3

185K 17.1K 406
                                    

WISNU

Gue punya enam sahabat dekat waktu SMA, Seven Squad namanya. Persahabatan kami dimulai ketika kami sama-sama mengikuti ekskul futsal. Kami berada di team inti pada saat itu. Tapi dari setengah lusin sahabat gue, gue punya satu orang yang lengket banget sama gue dari zaman gue dekil sampai sekarang masih dekil juga. Cuma bedanya dompet gue udah gak sedekil dulu.

Nih, pria yang berprofesi dokter yang duduk di balik kemudi mobil gue ini adalah sahabat yang paling dekat dengan gue di antara sahabat gue yang lain. Bukan berarti gue mengucilkan yang lain, tapi gue memang lebih dulu dekat dengan Galih. Kami memulai pertemanan dari hari pertama MOS——Masa Orientasi Siswa. Dia duduk di sebelah gue waktu itu. Karena karakter kami berdua agak-agak mirip, ngobrol juga jadi nyambung dan santai. Habis itu, gue juga satu kelas dengannya.

Masa lalu Galih gak beda jauh dari gue. Sama-sama pensiunan madesu alias masa depan suram. Hobi dia nongkrong di club. Nyari mainan sama minuman. Sebelum akhirnya tobat dan berhasil menikahi gadis berusia 21 tahun dan sekarang istrinya lagi hamil. Dunia memang suka bercanda sama gue.

Beda sama gue yang kadang masih sering didatangi setan porno yang pada akhirnya menjerumuskan gue ke dalam kenikmatan sesaat. Padahal gue tahu bahwa apa yang gue lakukan itu dosa.

Ah, mungkin setelah menikah gue juga akan berubah menjadi lebih baik seperti Galih.

Doain gue ya...

Keberuntungan Galih gak sampai di situ, mantan tunangan dia cantik. Keturunan Aussie. Cuma sayang, tunangannya itu balikan sama mantannya dengan cara yang cukup dramatis. Lepas dari Raina—mantannya, Galih dapat bibit muda yang super manis. Anak kuliahan bisa dia nikahi, Bro. Lah gue?

Nyokap sampai meragukan kalau gue bisa nyari calon istri sendiri. Gue bukannya nggak bisa nyari calon istri, tapi buat gue cewek itu ribet. Titik.

"Gal?"

"Hmm."

Si kampret yang nebeng pulang sama gue ini menjawab panggilan gue cuma bergumam doang.

"Gimana sih rasanya nikah?"

Dikasih pertanyaan seperti itu, Galih langsung melirik gue dengan raut keheranan. "Lo lagi ngigau ya, Nu? Kalau mau tahu rasanya, makanya nikah."

Gak suka nih kalau jawabannya ngeremehin gue kayak barusan.

"Lo nikah udah berapa bulan?"

"Empat bulan."

Wah, udah empat bulan aja. Perasaan baru kemarin gue maki-maki dia di depan rumah mertuanya saat dia hampir salah menyebut nama mempelainya sendiri. Si kampret yang gagal move on ini hampir nyebut nama Raina, yang tidak lain dan tidak bukan adalah mantan tunangannya pada saat ijab kabul.

"Selama empat bulan itu perubahan apa yang lo rasain?"

"Apa ya?" Galih kelihatan lagi mikir. "Banyak sih, Nu. Kalau gue jelasin sampai akar-akarnya dua jam gak bakal selesai."

"Intinya aja, Somat!"

Galih terbahak di saat gue nunggu jawaban seriusnya. "Pertama, gue lebih bisa ngatur emosi. Gue lebih sabar ngadepin Nana. Kalau pas awal-awal nikah gue masih sering ribut sama dia. Karena Nana juga masih belum sepenuhnya percaya kalau gue udah gak cinta lagi sama Raina."

Pasti susahlah ngebangun kepercayaan perempuan yang awalnya cuma dijadikan pelampiasan oleh si kutu kupret ini. Masih untung istrinya gak membatalkan pernikahan waktu itu.

"Gimana cara lo yakinin Nana?"

Sumpah gue kadang mikir apa sih kelebihan Galih selain pekerjaannya yang mentereng sampai istrinya tahan sama kelakuan nih bocah satu. Eh, dia bukan lagi bocah soalnya spermanya on the way menghasilkan bocah.

Pasutri KampretWhere stories live. Discover now