat, ia bisa memasukkan bola basket ke dalam ring. Wenda berkecak pinggang dan menarik nafas.

" Oke, sekarang gue biarin lo menang. Tapi besok-besok gue gak akan biarin lo masukin bola ke dalam ring walau satu kalipun." Wenda mengambil botol mineral dan memberinya kepada Reyhan. Mereka berdua berjalan menuju bangku yang berada di pojok kanan lapangan basket. 

" Thanks."

" Rey, nanti kita naik kelas 12. Terus lulus. Lo mau masuk universitas mana?" setelah beberapa menit hening, akhirnya Wenda bersuara. Reyhan mengusap wajahnya dan menatap Wenda.

" Kenapa? Tumben nanya kayak gitu." katanya singkat, ia kembali minum air mineral yang diberikan Wenda.

" Nggak, nanya aja."

" Lo takut pisah, ya dari gue? Tenang, gue bakal selalu ada di samping lo." Reyhan menepuk pelan pucuk kepala Wenda. Wenda terkejut dibuatnya.

" Ih, apaan sih, lo. Pedenya kambuh. Udah, ah. Pulang, yuk!" Wenda beranjak berdiri dan berjalan mendahului Reyhan. Reyhan hanya tersenyum melihat tingkah laku sahabat kecilnya yang menurutnya tak pernah berubah.

 Dari kecil, hanya Wendalah yang sangat takut kehilangannya. Entah apa yang dirasakan Wenda. Tetapi ia merasa bahwa rasa takut Wenda akan kehilangannya semakin lama semakin membesar. Reyhan hanya berpikir bahwa Wenda hanya ingin menjaganya sebagai seorang sahabat. Ia menganggap Wenda sebagai sahabat dan menginginkan Wenda menjadi sahabatnya untuk selamanya.


Hitam dan BiruUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum