10

141K 11.9K 365
                                    

KEYFA

Selama tidur aku dibuntuti rasa takut dan kekhawatiran. Tidur di kamar lelaki yang berani-beraninya menciumku, dan melanggar penjanjian yang sudah disepakati itu rasanya ingin menyelam sambil minum air. Takut jika Wisnu melakukan hal yang lebih daripada sekadar itu.

Ya, aku tahu jika sah-sah saja melakukan kewajiban sebagai suami istri, tetapi masalahnya ... ah sudahlah, ini hanya untuk sementara waktu. Tidak untuk selamanya. Walaupun setelah berpisah nanti, aku mungkin akan menyesali perbuatanku yang dengan sangat mudah mempermainkan pernikahan. Aku pun sudah bisa membayangkan seusai perceraian nanti statusku menjadi janda. Tak masalah, setiap orang punya jodohnya masing-masing kan? Jodoh yang akan menerima semua kekurangan dan masa lalu kita tanpa adanya protes yang berlebihan.

Semalam, setelah Wisnu berhasil membuatku terpaku, aku langsung lari ke kamar mandi untuk menghindarinya. Entah berapa lama aku berdiri di depan cermin wastafel untuk meredam jantungku yang bergemuruh, darahku yang sialnya berdesir panas. Magic apa yang Wisnu taburkan sampai pikiranku tidak bisa berhenti memutar reka ulang adegan ciuman itu.

Sial! Tapi itu belum masuk kategori ciuman kan? Cuma nempel sebentar, seharusnya gak berarti apa-apa. Gak ada yang harus dikhawatirkan. Tapi nyatanya aku masih kepikiran sampai pagi ini. Semalam pun, setelah aku keluar dari kamar mandi, aku melihat Wisnu membungkus dirinya dengan selimut. Ia bisa tidur nyenyak sampai mendengkur halus. Seharusnya aku pun melakukan hal yang sama karena badan yang terasa remuk dan kondisi tubuh cape. Tapi aku terjaga. Jam 2 pagi aku baru bisa memejamkan mata.

"Good morning!"

Aku terlonjak saat melihat Wisnu sudah duduk di meja makan. Mataku memutar ke seluruh bagian apartemen. Pintu kamar yang semalam dipakai mertuaku sudah terbuka, ke mana mereka?

"Mami dan Papi udah pulang. Mami masakin nasi goreng sama omelet karena gak ada bahan masakan yang bisa dimasak. Ayo sarapan, Key!"

Seakan tahu dengan apa yang sedang kupikirkan, Wisnu menjawab pertanyaan yang kubicarakan dalam hati. Netraku bergerak ke arahnya, seperti biasa Wisnu selalu santai ketika berpakaian. Kaus oblong putih tanpa lengan dan celana pendek yang panjangnya satu jengkal di atas lutut. Kakinya yang menyusup di bawah meja menghentak-hentak kecil dan mulutnya mengunyah makanan dengan teratur.

Gila nih orang! Dia bisa sesantai itu.

"Oh iya, ART mulai kerja hari ini. Dia cuma sampai sore kerjanya dan nggak stay di sini. Udah gue hubungi, sekalian belanja sebelum ke sini."

Berusaha menyingkirkan perasaan canggung ini, pelan-pelan aku ikut duduk di sebelahnya. Mengambil gelas dan menuangkan air putih, berusaha untuk tak acuh.

"Key?"

"Hm."

"Soal semalam..."

"Gak usah dibahas, Nu. Gue tahu lo cuma kebawa situasi," jawabku, seolah-olah aku tidak peduli dengan kejadian semalam.

"Nggak." Jawabannya membuatku yang hendak menyendok nasi goreng pun terhenti. Aku menunggu jawaban Wisnu selanjutnya. "Gue melakukan itu secara sadar. Dan gue minta maaf, bukan maksud gue melanggar perjanjian kita."

Menelan liur dengan susah payah. Aku menuangkan nasi goreng yang sempat tertunda. "Ya udah kita lupain soal semalam."

Wisnu mengangguk. Aku yakin, bagi dia yang semalam itu tidak ada artinya. Mengingat track record dia dengan banyak perempuan. Padahal aku yang belum bisa melupakan kejadian semalam. Kasihan sekali kamu, Keyfa.

Pasutri KampretWhere stories live. Discover now