Chapter 2

42 0 0
                                    

" Kadangkala hati memang mudah untuk jatuh cinta. Tapi hati sangat susah bangun cinta untuk orang yang sama sekali tidak kita cintai."

   Berbaring dikasur yang empuk memang sangat nikmat. Tetapi, entah mengapa kenikmatan itu hilang tertutupi oleh beribu-ribu masalah yang ada. Dihatinya hanya ada lirik-lirik lagu yang dapat membuatnya melupakan semua masalah yang ada. Ia meletakkan kedua tangannya dibelakang kepalanya. Kedua mata indahnya tertutup, mencoba meresapi udara hangat yang masuk lewat jendela. 

Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan wanita separuhbaya yang mengingatkannya pada sosok yang orang sebut 'Ibu'.

" Ada apa?" Rasya kembali memejamkan mata setelah beberapa detik mengintip siapa yang membuka pintu.

" Kau ini sudah keterlaluan, Rasya. Ayahmu masuk rumah sakit kamu gak peduli? Tidak adakkah niat dihatimu untuk menjenguk Ayahmu? Anak macam apa kamu?" wanita separuh baya itu mengeraskan suaranya, ia menatap Rasya tajam.

" Untuk apa kalau akhirnya Ayah mengusir aku?" jawab Rasya masih dalam keadaan mata tertutup. Tak lama, ia membuka matanya dan beranjak duduk. Matanya menatap wanita itu datar. Ia segera melepas earphone yang sedari tadi menempel ditelinganya.

" Tante tau, kan, kalau Ayah sangat benci sama Rasya? Baru selangkahpun Rasya masuk ke dalam ruangan Ayah, Rasya akan diusir. Tante tau?" perasaan Rasya mulai kacau. Hatinya sudah seperti gunung yang bersiap-siap akan meledak. Ia berdiri, berjalan pelan menuju ambang pintu tempat wanita itu berdiri dan berhenti tepat disampingnya. Suaranya seperti berbisik, " Kalau Tante gak mau terjadi apapun terhadap Ayah, jangan biarkan Ayah bertemu denganku." Langkah kakinya berjalan dengan sangat cepat setelah mengucapkan kalimat itu.

Rasya mengusap wajahnya kasar. Dunia seperti neraka baginya. Ingin rasanya menghilang dari dunia. Menghilang, dan tak akan pernah muncul sosok Rasya yang disebut 'Anak Sial' oleh Ayahnya. 

Ia mungkin seorang lelaki. Lelaki yang tak pernah menangis jika sedang berada dihadapan orang-orang disekelilingnya. Lelaki yang wanita anggap adalah sosok paling kuat. Tetapi ia juga manusia biasa. Lelaki bisa saja menangis. Jangan anggap remeh suatu hal yang berhasil membuat laki-laki menangis. Ia memang mempunyai jiwa yang kuat, tetapi akan ada waktu dimana jiwa yang kuatnya itu retak karena banyaknya duri yang menempel. Duri memang kecil, tetapi jika ratusan bahkan beribu-ribu duri bersatu, maka ia akan menjadi kekuatan yang besar.

Maka, laki-laki membutuhkan sesuatu kiriman Tuhan yang dapat membantu mengembalikan jiwa yang retak itu menjadi utuh. Jika hati laki-laki boleh bersuara, maka isi dari suara itu adalah, " Sebuah kasih sayang wanita."

 Ia segera mengambil kunci motor dan mengendarai motornya menuju danau dekat rumah Kakeknya. Sejak kecil ia suka menghabiskan waktu bersama teman-temannya disana. Teman? Ya, dulu Rasya mempunyai banyak sekali teman. Dan pada akhirnya ia memutuskan untuk menjauh dan menyendiri seperti ini. Walaupun danau itu mengingatkannya pada sesuatu, tetapi inilah tempat favoritnya ketika ia ingin mengenang kejadian beberapa waktu silam. Ketika dirinya, adik, Ibu, dan Ayahnya berkumpul dan berlari bersama. Sangat bahagia.

Ya, itu dulu. Lihat sekarang, perubahannya seratus delapan puluh derajat. Ayahnya membencinya, Ibu dan adiknya sudah tidak ada di dunia. Ya, semua itu dialah penyebabnya.

Rasya meraih handphone dari sakunya dan memasang earphone ditelinganya. Ia memutar lagu. Beberapa lagu yang ia sukai. Ia duduk dipinggir danau menatap jernihnya air danau dan sejuknya pepohonan. Disini memang sejuk, tidak sepanas keadaan hatinya saat ini.

 Dari kejauhan, Chila yang biasa jogging sore ditempat itu melihat sosok yang familiar dimatanya. Dari gayanya, itu sangat khas sekali. Berjaket hitam, serta ditelinganya selalu tertempel earphone. Ia memutuskan untuk menghampirinya. 

" Hai." sapanya sambil tersenyum. Rasya menoleh kesamping yang sudah terdapat wanita cantik duduk rapi tepat di sampingnya. Ia tak menghiraukan sapaan Chila. Matanya kembali menatap ke depan.

" Kok lo bisa ada disini?" Chila kembali bersuara. Namun, Rasya tetap pada prinsipnya, mendiamkan pertanyaan yang menurutnya tak penting. Chila menarik nafas, ia sudah tahu sifat Rasya. Ya, Taralah yang menceritakannya." Mmm, gue tadi abis jogging sebentar disini, eh liat lo lagi duduk sendirian disini. Yaudah, gue samperin. Apa rumah lo di komplek Sari Indah juga? Kalo iya, berarti kita deketan, dong. Lo sering kesini ya? Gue juga." Chila ikut menatap ke depan, melihat indahnya danau dan merasakan sepoi-sepoi angin yang menyejukkan.

Sudah Chila duga, Rasya hanya mendiamkannya. Biarlah, ia juga sedang butuh pendengar yang baik sekarang. Dirinya ingin bercerita. Walaupun Rasya sama sekali tidak meresponnya, setidaknya dia mendengarnya bukan?

" Lo tau gak, sejak kecil gue orangnya gak bisa dieeeem banget. Sampe Papah gue mukul gue berkali-kali.  Ya, bisa dibilang waktu kecil gue nakalnya minta ampun. Tapi pas gue lagi diem, nurut, Papah gue berubah banget. Dia kayak pangeran pertama bagi gue. Baik banget. Dari situ gue nyadar Papah bakal baik ke gue kalo guenya nurut sama Papah. Orangtua itu pasti ada sisi buruk dan sisi baiknya, ya. Ya, keluar sisi buruknya karena kita emang salah. Walaupun gitu, gue tetep gak mau durhaka sama orangtua. Seburuk apapun sikap Papah ke gue, dia tetep Papah gue. Gue sayang sama Papah." Mata Chila berbinar, mengingat sosok Papahnya yang gagah bak seorang raja. Dirinya tak sadar, bahwa semenjak ia cerita, wajahnya diperhatikan oleh Rasya. Rasya segera memalingkan pandangannya ke depan setelah tahu bawa Chila juga ingin melihat wajahnya.

" Lo kenapa, sih sendiri mulu? Di dunia ini bukan cuma lo doang. Lo butuh temen buat cerita, ketawa, jalanin kehidupan ini bareng temen. Lo butuh temen, Ra. Angga masih jadi sahabat lo, kan? Jangan sia-siain Angga yang udah sabar ngadepin sifat lo yang jutek kayak gini." lanjutnya. Selama beberapa menit ini, hanya Chila yang berbicara. Sementara Rasya, hanya tetap pada diamnya. Dia sepeti begitu nyaman dengan diamnya." Lo ngomong, dong. Tiga kata aja. Selama gue sekolah di Jakarta, gue belom pernah ngobrol sama lo." Chila mulai jengkel, karena sedari tadi hanya suaranya yang terdengar. Ia menatap Rasya, tak lama Rasya menoleh kasamping menatap Chila dengan tatapan yang redup.

" Kepala gue sakit."

Tiga kata yang membuat Chila terkejut. Ia tertawa renyah, " Lo bercanda, kan?"

Tak lama setelah itu, pandangan Rasya mulai menggelap. Ia tak bisa merasakan apa-apa lagi. Kepalanya jatuh tepat dipundak kiri Chila. Chila sangat terkejut, tangannya terus menggoyangkan pipi Rasya berharap Rasya segera bangun. Ia tak tahu harus berbuat apa.

" Rasya, bangun! Tolong!"




#ChilaRasya

or

#ChilaReyhan

??

Hitam dan BiruWhere stories live. Discover now